BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Penggunaan model
pembelajaran adalah salah satu upaya agar siswa memperoleh gambaran kongkrit
konsep yang harus dipahami. Sebagaimana diungkapkan oleh ahli psikologi Jerome
Bruner ( dalam Muhammad, 2005:9 ), menyatakan bahwa pengajaran seharusnya
dimulai dari pengalaman langsung menuju representasi ikonik dan baru kemudian
menuju representasi simbolik. Urutan bagaimana siswa menerima materi ajar
memiliki pengaruh langsung pada pencapaian ketuntasan belajar tersebut.
Salah satu materi dalam
pembelajaran sains di kelas 4 adalah materi energi panas. Materi energi panas
pada suatu pembelajaran, memang dianggap sulit oleh para guru. Hal ini disebabkan karena
kurangnya pengetahuan guru tentang materi ini secara jauh dan tidak adanya alat
peraga yang dapat menunjang, sebagai akibat sedikitnya referensi tentang materi
energi panas tersebut, sehingga guru merasa kesulitan dalam menjelaskan
pengaruh energi panas terhadap kehidupan sehari-hari terutama pada benda.
Pembelajaran dengan materi
energi panas yang telah dilakukan guru setempat hanya bersifat textbook
oriented. Akibatnya pembelajaran menjadi kurang mengaktifkan serta kurang
menyenangkan. Sehingga pada saat pembelajaran berlangsung, siswa cenderung
memilih berbicara dengan teman sebangkunya. Hal tersebut dapat dilihat pada
pembelajaran IPA, SDN Sungai Pumpung kelas IV yaitu nilai rata-rata IPA 60 di
bawah nilai ketuntasan belajar yang ditetapkan kurikulum. Oleh karena itu, kita
sebagai seorang guru diharapkan dapat membuat pembelajaran yang aktif dan
menyenangkan sehingga murid dapat lebih cepat memahami materi energi panas dan
kegunaannya di kehidupan sehari-hari.
Salah satu model
pembelajaran yang beorientasi pada pembelajaran konstruktivisme adalah model
pembelajaran kooperatif. Pembelajaran kooperatif merupakan pembelajaran yang
berbasis kontruktivis yang memberikan peluang kepada siswa untuk mengkonstruksi
pengetahuannya sendiri. Menurut Bruner ( dalam Nordiana, 2011 ), selama
kegiatan pembelajaran berlangsung hendaknya siswa dibiarkan mencari atau menemukan sendiri
makna segala sesuatu yang dipelajari. Mereka perlu diberikan kesempatan
berperan sebagai pemecahan masalah seperti yang dilakukan para ilmuwan, dengan
cara tersebut diharapkan mereka mampu memahami konsep-konsep materi tersebut.
Dalam materi pembelajaran
IPA tentang “ Energi Panas dan Penggunaannya ” di kelas IV semester dua
mempelajari bahwa (1) sumber energi panas yang ada di lingkungan sekitar, (2)
menggolongkan benda yang termasuk penghantar panas, (3) mendemonstrasikan
perpindahan panas secara konduksi, konveksi dan radiasi. Untuk menjelaskan
bahan ajar itu diperlukan model Group Investigation melalui kegiatan percobaan
sederhana di kelas dalam upaya pembuktian tentang perpindahan energi panas
melalui pengalaman belajar yang nyata bagi siswa sehingga dapat diharapkan
hasil belajar siswa juga dapat meningkat.
Berdasarkan uraian di
atas, maka dilakukan penelitian tindakan kelas yang berjudul “Meningkatkan
Hasil Belajar IPA Materi Energi PanasMelalui Pemanfaatan Model Group
Investigation Kelas IV SDN Sungai Pumpung Semester 2 Tahun Pelajaran 2014 /
2015”.
B.Identifikasi Masalah
1.
Pengetahuan guru tentang energi panas hanya
terbatas pada buku cetak yang dimiliki para siswa, sehingga dalam
pembelajaranpun hanya berpatokan pada buku cetak semata. Sesuai dengan
penelitian yang dilakukan Akbar (dalam Akbar, 2007: 3), bahwa guru sangat
tergantung dengan buku teks, guru terbiasa texbook oriented selama puluhan
tahun menganggap bahwa kurikulum sama dengan buku teks.
2.
Guru
masih cenderung menggunakan model pembelajaran, karena kebanyakan masih belum
maksimal menggunakannya.
3.
Masih
rendahnya hasil belajar siswa dalam pembelajaran IPA.
C.Pembatasan Masalah
Berdasarkan
identifikasi masalah di atas, maka pembatasan masalah pada penelitian ini
adalah difokuskan pada kemampuan guru dalam menggunakan model pembelajaran agar
dapat berjalan dengan baik dan hasil belajar siswa dalam pembelajaran IPA.
D.
Perumusan
Masalah
1.
Apakah
melaluipemanfaatan teknik group investigation dapat meningkatkan aktivitas guru dalam memfasilitasi proses belajar IPA di kelas IV ?
2. Apakah melalui pemanfaatan teknik group investigation dapat
meningkatkan aktifitas siswa
dalam proses belajar IPA di kelas
IV?
3. Apakah melalui pemanfaatan teknik group investigation dapat
meningkatkan kinerja siswa
dalam proses belajar IPA di kelas
IV?
4.
Apakah melalui pemanfaatan model group
investigation dapat meningkatkan hasil belajar IPA materi energi panas di kelas
IV SDN Sungai Pumpung?
E. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan perumusan
tersebut di atas, tujuan penelitian ini adalah :
1.
Untuk meningkatkan aktivitas guru dalam proses
belajar IPA melalui pemanfaatan model pembelajarangroup inverstigation.
2.
Untuk meningkatkan aktivitas siswa dalam
proses belajar IPA melalui pemanfaatan model
pembelajaran group investigation pada materi energi panas.
- Untuk meningkatkan kinerja siswa dalam proses belajar IPA melaui teknik group investigation pada
materi energi panas.
4.
Untuk
meningkatkan hasil belajar IPA materi energi panas melalui pemanfaatan model
group investigation bagi siswa kelas IV SDN Sungai Pumpung pada semester 2
tahun pelajaran 2014 / 2015.
5.
Manfaat Penelitian
1.
Manfaat Teoritis
:
a.
Mendapatkan pengetahuan
atau teori baru tentang meningkatkan hasil belajar IPA materi energi panas dan
penggunaannya melalui pemanfaatan model group investigation bagi siswa kelas IV
SDN Sungai Pumpung.
b.
Sebagai dasar untuk
penelitian selanjutnya.
2.
Manfaat Praktis, diharapkan memberikan
manfaat yang besar bagi :
a.
Bagi Siswa
·
Sebagai pengalaman belajar langsung yang bermakna dalam praktik
pembelajaran IPA menggunakan model group investigation sehingga dapat meningkatkan pengetahuan sebagai
hasil belajar.
b.
Bagi
Guru
·
Sebagai bahan pertimbangan dalam memilih metode dan model pembelajaran
yang relevan dan efektif.
·
Kegiatan penelitian tindakan kelas rekan guru akan
terbiasa untuk melaksanakan penelitian tindakan kelas berikutnya guna menunjang
perbaikan mutu serta peningkatan profesionalisme guru.
·
Sebagai sarana guru untuk menunjang tercapainya
keberhasilan dalam mengajar yaitu dapat mengetahui sejauh mana siswa dapat
menerima materi yang diajarkan.
c.
Bagi
Sekolah
·
Hasil penelitian ini akan memberikan konstribusi dalam
rangka perbaikan dan peningkatan hasil pembelajaran khususnya dalam
pembelajaran IPA.
·
Penelitian ini dapat dijadikan sebagai inspirasi kepada guru-guru lain
sehingga dapat memajukan keberhasilan dalam proses pembelajaran.
d.
Bagi
Perpustakaan Sekolah
·
Untuk arsip atau dokumen di
perpustakaan sekolah agar para pendidik dengan mudah mempelajari bagaimana cara
penggunaan model pembelajaran tersebut.
BAB II
KAJIAN TEORETIK DAN PENGAJUAN HIPOTESIS
A.
KAJIAN
TEORI
1. Hasil belajar IPA
a.
Hakekat
IPA
Ilmu pengetahuan alam sebagai
disiplin ilmu dan penerapannya dalam masyarakat membuat pendidikan IPA menjadi
penting. Ilmu pengetahuan alam untuk anak-anak didefinisikan oleh Paolo dan
Marten (dalam Carin, 1993 : 5 ) yaitu :
·
Mengamati apa yang terjadi
·
Mencoba memahami apa yang
diamati
·
Mempergunakan pengetahuan
baru untuk meramalkan apa yang akan terjadi
Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan
teknologi pada zaman modern ini berkembang sangat pesan, sehingga pembelajarn
IPA (Sains) di tingkat Sekolah Dasar seharusnya menyiapkan siwa supaya dapat
menguasai dan mengikuti perkembangan
IPTEK. Karena pembelajaran di Sekolah
Dasar menjadi dasar siswa untuk mempelajari Sains pada jenjang pendidikan
selanjutnya yang lebih tinggi.
Untuk mencapai tujuan
pembelajaran yang diinginkan pada
pelajaran Sains di Sekolah Dasar ditempuh diantaranya dengan menggunakan
berbagai pendekatan lingkungan, pendekatan konsep, pendekatan pemecahan masalah
pendekatan inquiri dan pendekatan belajar tuntas.
b.
Hakekat
Belajar
Menurut
James O, Whittaker, misalnya merumuskan belajar sebagai proses di mana tingkah
laku ditimbulkan atau diubah melalui latihan atau pengalaman.
Menurut
Drs. Slameto juga merumuskan pengertian tentang belajar. Menurutnya belajar
adalah suatu proses usaha yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu
perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalaman
individu itu sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya.
Jadi
dapat disimpulkan bahwa belajar adalah serangkaian kegiatan jiwa raga untuk
memperoleh suatu perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman individu
dalam interaksi dengan lingkungannya yang menyangkut kognitif, afektif dan
psikomotor.
Menurut
cara pandang teori konstruktivisme bahwa belajar adalah proses untuk membangun
pengetahuan melalui pengalaman nyata di lapangan. Artinya siswa akan cepat
memiliki pengetahuan jikapengetahuan itu dibangun atas dasar realitas yang ada
di masyarakat ( dalam Nordiana, 2010 ).
c.
Hasil
Belajar
Hasil belajar
adalah hasil yang diperoleh oleh siswa setelah melakukan kegiatan belajar yang
dilaksanakan secara sadar melibatkan diri dengan masalah-masalah yang ada
hubungannya dengan materi yang dipelajari yang diberikan. Sedangkan prestasi
belajar adalah tingkat penguasaan atau hasil yang dicapai oleh siswa setelah
mengikuti pembelajaran yang dilaksanakan sesuai dengaan tujuan pembelajaran
yang telah ditetapkan.
Tidak semua pelajaran dapat
dipelajari dengan ingatan saja melainkan harus dengan melakukan pecobaan atau
juga didemonstrasikan,. Hal ini dapat
dilakukan dengan mengaitkan pelajaran IPA menjadi pelajaran IPA menjadi
pelajaran yang menekankan pada belajar penemuan (discovery learning) yang
artinya belajar untuk mencari dan menemukan konsep baru bagi siswa yang
hasilnya dapat diaplikasikan dan dikembangkan bagi siswa. Selanjutnya siswa diharapkan dapat mengaitkan
informasi pada struktur kognitif yang sudah dimiliki. Bila siswa sudah dapat mengaitkan informasi
pada pengetahuan yang telah dimilikinya maka dalam hal ini terjadi belajar
bermakna.
d.
Hasil Belajar IPA
Sebelum
melakukan penelitian tindakan kelas pada mata pelajaran IPA pada materi energi
panas dan penggunaannya, dapat dilihat sangat rendah karena sebagian anak
kurang memahami masalah materi tersebut karena sangat sulit.
Setelah
dilakukan penelitian tindakan kelas ini, maka hasil belajar siswa sdh meningkat
dan di atas nilai KKM yaitu 65 menjadi nilai paling rendah 75 dan paling tinggi
85.
Dapat
disimpulkan bahwa tanpa adanya praktek kelas apalagi mata pelajaran IPA akan
sulit dipahami oleh semua siswa. Oleh sebab itu, maka dalam setiap pelajaran
itu harus pakai alat peraga dan praktik dengan model pembelajaran yang sesuai.
2.
Pemanfaatan alat peraga
dalam pembelajaran IPA
a.
Hakekat
pembelajaran
Pembelajaran
kooperatif mempunyai beberapa variasi yaitu STAD,JIGSAW,Group Investigation,
TPS, NHT, TGT. Dalam bab ini variasi yang dibahas adalah tentang Group
Investigation pada materi energi panas dan penggunaannya.
Pembelajaran
kooperatif merupakan sebuah kelompok strategi pengajaran yang melibatkan siswa
bekerja secara berkolaborasi untuk mencapai tujuan bersama ( Eggen and Kauchak,
1996 : 279 ).
Pembelajaran
kooperatif disusun dalam sebuah usaha untuk meningkatkan partisipasi siswa,
memfasilitasi siswa dengan pengalaman sikap kepemimpinan dan membuat keputusan
dalam kelompok, serta memberikan kesempatan pada siswa untuk berinteraksi dan
belajar bersama-sama siswa yang berbeda latar belakangnya.
b.
Hakekat
modelgroup investigation
Investigasi
kelompok merupakan model pembelajaran kooperatif yang paling kompleks dan
paling sulit untuk diterapkan. Model ini dikembangkan pertama kali oleh Thelan.
Dalam perkembangannya model ini diperluas dan dipertajam oleh Sharan dari Universitas
Tel Aviv. Berbeda dengan STAD dan Jigsaw, siswa terlibat dalam perencanaan baik
topikyang dipelajari dan bagaimana jalannya penyelidikan mereka. Pendekatan ini
memerlukan norma dan struktur kelas yang lebih rumit daripada pendekatan yang
lebih berpusat pada guru. Pendekatan ini juga memerlukan mengajar siswa
keterampilan komunikasi dan proses kelompok yang baik.
Dalam implementasi tipe
investigasi kelompok guru membagi kelas menjadi kelompok-kelompok dengan
anggota 5-6 orang siswa yang heterogen. Kelompok ini dapat dibentuk dengan
mempertimbangkan keakraban persahabatan atau minat yang sama dalam topik
tertentu. Selanjutnya siswa memilih topik untuk diselidiki, dan melakukan
penyelidikan yang mendalam atas topik yang dipilih. Selanjutnya ia menyiapkan
dan mempresentasikan laporannya kepada seluruh kelas.
c.
Pemanfaatan
model group dalam pembelajaran IPA
Dalam
pembelajaran IPA model ini sangat berperan penting apalagi pada materi energi
panas dan penggunaannya, karena model ini sangat mudah dilakukan oleh bimbingan
guru. Dengan membagi siswa berkelompok dan dengan nama group masing-masing
sesuai dengan materi tersebut.
Adapun
langkah-langkah pelaksanaan model pembelajaran kooperatif tipe Group
Investigation yaitu :
·
Guru membagi siswa dalam beberapa kelompok
heterogen.
·
Guru menjelaskan maksud
pembelajaran dan tugas kelompok.
·
Guru memanggil ketua
kelompok dan tiap kelompok mendapat tugas satu materi / tugas yang berbeda dari kelompok lain.
·
Masing-masing kelompok
membahas materi yang sudah ada secara kooperatif yang bersifat penemuan.
·
Juru bicara kelompok
menyampaikan hasil pembahasan kelompok dan guru bertindak sebagai fasilisator.
·
Guru bersama siswa
menyimpulkan pelajaran.
B. KERANGKA BERPIKIR
1. Kondisi Awal
Dalam pembelajaran guru belum memanfaatkan model group investigation
sehingga hasil belajar IPA terhadap konsep energi panas belum tuntas.
2. Tindakan
Guru dalam proses belajar mengajar sudah memanfaatkan model group
investigation yang dilakukan dalam dua siklus.
3. Kondisi Akhir
Diduga melalui pemanfaatan model group investigation dapat meningkatkan
hasil belajar IPA pada materi energi panas dan penggunaannya bagi siswa kelas
IV SDN Sungai Pumpung semester 2 tahun pelajaran 2014 / 2015.Digambarkan dalam skema adalah sebagai berikut :
KONDISI
AWAL |
KONDISI
AKHIR |
SIKLUS I
|
SIKLUS II
|
Memanfaatkan
Model
group investigation
|
Hasil
Belajar IPA di kelas IV meningkat
|
Guru :
Belum menggunakan
Model group investigation
|
Siswa
:
Hasil
belajar IPA rendah
|
TINDAKAN
|
C. HIPOTESIS TINDAKAN
Berdasarkan kerangka teoritis tersebut, maka
hipotesis tindakan penelitian ini dapat dirumuskan bahwa jika diterapkannya
model pembelajaran kooperatif tipe group investigation dapat meningkatkan hasil belajar IPA terhadap materi energi panas
dan penggunaannya di kelas IV SDN Sungai Pumpung semester 2 tahun pelajaran
2014 / 2015.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A.
Setting
Penelitian
1. Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan
pada bulan Januari sampai dengan Juni semester 2 tahun pelajaran 2014 / 2015.
2. Tempat Penelitian
Penelitian dilakukan
di SDN Sungai Pumpung kelas IV semester 2 tahun pelajaran 2014 / 2015.
B.
Subjek
Penelitian
Subjek penelitian ini adalah siswa kelas IV
pada SDN Sungai Pumpung berjumlah 6
orang, masing-masing terdiri dari 2 orang laki-laki dan 4 orang perempuan.
C.
Sumber
Data
·
Sumber
data dari siswa sebagai subjek penelitian
·
Sumber
data lain dari guru atau teman sejawat
D.
Teknik
Dan Alat Pengumpulan Data
1.
Teknik Pengumpulan Data
a) Tes
b) Observasi ( aktivitas guru, aktivitas siswa, dan kinerja siswa)
c) Dokumen
2.
Alat Pengumpulan Data
a)
Butir Soal tes
b)
Lembar observasi
c)
Buku nilai
E.
Validasi
Data
1.
Intrumen
tes terhadap hasil belajar (nilai tes)
2.
Intrumen
observasi terhadap proses pembelajaran
F.
Analisis
Data
1.
Menggunakan
analisis deskriptif
2.
Hasil
belajar dianalisis dengan analisis deskriptif komparatif yaitu membandingkan
nilai tes antar siklus maupun dengan indikator kinerja.
3.
Observasi
maupun wawancara dengan analisis deskriptif berdasarkan hasil observasi dan
refleksi.
G.
Indikator Kinerja
Kondisi akhir yang diharapkan dari penelitian tindakan ini adalah
meningkatnya aktivitas kegiatan siswa serta meningkatnya kinerja siswa dalam
kegiatan teknik “group investigation” serta meningkatnya rata-rata kelas dengan
ketercapaian yang diinginkan adalah 75.
H.
Prosedur Penelitian
Metode penelitian ini menggunakan
model tindakan kelas. Dengan tahapan yaitu perencanaan, pelaksanaan, pengamatan
dan refleksi.
Perencanaan
|
?
|
Pelaksanaan
|
Refleksi
|
SIKLUS
I
|
Pengamatan
|
Perencanaan
|
SIKLUS
II
i
|
Refleksi
|
Pengamatan
|
Pelaksanaan
|
Gambar
1. Alur Penelitian Tindakan Kelas ( Arikunto, 2008:16 )
Pada setiap langkah dalam siklus terdiri dari tahapan persiapan,
pelaksanaan tindakan, Observasi, dan refleksi. Data diolah dan dibahas secara
kuantitatif dan kualitatif untuk mendeskripsikan dan memakai pembelajaran yang
berorientasi pada pendekatan Cooperative Learning dengan teknik Group Investigation.
Pada saat melaksanakan tindakan, peneliti dibantu oleh dua orang
kolaborator yaitu Kepala Sekolah dan Hasnawati,S.Pd (Guru Kelas).
Tahap 1: Menyusun Rancangan Tindakan ( Planning
)
Dalam tahap penyusunan rancangan
penelitian ini, peneliti menjelaskan tentang apa, mengapa, kapan, di mana, oleh
siapa, dan bagaimana tindakan tersebut dilakukan. Penelitian tindakan yang
ideal sebetulnya dilakukansecara berpasangan antara pihak yang melakukan
tindakan dan pihak yang mengamati proses jalannya tindakan. Istilah untuk cara
ini adalah penelitian kolaborasi. Cara ini dikatakan ideal karena adanya upaya
untuk mengurangi unsur subjektivitas pengamat serta mutu kecermatan amatan yang
dilakukan. Dengan mudah dapat diterima bahwa pengamatan yang diarahkan pada
diri sendiri biasanya kurang teliti dibanding dengan pengamatan yang dilakukan
terhadap hal-hal yang berada di luar diri, karena adanya unsur subjektivitas
yang berpengaruh, yaitu cenderung mengunggulkan dirinya. Apabila pengamatan
dilakukan oleh orang lain, pengamatannya lebih cermat dan hasilnya akan lebih
objektif.
Tahap 2: Pelaksanaan Tindakan ( Action )
Tahap ini merupakan pelaksanaan
yang merupakan implementasi atau penerapan isi rancangan, yaitu mengenakan
tindakan di kelas. Hal yang perlu diingat adalah bahwa pada tahap ke-2 ini
pelaksanaan guru harus ingat dan berusaha menaati apa yang sudah dirumuskan
dalam rancangan, tetapi harus pula berlaku wajar, tidak dibuat-buat. Dalam
refleksi, keterkaitan antara pelaksanaan dengan perencanaan perlu diperhatikan
secara seksama agar sinkron dengan maksud semula.
Tahap 3: Pengamatan ( Observation )
Tahap ke-3, yaitu kegiatan
pengamatan yang dilakukan oleh pengamat. Sebetulnya sedikit kurang tepat kalau
pengamatan ini dipisahkan dengan pelaksanaan tindakan karena seharusnya
pengamatan dilakukan pada waktu tindakan sedang di lakukan. Jadi, keduanya
berlangsung pada waktu yang sama. Sebutan tahap ke-2 diberikan untuk memberikan
peluang kepada guru pelaksana yang juga berstatus sebagai pengamat agar
melakukan “ pengamatan balik “ terhadap apa yang terjadi ketika tindakan
berlangsung. Sambil melakukan pengamatan balik ini, guru pelaksana mencatat
sedikit demi sedikit apa yang terjadi agar memperoleh data yang akurat untuk perbaikan siklus berikutnya.
Tahap 4: Refleksi ( Reflection )
Tahap ke-4 merupakan kegiatan untuk
mengemukakan kembali apa yang sudah dilakukan. Kegiatan refleksi ini sangat
tepat dilakukan ketika guru pelaksana sudah selesai melakukan tindakan,
kemudian berhadapan dengan peneliti untuk mendiskusikan implementasi rancangan
tindakan.
Jika penelitian tindakan dilakukan
melalui beberapa siklus, maka dalam refleksi terakhir, peneliti menyampaikan
rencana yang disarankan kepada peneliti lain apabila dia menghentikan
kegiatannya, atau kepada diri sendiri apabila akan melanjutkan dalam kesempatan
lain. Catatan-catatan penting yang dibuat sebaiknya rinci sehingga siapa pun
yang akan melaksanakan dalam kesempatan lain tidak akan menjumpai kesulitan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar