Blog ini dapat digunakan oleh semua guru yang mengajar di Kecamatan Awayan untuk meningkatkan Dunia Pendidikan di Kabupaten Balangan
Sabtu, 31 Oktober 2015
MENGETAHUI KHASIAT BATU PERMATA DENGAN MUDAH / INSTAN
PTK SELEKSI GURU BERPRESTASI
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang Masalah
Berdasarkan pengalaman mengajar sebagai guru kelas IV Tahun pelajaran 2013
/ 2014, Setiap kali pembelajaran Bahasa Indonesia maka
mayoritas siswa banyak yang belum mampu atau salah dalam penggunaan huruf
kapital ketika menulis surat, mengisi data, menjawab pertanyaan essai, membuat
pengumuman, serta membuat karangan dan pantun anak, Bahkan hasil belajar bahasa Indonesia pada aspek menulis
belum terlihat memuaskan dan nilai rapor kenaikan kelas dari kelas 3 naik ke kelas 4, rata-rata
nilai Bahasa Indonesia siswa adalah 6.3, Nilai rata-rata tersebut masih di
bawah Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yaitu 65.
Hal ini mungkin disebabkan karena guru
belum melakukan pembelajaran yang bervariasi sehingga hasil belajar rata rata
kelas berada dibawah KKM. Melihat kenyataan ini hendaknya guru memvariasi gaya
belajarnya dengan menerapkan Model-Model pembelajaran .
Dari uraian di atas penulis merasa
perlu untuk mengadakan Penelitian Tindakan Kelas dengan menerapkan Model
pembelajaran pendekatan kooperatif tipe Student Teams Achievement Devisioans
(STAD). Sehingga
diharapkan hasil belajar siswa lebih
Optimal karena keberhasilan belajar mutlak ditentukan
oleh guru itu sendiri dalam kemajuan proses belajar mengajar, Maka penelitian
ini saya beri judul “Optimalisasi Hasil Belajar Bahasa Indonesia Materi Keterampilan
Menulis Huruf Kapital Melalui Pendekatan Kooperatif Tipe Student Teams
Achievement Devisioans (STAD) Bagi Siswa Kelas IV SDN Putat Basiun Pada
Semester II Tahun Pelajaran 2014/2015”.
B. Identifikasi Masalah
Secara umum
pembelajaran Bahasa Indonesia hanya berpusat pada guru dan tidak melibatkan
kegiatan siswa secara aktif yang menyebabkan siswa menjadi bosan dan jenuh, gelisah, tidak
konsentrasi dalam belajar, keluar masuk kelas, bermain dan bercanda sehingga
mengakibatkan proses dalam pembelajaran bahasa Indonesia terbaikan. Ketidak optimalan dalam pembelajaran juga
disebabkan guru lebih cenderung menggunakan konsep yang ada dibuku teks
pelajaran bahkan dalam
pembelajaran bahasa Indonesia metode ceramah masih mendominasi sehingga
interaksi hanya berlangsung satu arah, siswa hanya menerima informasi tanpa ada
balikan, sementara yang aktif adalah guru, Padahal dalam pembelajaran yang
aktif dan kreatif seharusnya diperlukan komunikasi dua arah sehingga membuat
aktivitas siswa lebih meningkat.
Keadaan semacam
ini bila dibiarkan, maka akan mengakibatkan rendahnya kemampuan siswa dalam
menulis huruf kapital yang berimbas pada hasil belajar siswa yang tidak optimal
atau berada dibawah Kriteria Ketuntasan Minimum (KKM) dan akan berdampak pada
rendahnya kualitas pembelajaran Bahasa Indonesia.
C. Rumusan Masalah
Rumusan masalah
dalam penelitian ini adalah Apakah Melalui
Pendekatan Kooperatif Tipe Student Teams Achievement Devisioans (STAD) dapat Mengptimalisasi Hasil Belajar Bahasa
Indonesia Materi Keterampilan Menulis Huruf Kapital Bagi Siswa Kelas IV SDN
Putat Basiun Pada Semester II Tahun
Pelajaran 2014/2015.
D. Tujuan
Penelitian
Tujuan dalam
penelitian ini adalah untuk Mengoptimalisasi Hasil Belajar
Bahasa Indonesia Materi Keterampilan Menulis Huruf Kapital Melalui Pendekatan
Kooperatif Tipe Student Teams Achievement Devisioans (STAD) Bagi Siswa
Kelas IV SDN Putat Basiun Pada Semester II
Tahun Pelajaran 2014/2015.
E. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat penelitian ini adalah
:
1. Bagi
siswa: dapat Mengoptimalisasi hasil belajar Bahasa Indonesia
Materi Keterampilan Menulis huruf Kapital.
2. Bagi
guru: akan menambah wawasan dalam
penggunaan Model-model pembelajaran terutama pendekatan kooperatif tipe STAD
3. Bagi sekolah bermanfaat sebagai dasar dalam
membuat kebijakan dan peningkatan mutu pendidik disekolah.
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang Masalah
Berdasarkan pengalaman mengajar sebagai guru kelas IV Tahun pelajaran 2013
/ 2014, Setiap kali pembelajaran Bahasa Indonesia maka
mayoritas siswa banyak yang belum mampu atau salah dalam penggunaan huruf
kapital ketika menulis surat, mengisi data, menjawab pertanyaan essai, membuat
pengumuman, serta membuat karangan dan pantun anak, Bahkan hasil belajar bahasa Indonesia pada aspek menulis
belum terlihat memuaskan dan nilai rapor kenaikan kelas dari kelas 3 naik ke kelas 4, rata-rata
nilai Bahasa Indonesia siswa adalah 6.3, Nilai rata-rata tersebut masih di
bawah Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yaitu 65.
Hal ini mungkin disebabkan karena guru
belum melakukan pembelajaran yang bervariasi sehingga hasil belajar rata rata
kelas berada dibawah KKM. Melihat kenyataan ini hendaknya guru memvariasi gaya
belajarnya dengan menerapkan Model-Model pembelajaran .
Dari uraian di atas penulis merasa
perlu untuk mengadakan Penelitian Tindakan Kelas dengan menerapkan Model
pembelajaran pendekatan kooperatif tipe Student Teams Achievement Devisioans
(STAD). Sehingga
diharapkan hasil belajar siswa lebih
Optimal karena keberhasilan belajar mutlak ditentukan
oleh guru itu sendiri dalam kemajuan proses belajar mengajar, Maka penelitian
ini saya beri judul “Optimalisasi Hasil Belajar Bahasa Indonesia Materi Keterampilan
Menulis Huruf Kapital Melalui Pendekatan Kooperatif Tipe Student Teams
Achievement Devisioans (STAD) Bagi Siswa Kelas IV SDN Putat Basiun Pada
Semester II Tahun Pelajaran 2014/2015”.
B. Identifikasi Masalah
Secara umum
pembelajaran Bahasa Indonesia hanya berpusat pada guru dan tidak melibatkan
kegiatan siswa secara aktif yang menyebabkan siswa menjadi bosan dan jenuh, gelisah, tidak
konsentrasi dalam belajar, keluar masuk kelas, bermain dan bercanda sehingga
mengakibatkan proses dalam pembelajaran bahasa Indonesia terbaikan. Ketidak optimalan dalam pembelajaran juga
disebabkan guru lebih cenderung menggunakan konsep yang ada dibuku teks
pelajaran bahkan dalam
pembelajaran bahasa Indonesia metode ceramah masih mendominasi sehingga
interaksi hanya berlangsung satu arah, siswa hanya menerima informasi tanpa ada
balikan, sementara yang aktif adalah guru, Padahal dalam pembelajaran yang
aktif dan kreatif seharusnya diperlukan komunikasi dua arah sehingga membuat
aktivitas siswa lebih meningkat.
Keadaan semacam
ini bila dibiarkan, maka akan mengakibatkan rendahnya kemampuan siswa dalam
menulis huruf kapital yang berimbas pada hasil belajar siswa yang tidak optimal
atau berada dibawah Kriteria Ketuntasan Minimum (KKM) dan akan berdampak pada
rendahnya kualitas pembelajaran Bahasa Indonesia.
C. Rumusan Masalah
Rumusan masalah
dalam penelitian ini adalah Apakah Melalui
Pendekatan Kooperatif Tipe Student Teams Achievement Devisioans (STAD) dapat Mengptimalisasi Hasil Belajar Bahasa
Indonesia Materi Keterampilan Menulis Huruf Kapital Bagi Siswa Kelas IV SDN
Putat Basiun Pada Semester II Tahun
Pelajaran 2014/2015.
D. Tujuan
Penelitian
Tujuan dalam
penelitian ini adalah untuk Mengoptimalisasi Hasil Belajar
Bahasa Indonesia Materi Keterampilan Menulis Huruf Kapital Melalui Pendekatan
Kooperatif Tipe Student Teams Achievement Devisioans (STAD) Bagi Siswa
Kelas IV SDN Putat Basiun Pada Semester II
Tahun Pelajaran 2014/2015.
E. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat penelitian ini adalah
:
1. Bagi
siswa: dapat Mengoptimalisasi hasil belajar Bahasa Indonesia
Materi Keterampilan Menulis huruf Kapital.
2. Bagi
guru: akan menambah wawasan dalam
penggunaan Model-model pembelajaran terutama pendekatan kooperatif tipe STAD
3. Bagi sekolah bermanfaat sebagai dasar dalam
membuat kebijakan dan peningkatan mutu pendidik disekolah.
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang Masalah
Berdasarkan pengalaman mengajar sebagai guru kelas IV Tahun pelajaran 2013
/ 2014, Setiap kali pembelajaran Bahasa Indonesia maka
mayoritas siswa banyak yang belum mampu atau salah dalam penggunaan huruf
kapital ketika menulis surat, mengisi data, menjawab pertanyaan essai, membuat
pengumuman, serta membuat karangan dan pantun anak, Bahkan hasil belajar bahasa Indonesia pada aspek menulis
belum terlihat memuaskan dan nilai rapor kenaikan kelas dari kelas 3 naik ke kelas 4, rata-rata
nilai Bahasa Indonesia siswa adalah 6.3, Nilai rata-rata tersebut masih di
bawah Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yaitu 65.
Hal ini mungkin disebabkan karena guru
belum melakukan pembelajaran yang bervariasi sehingga hasil belajar rata rata
kelas berada dibawah KKM. Melihat kenyataan ini hendaknya guru memvariasi gaya
belajarnya dengan menerapkan Model-Model pembelajaran .
Dari uraian di atas penulis merasa
perlu untuk mengadakan Penelitian Tindakan Kelas dengan menerapkan Model
pembelajaran pendekatan kooperatif tipe Student Teams Achievement Devisioans
(STAD). Sehingga
diharapkan hasil belajar siswa lebih
Optimal karena keberhasilan belajar mutlak ditentukan
oleh guru itu sendiri dalam kemajuan proses belajar mengajar, Maka penelitian
ini saya beri judul “Optimalisasi Hasil Belajar Bahasa Indonesia Materi Keterampilan
Menulis Huruf Kapital Melalui Pendekatan Kooperatif Tipe Student Teams
Achievement Devisioans (STAD) Bagi Siswa Kelas IV SDN Putat Basiun Pada
Semester II Tahun Pelajaran 2014/2015”.
B. Identifikasi Masalah
Secara umum
pembelajaran Bahasa Indonesia hanya berpusat pada guru dan tidak melibatkan
kegiatan siswa secara aktif yang menyebabkan siswa menjadi bosan dan jenuh, gelisah, tidak
konsentrasi dalam belajar, keluar masuk kelas, bermain dan bercanda sehingga
mengakibatkan proses dalam pembelajaran bahasa Indonesia terbaikan. Ketidak optimalan dalam pembelajaran juga
disebabkan guru lebih cenderung menggunakan konsep yang ada dibuku teks
pelajaran bahkan dalam
pembelajaran bahasa Indonesia metode ceramah masih mendominasi sehingga
interaksi hanya berlangsung satu arah, siswa hanya menerima informasi tanpa ada
balikan, sementara yang aktif adalah guru, Padahal dalam pembelajaran yang
aktif dan kreatif seharusnya diperlukan komunikasi dua arah sehingga membuat
aktivitas siswa lebih meningkat.
Keadaan semacam
ini bila dibiarkan, maka akan mengakibatkan rendahnya kemampuan siswa dalam
menulis huruf kapital yang berimbas pada hasil belajar siswa yang tidak optimal
atau berada dibawah Kriteria Ketuntasan Minimum (KKM) dan akan berdampak pada
rendahnya kualitas pembelajaran Bahasa Indonesia.
C. Rumusan Masalah
Rumusan masalah
dalam penelitian ini adalah Apakah Melalui
Pendekatan Kooperatif Tipe Student Teams Achievement Devisioans (STAD) dapat Mengptimalisasi Hasil Belajar Bahasa
Indonesia Materi Keterampilan Menulis Huruf Kapital Bagi Siswa Kelas IV SDN
Putat Basiun Pada Semester II Tahun
Pelajaran 2014/2015.
D. Tujuan
Penelitian
Tujuan dalam
penelitian ini adalah untuk Mengoptimalisasi Hasil Belajar
Bahasa Indonesia Materi Keterampilan Menulis Huruf Kapital Melalui Pendekatan
Kooperatif Tipe Student Teams Achievement Devisioans (STAD) Bagi Siswa
Kelas IV SDN Putat Basiun Pada Semester II
Tahun Pelajaran 2014/2015.
E. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat penelitian ini adalah
:
1. Bagi
siswa: dapat Mengoptimalisasi hasil belajar Bahasa Indonesia
Materi Keterampilan Menulis huruf Kapital.
2. Bagi
guru: akan menambah wawasan dalam
penggunaan Model-model pembelajaran terutama pendekatan kooperatif tipe STAD
3. Bagi sekolah bermanfaat sebagai dasar dalam
membuat kebijakan dan peningkatan mutu pendidik disekolah.
PTK NUMBER CARD SDN PULAU KAMBANG AWAYAN
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Matematika merupakan salah
satu ilmu dasar yang mempunyai peranan yang cukup besar baik dalam kehidupan
sehari-hari maupun dalam pengembangan ilmu dan teknologi (Akib, 2001:143).
Menurut Soedjadi (Akib, 2001:143) dewasa ini matematika sering dipandang
sebagai bahasa ilmu, alat komunikasi antara ilmu dan ilmuwan serta merupakan
alat analisis. Dengan demikian matematika menempatkan diri sebagai sarana
strategis dalam mengembangkan kemampuan dan keterampilan intelektual.
Pendidikan matematika pada
jenjang pendidikan dasar mempunyai peranan yang sangat penting sebab jenjang
ini merupakan pondasi yang sangat menentukan dalam membentuk sikap, kecerdasan,
dan kepribadian anak. Karena itu Mendikbud Wardiman Djojonegoro dalam sambutannya
pada konferensi Matematika Asia Tenggara IV, mengemukakan bahwa pelajaran
matematika yang diberikan terutama pada jenjang pendidikan dasar dan menengah
dimaksudkan agar pada akhir setiap tahap pendidikan, peserta didik memiliki
kemampuan tertentu bagi kehidupan selanjutnya. Namun kenyataan menunjukkan
banyaknya keluhan dari murid tentang pelajaran matematika yang sulit, tidak
menarik, dan membosankan. Keluhan ini secara langsung maupun tidak langsung
akan sangat berpengaruh terhadap prestasi belajar matematika pada setiap
jenjang pendidikan.
Meskipun upaya untuk
mengatasi hasil belajar matematika yang rendah telah dilakukan oleh pemerintah.
Seperti penyempurnaan kurikulum, pengadaan buku paket, peningkatan pengetahuan
guru-guru melalui penataran, serta melakukan berbagai penelitian terhadap
faktor-faktor yang diduga mempengaruhi hasil belajar matematika. Namun
kenyataan menunjukkan bahwa hasil belajar matematika masih jauh dari yang
diharapkan. Sedangkan Usman Mulbar (Alwi, 2001:2) mengatakan bahwa pengajaran
matematika sulit diikuti oleh murid. Hal ini menunjukkan bahwa pengajaran
matematika disekolah hingga dewasa ini umumnya kurang berhasil.
Peserta didik yang berada pada sekolah dasar kelas satu,
dua, dan tiga berada pada rentangan usia dini. Pada usia tersebut seluruh aspek
perkembangan kecerdasan seperti IQ, EQ, dan SQ tumbuh dan berkembang sangat
luar biasa. Pada umumnya tingkat perkembangan masih melihat segala sesuatu
sebagai satu keutuhan (holistik) serta mampu memahami hubungan antara konsep secara
sederhana. Proses pembelajaran masih bergantung kepada objek-objek konkrit dan
pengalaman yang dialami secara langsung.
Perkembangan emosi anak usia 6-8 tahun antara lain anak
telah dapat mengekspresikan reaksi terhadap orang lain, telah dapat mengontrol
emosi, sudah mampu berpisah dengan orang tua dan telah mulai belajar tentang
benar dan salah. Untuk perkembangan kecerdasannya anak usia kelas awal SD
ditunjukkan dengan kemampuannya dalam mengelompokkan obyek, berminat terhadap
angka dan tulisan, meningkatnya perbendaharaan kata, senang berbicara, memahami
sebab akibat dan berkembangnya pemahaman terhadap ruang dan waktu.
Pernyataan di atas didukung oleh kenyataan di lapangan yang menunjukkan
bahwa prestasi belajar matematika murid SDN Pulau Kembang masih rendah dibuktikan dengan adanya siswa yang mengulang
(tidak naik kelas) pada tahun pelajaran 2009/2010.
Adanya pengulang
kelas disebabkan kemampuan berpikir anak-anak di sekolah dasar kelas dua masih
memandang sesuatu sebagai satu keutuhan yang hanya mampu memahami hubungan
antara konsep secara sederhana sehingga menuntut guru (pendidik) agar
memberikan materi secara berjenjang, urut, dan sistematis.
Pengalaman peneliti
pada tahun pelajaran 2009/2010 masih banyak siswa yang mengalami kesulitan belajar
terutama dalam membandingkan bilangan ratusan yang disebabkan kemampuan daya
ingat siswa dalam menyebutkan bilangan sampai 500 sehingga banyak kesulitan
belajar yang dialami seperti:
1.
Sering salah dalam menulis lambang bilangan.
2.
Tidak dapat mengenali bilangan besar atau bilangan kecil.
3.
Kesukaran mengurutkan bilangan dari yang terkecil
keterbesar atau sebaliknya.
Dari pengalaman ini
peneliti mencoba mencari akar penyebab dan cara mengatasi nya dengan menanamkan
pengertian operasi tersebut secara kongkrit, karena kita tahu bahwa anak sering
berpikir dari yang kongkrit baru ke abstrak.
Kenyataan diatas
juga terjadi di kelas II SDN Pulau Kembang tahun ajaran 2010/2011 dimana siswa
mengalami kesulitan dalam memahami cara membanding dua bilangan ratusan, padahal
dalam kehidupan sehari-hari anak sering mengalami sendiri perbandingan bilangan
terutama yang berjumlah ratusan seperti: uang Rp.100 lebih sedikit dari uang
Rp.500, harga kue di warung Rp.600 lebih mahal dari harga pentolan yang di jual
di halaman sekolah dengan harga Rp.200.
Disamping itu minat
belajar siswa terhadap pelajaran matematika menurun dibanding dengan mata
pelajaran lainnya.
Peter Kline,
dikutip oleh Gordon Dryden dan Jennetle Vos, (1999) bahwa ”Belajar akan efektif
jika dilakukan dalam suasana menyenangkan”. Memang harus diakui, bahwa apabila
siswa belajar dalam keadaan senang bahkan asyik, maka siswa akan
mengaktualisasikan dan mendayagunakan seluruh potensi yang dimilikinya secara
maksimal (Depdiknas: 2003). Kiranya
perlu diamati permasalahan mengenai kesulitan murid terhadap materi matematika,
khususnya materi matematika sekolah dasar, sesuai dengan materi yang tercantum
dalam standar isi 2006.
Dalam upaya membantu siswa untuk memahami cara membandingkan dua bilangan yang merupakan kelanjutan dalam
pembelajaran matematika dikelas dua
semester satu yaitu menyebutkan bilangan 1-500 diharapkan siswa memiliki kemampuan untuk mengenal konsep dan materi berikutnya di kelas tinggi.
Number Card (kartu bilangan)
yang penulis terapkan sebagai media pembelajaran matematika kelas rendah
khususnya kelas II Sekolah Dasar Negeri Pulau Kembang merupakan solusi yang
peneliti anggap paling tepat untuk mengatasi masalah tersebut, adapun penerapan dalam pengajaran tersebut siswa
dikenalkan dengan kartu yang bertuliskan angka-angka yang memang sudah tidak
asing lagi bagi mereka yaitu; 0-9, karena
pada dasarnya anak lebih tertarik dengan angka
dan hal-hal yang baru serta
yang berbentuk permainan sehingga dengan
menerapkan media kartu bilangan (number card) siswa akan termotivasi dan
terangsang dalam pembelajaran pemahamannya meningkat serta dapat berkesan lama
dalam diri siswa.
Secara umum, seorang guru dikatakan guru
yang professional, paling tidak harus menguasai dua hal: pertama, menguasai isi
materi atau ilmu pengetahuan yang di ajarkan atau yang menjadi tanggung
jawabnya. Kedua, menguasai cara mengajar dengan baik. Jika kedua hal ini telah
dikuasai oleh seorang guru dengan baik, diprediksi bahwa pendidikan atau proses
pembelajaran akan dapat berlangsung dengan kualitas yang baik. karena guru adalah orang yang paling tahu tentang segala
sesuatu yang terjadi dikelas oleh karena itu diperlukan suatu inovasi dalam tindakan
kelas untuk mencapai tujuan yang diharapkan, guru di anggap paling tepat melakukan inovasi tindakan
kelas karena guru mempunyai otonomi untuk menilai kinerjanya dan guru orang
yang paling akrab dengan kelasnya sehingga kegiatan inovatif yang bersifat
pengembangan mempersyaratkan guru mampu melakukan PTK (Penelitian Tindakan
Kelas).
B. Rumusan masalah
Untuk
meningkatkan pemahaman dan daya ingat siswa dalam proses belajar mengajar siswa
kelas II SDN Pulau Kembang Kecamatan Awayan maka di coba melalui pembelajaran
dengan menggunakan media kartu (Number Card) dan dengan adanya media diharapkan
siswa akan termotivasi dan terangsang dalam pembelajaran dan dapat berkesan
lama dalam diri siswa.
Berdasarkan
uraian latar belakang masalah, maka yang harus dipecahkan peneliti adalah: Apakah
penggunaan media kartu bilangan (Number card) dapat meningkatkan pemahaman
siswa dalam membandingkan dua bilangan ratusan dikelas II SDN Pulau Kembang?
C. Pemecahan Masalah
Masalah tersebut di atas dapat diatasi dengan cara menerapkan atau
menggunakan kartu-kartu bilangan. Teknik penggunaannya adalah dengan meminta
siswa maju kedepan secara bergiliran, kemudian guru mengacak atau mengocok
kartu bilangan, setelah dikocok kartu dibagikan kepada siswa, selanjutnya guru
memberi tugas untuk meletakkan/memasangkan masing-masing sebanyak 3 kartu
bilangan pada paku yang sudah terpasang di depan kelas, kemudian guru meminta
kepada siswa yang lain untuk maju kedepan dan memasangkan kartu-kartu yang
sudah di acak sebanyak 3 kartu pada paku yang berada disebelah paku teman nya
tadi. Selanjutnya guru meminta kepada
masing-masing siswa yang telah memasang kartu tadi untuk menyebutkan
nilai tempat ratusan, nilai tempat puluhan, dan nilai tempat satuan, kemudian
guru memberi kesempatan kepada 2 orang
siswa yang lain untuk mengambil masing-masing kartu yang berada pada tempat
ratusan yang selanjut nya membandingkan ke dua kartu tersebut mana yang lebih
besar, dan apabila angka ke dua kartu yang berada pada tempat ratusan mempunyai
nilai yang sama, maka siswa diminta untuk mengambil masing-masing kartu yang
berada pada tempat puluhan yang selanjutnya membandingkan kedua kartu tersebut
mana yang lebih besar. Apabila angka kartu tersebut memiliki nilai sama maka
siswa diminta mengambil dua kartu yang tersisa yang berada pada tempat puluhan
kemudian membandingkan kartu tersebut sampai siswa benar-benar bisa
membandingkan bilangan tersebut dengan menggunakan kartu bilangan. Penggunaan
media Number Card ini dilakukan selama proses belajar mengajar, dan yang
menjadi objek adalah - semua siswa kelas II SDN Pulau Kembang yang berjumlah 18
orang yang terdiri dari 7 orang laki laki dan 11 orang perempuan.
Adapun kartu-kartu tersebut dapat digambarkan sebagai
berikut:
Gambar 1: Kartu Bilangan
Misalnya: angka yang dibandingkan siswa adalah
432 dan 423, maka siswa diminta mengambil 2 kartu angka 4 dan meletakkannya
pada tempat ratusan, kemudian mengambil kartu yang bertuliskan angka 3 dan 2
untuk diletakkan pada tempat puluhan, setelah itu siswa diminta mengambil kartu
yang bertuliskan angka 2 dan 3 untuk diletakkan pada tempat satuan. Seperti
pada gambar berikut:
====================== =======================
Ratusan
Puluhan Satuan Ratusan
Puluhan Satuan
Besar Kecil
Gambar 2: Contoh penggunaan Kartu Bilangan
Pemilihan dan cara penggunaan media kartu ini adalah model kognitif
pemrosesan informasi daya ingat dan pemahaman.
Input yang diterima dari berbagai stimulus ditangkap oleh alat indra penglihat
(mata) yang dicatat pada pencatatan indra
(sensory regester). Informasi ini kemudian akan dimasukkan
kedalam ingatan jangka pendek dan diolah. Selanjutnya informasi akan disimpan
dalam ingatan jangka panjang. Agar informasi tersimpan dengan baik dalam
ingatan jangka panjang diperlukan banyak latihan. Proses penarikan pengeluaran
kembali informasi akan dilakukan apabila informasi tertentu diperlukan untuk
dikeluarkan dalam bentuk keluaran atau output. Kenyataan ini sesuai dengan
kata-kata mutiara yang diberikan oleh seorang filosof kenamaan dari cina,
Konfusius. Dia mengatakan:
Apa yang saya dengar, saya lupa
Apa yang saya lihat, saya ingat
Apa yang saya lakukan, saya paham
Sangat jelas bahwa otak manusia sangat
tergantung pada pengalaman.
D. Tujuan dan manfaat penelitian
1. Tujuan penelitian.
Secara umum tujuan yang diharapkan dalam
pelaksanaan penelitian tindakan kelas Ini adalah mengembangkan kemampuan guru
dalam menilai kinerjamya di kelas pada saat proses belajar mengajar dan dapat
meningkatkan kemampuan guru dalam mengelola kelasnya untuk tercapainya tujuan
pembelajaran, hubungan perkembangan
kemampuan guru dengan perkembangan sekolah sangatlah erat, sekolah tidak dapat
berkembang atau hanya sedikit sekali berkembang tanpa perkembangan guru, demikian
pula sebaliknya guru tidak akan berkembang tanpa perkembangan sekolah, sebab guru
yang bijak merasa wajib untuk mengenal anak didiknya dengan baik tanpa itu,amat
sulit bagi kita untuk membuat keputusan yang terkait dengan pembelajaran yang
akan kita pilih. Uraian berikut ini diambil dari Dot Walker (1995).
Secara
khusus penelitian ini bertujuan untuk menemukan strategi atau metode serta
media yang tepat dalam melakukan pembelajaran di kelas terutama pelajaran
matematika yang dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam proses belajar
mengajar di kelas.
Pada
rumusan masalah diatas dapat kita ambil tujuan dari penelitian ini adalah meningkatkan pemahaman siswa dalam proses
belajar mengajar dikelas II SDN Pulau Kembang dengan menggunakan media kartu
bilangan (Number card).
2. Manfaat penelitian
Secara umum penelitian tindakan kelas
ini dilaksanakan oleh guru pada proses belajar mengajar dalam meningkatkan
pemahaman dan memberi motivasi kepada siswa dalam membandingkan bilangan
melalui media kartu bilangan (Number card) diharapkan memberikan sumbangan yang
positif terhadap kemajuan guru dan sekolah, yang akan terlihat dari
termotivasinya siswa dalam pembelajaran dan siswa mudah memahami dan mengingat
apa yang telah di ajarkan oleh guru pada saat proses belajar mengajar dengan
disertai peningkatan kemampuan profesional guru, perbaikan proses dan hasil
belajar siswa, serta kondusifnya iklim pendidikan sekolah yang membawa
tejadinya peningkatan kualitas pendidikan.
Secara
khusus mamfaat dari penelitian ini :
2.1.Bagi Siswa
Diharapkan
bermanfaat sebagai variasi dalam kegiatan belajar melalui penggunaan media
kartu (Number Card) yang dapat memberikan pemahaman yang lebih cepat serta
pemerolehan nilai hasil belajar yang optimal.
2.2.
Bagi Guru
Sebagai pedoman untuk menetapkan kriteria media
yang harus dilakukan dalam proses belajar mengajar di kelas serta sebagai
pengalaman dan tambahan pengetahuan pemilihan media sebagai sarana aktvitas
belajar siswa sehingga dapat meningkatkan pemahaman dan motivasi belajar siswa.
2.3. Bagi Kepala Sekolah
Penelitian
tidakan ini dapat memberikan sumbangan dan pemikiran untuk meningkatkan kinerja
dalam membina guru yang menjadi tugas kepala sekolah untuk melakukan pengawasan dan pembinaan di
sekolahnya.
2.4.
Bagi pengawas Sekolah
Melakukan
penelitian tindakan sekolah ini dapat
meingkatkan kemampuan dan Keterampilan dalam melaksanakan tugas kepengawasan
disatuan pendidikan binaan.
BAB
II
TINJAUAN
PUSTAKA
A.
Kerangka Teori
1.
Pembelajaran matematika SD
Belajar
merupakan kegiatan sehari hari bagi siswa sekolah. Kegiatan belajar tersebut
ada juga yang dilakukan di sekolah, di rumah, dan ditempat lainnya. Kegiatan belajar
siswa ada yang tergolong dirancang dalam desain instruksional misalnya bila
siswa belajar ditempat-tempat tersebut untuk mengerjakan tugas-tugas belajar
sekolah. Disamping itu ada juga kegiatan belajar yang tidak termasuk rancangan
guru. Artinya, siswa siswa belajar karena keinginannya sendiri. Inilah yang di
sebut belajar karena motivasi diri.
Menurut
James.O Whittaker merumuskan dimana belajar sebagai proses dimana tingkahlaku
ditimbulkan atau pengalaman. Sedangkan Cronbach berpendapat bahwa learning is show by change in behavior as
result of experience. Belajar sebagai suatu aktivitas yang ditunjukan oleh
perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman.
Slameto
merumuskan pengertian belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan individu
untuk mempereroleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai
hasil pegalaman individu itu sendiri dan interaksi dengan lingkungannya.
Menurut
Harold speare “Learning is to observe, to read, to imitate, to try som thing
themselves, to listen, to follow direction”.
Artinya:
belajar adalah mengamati, membaca, meniru, mencoba sendiri, mendengar dan mengikuti arah.
Dari
beberapa pendapat tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa belajar adalah
serangkaian kegiatan jiwa raga untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku
sebagai hasil dari pengalaman individu dalam interaksi dengan linkungannya yang
menyangkut aspek kognitif, afektif dan psikomotorik.
Siswa
belajar karena didorong oleh kekuatan mentalnya. Kekuatan mental itu berupa
keinginan, perhatian, kemauan, atau cita-cita. Pembelajaran yang mempunyai
makna dan terus bisa diingat haruslah melibatkan pelajar secara aktif “otak
secara biologis telah diprogram untuk bisa mengingat informasi yang memiliki
muatan emosional yang kuat” (Wolfe 2001,88)
2.
Karakteristik
belajar Anak SD
Anak
belajar dengan cara yang berbeda dengan orang dewasa. Beberapa karakteristik
cara belajar anak itu antara lain (1) anak belajar melalui bermain; (2) anak
belajar dengan cara membangun pengetahuannya; (3) anak belajar secara alamiah,
dan (4) anak belajar paling baik jika yang dipelajarinya menyeluruh, bermakna,
menarik, dan fungsional. Bermain sebagai salah satu cara belajar anak memiliki
ciri-ciri simbolik, bermakna, aktif, menyenangkan, suka rela, ditentukan oleh
aturan, dan episodik. Para ahli teori konstruktivisme mempunyai pandangan
tentang cara belajar anak yaitu bahwa anak belajar dengan cara membangun
pengetahuannya melalui kegiatan mengeksplorasi objek-objek dan peristiwa yang
ada di lingkungannya dan melalui interaksi sosial dan pembelajaran dengan orang
dewasa. Lingkungan yang diciptakan secara kondusif akan mengundang anak untuk
belajar secara alamiah tanpa paksaan sehingga apa yang dipelajari anak dari
lingkungannya adalah hal-hal yang benar-benar bermakna, fungsional, menarik dan
bersifat menyeluruh. Sebab anak yang berusia antara 5 dan 7 tahun proses
pemikiran anak-anak mengalami perubahan penting (Siegler, 1998). ini adalah
periode peralihan dari tahap pemikiran praoperasional ke tahap operasi konkret.
3. Pentingnya Motivasi Dalam Belajar
Para
ahli psikologi mendefinisikan motivasi sebagai proses internal yang
mengaktifkan,menuntun,dan mempertahankan prilaku dari waktu ke waktu (murphy
& Alexander, 2000, Pintrich, 2003; Schunk, 2000; Stipek, 2002)
Menurut
Biggs dan Tefler (Dakir dkk, 2000:31) di antara motivasi belajar siswa ada yang
diperkuat dengan acara-acara pembelajaran. Motivasi instrumental, motivasi
social, dan motivasi berprestasi siswa yang rendah misalnya, dapat dikondisikan
secara bersyarat agar terjadi peran belajar lebih tinggi pada diri siswa.
Adapun acara-acara pembelajaran yang berpengaruh pada proses belajar dapat ditentukan
oleh guru. Beberapa kondisi eksternal yang berpengaruh pada belajar yang
penting dan dapat disiapkan/dirancang guru adalah: bahan pembelajaran, suasana
belajar, media dan sumber belajar, dan siswa yang belajar itu sendiri.
Siswa
yang sangat termotivasi untuk mempelajari sesuatu mempunyai kemungkinan yang
lebih besar daripada siswa lain yang dengan sadar merencanakan pembelajaran
mereka,melakukan rencana pembelajaran dan mengingat imformasi yang mereka
peroleh (Radosevich et al, 2004; Zimmerman, 2000). Motivasi ini dapat berasal dari
banyak sumber, salah satu adalah peniruan sesama (Zimmerman & Kitsantas,
2002). Sumber lainnya adalah penetapan sasaran, dimana siswa didorong untuk
menetapkan sasaran pembelajaran mereka sendiri. Sumber ketiga ialah umpan balik
yang memperlihatkan kepada siswa bahwa mereka melakukan kemajuan yang bagus ke
arah sasaran pembelajaran mereka, khususnya kalau umpan balik tersebut menekankan
upaya dan kemampuan siswa.
Motivasi
belajar sangat penting bagi siswa, motivasi belajar yang dimaksud adalah
sebagai berikut:
- Menyadarkan kedudukan pada awal belajar,
proses, dan hasil akhir.
- Menginformasikan tentang kekuatan usaha
belajar, yang dibandingkan dengan teman sebayanya.
- Mengarahkan kegiatan belajar.
- Membesarkan semangat belajar.
- Menyadarkan tentang adanya perjalanan belajar
dan kemudian bekerja yang berkesinambungan; individu dilatih untuk menggunakan
kekuatannya sedemikian rupa sehingga dapat berhasil.
B.
Media Pembelajaran Matematika
1. Pengertian Media Pembelajaran
Kata media berasal dari bahasa latin medius yang secara harfiah berarti
‘tengah’, perantara atau pengantar. Atau pengantar pesan dari pengirim kepada
penerima pesan.
Pendapat beberapa ahli tentang media
antara lain Hal ini pendapat Lesle J. Briggs (1979) yang
menyatakan bahwa media pembelajaran sebagai “the physical means of conveying
instructional content..book,films, videotapes, etc. Lebih jauh Briggs
menyatakan media adalah “alat untuk memberi perangsang bagi siswa supaya
terjadi proses belajar. Menurut Hamalik (1994)
media pembelajaran adalah segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan
pesan (bahan pembelajaran), sehingga dapat merangsang perhatian, minat, pikiran
dan perasaan si belajar dalam kegiatan belajar untuk mencapai tujuan
pembelajaran tertentu.
Sedangkan
mengenai efektifitas media, Brown (1970) menggaris bawahi bahwa media yang
digunakan guru atau siswa dengan baik dapat mempengaruhi efektifitas proses
belajar dan mengajar.
Jadi,
Media pembelajaran adalah segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan
pesan yang dapat merangsang pikiran, perasaan, gerakan dan temuan siswa sehingga dapat mendorong terjadinya
proses belajar pada diri siswa. Penggunaan media pembelajaran secara kreatif
akan memperbesar kemungkinan siswa untuk belajar lebih banyak dan membantu
terwujudnya tujuan pembelajaran yang kita harapkan.
Media
dapat memberikan pengalaman yang integral dari suatu yang konkrit sampai kepada
yang abstrak. sebuah film tentang suatu benda atau kejadian yang tidak dapat
dilihat secara langsung oleh siswa, akan dapat memberikan gambaran yang konkrit
tentang wujud, ukuran dan lokasi.
Selain itu,
kontribusi media pembelajaran menurut Kemp and Dayton (1985) bahwa penyampaian
pesan pembelajaran dapat lebih terstandar dan pembelajaran dapat lebih menarik
sebagai berikut :
a. Pembelajaran menjadi lebih interaktif
dengan menerapkan teori belajar.
b. Waktu pelaksanaan pembelajaran dapat
diperpendek.
c. Kualitas pembelajaran dapat ditingkatkan.
d. Proses pembelajaran dapat berlangsung
kapanpun dan dimanapun diperlukan.
e. Sikap positif siswa terhadap materi
pembelajaran serta proses pembelajaran dapat ditingkatkan.
f. Peran guru berubahan kearah yang positif.
2. Fungsi Media Pembelajaran
Fungsi
media pembelajaran khususnya dalam pelaksanaan proses belajar mengajar adalah
sebagai penyaji informasi serta untuk meningkatkan keserasian dalam penerimaan
informasi. Dalam hal-hal tertentu media juga berfungsi untuk mengatur
langkah-langkah kemajuan, serta memberi
umpan balik.
Selanjutnya dipertegas pendapat Syaiful Bahri Djamarah, (1995:153).
Fungsi media adalah :
a.
Media yang digunakan sebagai memperjelas dari keterangan
terhadap suatu bahan yang disampaikan.
b.
Media dapat memunculkan permasalahan untuk dikaji lebih
lanjut dan dipecahkan oleh para siswa dalam proses belajar mengajar.
c.
Media sebagai bahan konkrit berisikan bahan-bahan yang
harus dipelajari para siswa, baik individu maupun kelompok.
Kemudian Nana Sudjana (Djamarah, 1995:153) merumuskan
fungsi media pengajaran sebagai berikut :
a.
Sebagai alat bantu mewujudkan situasi belajar mengajar
yang efektif.
b.
Merupakan salah satu yang harus dikembangkan.
c.
Untuk melengkapi proses belajar supaya lebih menarik
perhatian siswa.
d.
Untuk mempercepat proses belajar mengajar dan membantu
siswa dalam menangkap materi yang diberikan guru.
e.
Untuk mempertinggi mutu belajar mengajar.
Pada
segi nilai nilai praktis media pembelajaran dapat berfungsi sebagai berikut:
- Media pembelajaran dapat mengatasi
keterbatasan pengalaman yang dimiliki oleh siswa.
- Media pembelajaran dapat melampaui batasan
ruang kelas.
- Media pembelajaran memungkinkan adanya
interaksi langsung antara siswa dan lingkungannya.
- Media pembelajaran menghasilkan
keseragaman pengamatan.
- Media pembelajaran dapat menanamkan
konsep dasar yang benar, konkrit dan realitas.
- Media pembelajaran membangkitkan
keinginan dan minat baru.
- Media pembelajaran membangkitkan
motivasi dan merangsang anak untuk belajar.
- Media memberikan pengalaman yang
integral dan menyeluruh dan yang konkrit
ke yang abstrak.
Meskipun
ada banyak macam media pembelajaran ,namun hanya sedikit sekali yang sering
digunakan dalam ruangan kelas oleh guru. Beberapa yang nampak
sering digunakan adalah Overhead Projector, Gambar, Model, dan Papan Tulis
serta buku atau bahan cetak lainya. Sedangkan media lain seperti Number Card
tidak pernah digunakan karena di anggap hal yang biasa saja, padahal media
tersebut bisa di kreasi dalam berbagai bentuk pembelajaran matematika, hal
inilah yang menjadi keinginan penulis untuk mengkreasi kartu bilangan tersebut
agar menjadi pembelajaran bermakna.
3. Macam-macam Media
Banyak cara
diungkapkan untuk mengindentifikasi media serta mengklasifikasi-kan
karakterisktik fisik, sifat, kompleksitas, ataupun klasifikasi menurut kontrol
pada pemakai. Namun demikian, secara umum media bercirikan tiga unsur pokok,
yaitu: suara, visual, dan gerak. Menurut Rudy Brets, ada 7 (tujuh) klasifikasi
media, yaitu:
a.
Media audio visual gerak, seperti: film suara, pita
video, film, tv.
b.
Media audio visual diam, seperti: film rangkai suara,
halaman suara.
c.
Audio semi gerak seperti: tulisan jauh bersuara.
d.
Media visual bergerak, seperti: film bisu.
e.
Media visual diam, seperti: halaman cetak, foto,
microphone, slide bisu.
f.
Media audio, seperti: radio, telepon, pita audio.
g.
Media cetak, seperti: buku, modul, bahan ajar mandiri.
Lebih lanjut
Schramm, mengelompokan media dengan membedakan antara media rumit mahal (big
media) dan media sederhana murah (little media). Kategori big media,
antara lain: komputer, film, slide, progran video. Sedangkan little media
antara lain: gambar, realia sederhana, sketsa, dsb.
3.1.Gambar/foto
Media grafis paling umum
digunakan dalam PBM, karena merupakan bahasa yang umum dan dapat mudah
dimengerti oleh peserta didik. Kemudahan mencerna media grafis karena sifatnya
visual konkrit menampilkan objek sesuai dengan bentuk dan wujud aslinya
sehingga tidak verbalistik.
Kelebihan media ini ialah:
a. Sifatnya
kongkrit, lebih realistik dibandingkan dengan media verbal.
b. Dapat
memperjelas suatu masalah dalam bidang apa saja, baik untuk usia muda maupun tua.
c.Murah harganya
dan tidak memerlukan peralatan khusus dalam penyampaiannya.
Kelemahannya:
a. Gambar/foto
hanya menekankan persepsi indera mata.
b. Ukurannya sangat
terbatas untuk kelompok besar.
3.2.Bagan.
Bagan merupakan
media yang berisi tentang gambar-gambar keterangan-keterangan, daftar-daftar
dan sebagainya. Bagan digunakan untuk memperagakan pokok-pokok isi bagan secara
jelas dan sederhana antara lain: Perkembangan, Perbandingan, Struktur,
Organisasi. Jenis – jenis media bagan antara lain: Tree chart, Flow chart
3.3.Papan
Tulis/White Board
Salah satu
media penyajian untuk PBM yang sering digunakan adalah: “papan tulis, dan white
board”. Kedua media ini dapat dipakai untuk penyajian: tulisan-tulisan,
sket-sket gambar-gambar dengan menggunakan kapur/spidol white board baik yang
berwarna ataupun tidak berwarna. Maksud dari warna tersebut adalah agar
tulisan: lebih jelas, menarik dan dapat berkesan bagi peserta yang akan
menerimanya.
Syarat-syarat
papan tulis yang baik adalah:
a. Papan
tulis harus buram, tidak boleh licin atau mengkilat.
b. Warna
dasar papan tulis harus lebih gelap dari alat tulis yang dipakai.
c. Warna
dasar white board putih.
d. Ukuran
yang ideal adalah 90 x 120 cm atau 90 x 200 cm.
e. Untuk
penggunaan papan tulis atau white board diperlukan perhatian yaitu: Tulisa/gambar
dipapan harus jelas dan bersih, Hindari agar papan tulis tidak terlalu penuh
dengan tulisan atau gambar-gambar sehingga sulit untuk dimengerti peserta,
Hapuskan tulisan/gambar tidak diperlukan lagi, Tinggalkan papan tulis dalam
keadaan bersih.
3.4.Papan Flanel
Papan flanel
adalah media visual yang efektif untuk menyajikan pesan-pesan tertentu kepada
sasaran didik. Papan berlapis kain flanel ini dapat dilipat sehingga praktis.
Gambar-gambar yang akan disajikan dapat dipasang dan dilepas dengan mudah, sehingga
dapat dipakai berkali-kali. Selain untuk menempel gambar-gambar, dapat pula
dipakai menempelkan huruf dan angka-angka.
Kelemahan Papan Flanel.
a. Walaupun bahan
flanel dapat menempel pada sesamanya, tetapi hal ini tidak menjamin pada “bahan
yang berat”, karena dapat lepas bila ditempelkan.
b. Bila terkena
angin sedikit saja, bahan yang ditempel pada papan flanel tersebut akan
berhamburan jatuh.
Kelebihannya:
a. Karena
kesederhanaan papan flanel dapat dibuat sendiri oleh guru.
b. Dapat dipersiapkan
terlebih dahulu dengan teliti.
c. Dapat memusatkan
perhartian siswa terhadap suatu masalah yang
dibicarakan.
d.Dapat menghemat
waktu pembelajaran karena segala sesuatunya sudah dipersiapkan dan peserta
didik dapat melihat sendiri secara langsung.
3.5.Flip
Chart
Peta/flip
cahrt adalah: lembaran kertas yang berisikan bahan pelajaran, yang tersusun
rapi dan baik. Penggunaan ini adalah salah satu cara guru dalam menghemat
waktunya untuk menulis di papan tulis. Lembaran kertas yang sama ukurannya dijilid
jadi satu secara baik agar lebih bersih dan baik. Penyajian informasi ini dapat
berupa: Gambar-gambar, Huruf-huruf, Diagram, dan Angka-angka.
3.6.Gambar
Mati Yang Diproyeksikan
Dengan
menggunakan proyektor, informasi yang akan disampaikan dapat diproyeksikan ke
layar, sehingga informasi berupa: tulisan, gambar, bagan dll akan menjadi lebih
besar dan lebih jelas dilihat oleh siswa. Penggunaan media proyeksi ini lebih
menguntungkan, sebab indera pendengaran dan penglihatan akan sama-sama diaktifkan
melalui sebuah media transparansi yang telah disiapkan. Yang dimaksud dengan
gambar mati (still picture) adalah berupa: gambar, foto, diagram, tabel,
ilustrasi dll, baik berwarna ataupun hitam putih yang relatif berukuran kecil,
agar gambar tersebut dapat dilihat atau disaksikan dengan jelas oleh seluruh
siswa di dalam kelas dengan jalan diproyeksikan ke suatu layar (screen).
Pada
dasarnya OHP/OHT berguna untuk memproyeksikan transparan ke arah layar yang
jaraknya relatip pendek, dengan hasil gambar/tulisan yang cukup besar.
Proyektor ini direncanakan dibuat untuk dapat digunakan oleh guru di depan
kelas dengan penerangan yang normal, sehingga tetap terjadi komunikasi antara
guru dengan siswa.
OHP/OHT
secara umum digunakan untuk:
a.
Pengganti papan tulis dengan menggunakan pen khusus yang dituliskan pada lembaran
transparan/plastik (acetate) atau gulungan transparan (scroll).
b.Tempat
menunjukkan/memproyeksikan transparan yang telah disiapkan sebelumnya.
c. Tempat
menunjukkan bayangan (silhoutte) suatu benda.
d. Tempat
menunjukkan model-model barang kecil baik dalam bentuk gerak atau diam.
e. Untuk
mendemonstrasikan suatu percobaan.
4. Media Kartu (Number card)
4.1.Pengertian Media kartu
Number
card adalah media yang bererbentuk seperti kartu yang bertulis lambang bilangan
dari 0-9 untuk menyampaikan pesan tertentu, dan juga mampu untuk mempengaruhi
dan memotivasi siswa dalam proses belajar mengajar, media kartu (Number card)
ini dapat dibuat dari kertas atau karton yang ukuranya sesuai kebutuhan yaitu
agar seluruh siswa yang ada dikelas dapat melihatnya.
Media
kartu (Number card) adalah media yang menampilkan lambang bilangan dari nol
sampai dengan sembilan dan ditampilkan dalam tiga baris, diharapkan siswa dapat
termotivasi dalam pembelajaran dan memudahkan siswa dalam mengenal bilangan
sampai 500 dan dengan bantuan kartu ini siswa dapat membandingkan dua bilangan
ratusan ( mana bilangan yang besar dan mana bilangan yang kecil).
Biaya
yang akan dikeluarkan dalam pemanfaatan media pembelajaran tentunya harus
seimbang dengan hasil yang akan dicapai. Pemanfaatan media yang sederhana mungkin
lebih menguntungkan daripada menggunakan media canggih bilamana hasil yang
dicapai tidak sebanding dengan dana yang dikeluarkan.
4.2.Pembelajaran
dengan media Number card
Number
card adalah suatu media yang digunakan dalam pembelajaran matematika,terututama
dikelas rendah (anak usia 5-7 tahun).
Pada
praktek pembelajaran matematika di kelas dengan menggunakan media Number card, penyajian materi
menekankan pada aspek pemahaman, ingatan, dan pengulangan. Oleh karena itu
diperlukan ingatan tentang bilangan yang sudah di ajarkan di kelas satu dan
dikelas dua (bilangan 1 sampai 500). Penyajian pelajaran dengan media ini dapat
membantu guru dalam mengembangkan keahlian memilih media dalam proses
pembelajaran, karena metode ini berorientasi dan berpusat pada guru dalam
memberikan materi pembelajaran. Sedangkan siswa sering tidak menggunakan buku
pelajaran dalam tahap dasar (awal pembelajaran), karena pada penggunaan metode
ini yang penting bagi siswa adalah kemampuan mengenal dan mengigat, apalagi setelah
mereka mengenal dan mengingat lambang bilangan yang sudah di ajarkan dikelas
satu, maka akan mudah bagi seorang guru untuk melanjutkan ke materi berikutnya.
Bentuk
teknik latihan menggunakan media Number card yaitu dengan dipandu guru siswa
diminta meletakkan lambang-lambang bilangan (kartu) pada paku yang sudah
tersedia. kemudian siswa membanding angka yang besar dan yang kecil dimulai
dari ratusan, apabila ratusannya sama, baru siswa di minta membanding
puluhannya, dan apabila puluhannya sama, barulah siswa diminta membandingkan
satuannya, dan apabila satuannya sama, maka siswa boleh mengambil kesimpulan
bahwa bilangan itu sama banyak. Kemudian diteruskan dengan memberi tanda < , > dan = atau dengan memberi pernyataan “lebih dari, kurang
dari, dan sama banyak.”
C.
Kerangka
Berpikir dan Hipotesis Tindakan
1.
Kerangka
Berpikir.
Matematika
merupakan mata pelajaran yang disampaikan disetiap tingkat pendidikan yang diajarkan
secara bertahap sesuai dengan perkembangan mental dan intelektual anak. Untuk
itu peneliti mempunyai pola berpikir penelitian dengan penyampaian materi
membanding dua bilangan ratusan, pemberian soal dengan langkah – langkah
penyelesaian soal dengan media kartu bilangan.
Dunia anak-anak
adalah bermain dan suka kepada hal-hal yang baru karena keduanya merupakan satu
kegiatan yang sangat disukai anak. Dengan demikian akan dapat menumbuhkan
kreativitas, juga bisa sebagai media untuk mengeksplorasi keinginan dan
cita-cita yang diidam-idamkan anak, keadaan seperti ini dapat digunakan sebagai
wahana untuk mentransfer ilmu pengetahuan sehingga dapat menimbulkan semangat
dan motivasi. Dalam pembelajaran di Sekolah Dasar yang dihadapi guru adalah
anak-anak dengan berbagai karakter dan keingintahuannya terhadap sesuatu yang
baru sangat tinggi. Sebagai pengajar guru diharapkan dapat mengemas
pembelajaran yang aktif, kreatif, efektif, dan menyenangkan dan diharapkan
pembelajaran yang berlangsung akan dapat menghasilkan proses yang berkualitas.
Proses
pembelajaran dikelas rendah mempunyai tujuan, yaitu berfikir kritis,
kreatif, dan bermakna
serta dapat mengembangkan kemampuan mengambil kesimpulan yang masuk akal dari
pengamatan. Untuk
mencapai tujuan tersebut guru sebaiknya menggunakan pembelajaran yang banyak
melibatkan siswa secara aktif dalam belajar, sehingga pembelajaran tidak hanya
bersumber dari guru semata.
Pembelajaran matematika salah satu pembelajaran yang dianggap siswa paling
menakutkan dibandingkan dengan pelajaran yang lain dibuktikan dengan banyaknya
keluhan dari murid tentang pelajaran matematika yang sulit untuk dipahami, dan
terkadang membosankan, oleh karena itu
peniliti mencoba memilih media yang dapat melibatkan siswa secara aktif dalam
pembelajaran, sesuai dengan tarap berpikir anak dan menyenangkan bagi mereka.
Siswa diajak untuk memahami konsep-konsep pembelajaran melalui latihan, pengalaman langsung, saling bekerja sama dalam
menyelesaikan permasalahan yang ada, dan mau mendengarkan serta menghargai
pendapat orang lain. Dengan demikian media
kartu diharapkan dapat meningkatkan hasil belajar matematika siswa kelas II SDN Pulau Kembang.
2. Hipotesis Tindakan
Berdasarkan dari kajian pustaka atau
teoritik sebagaimana diuraikan di atas, maka dapat dirumuskan hipotesis dalam
penelitian tindakan kelas ini sebagai berikut:” Dengan diterapkan media kartu
bilangan, dapat meningkatkan pemahaman dalam membanding dua bilangan ratusan
siswa kelas II SDN Pulau Kembang”.
BAB
III
METODE
PENELITIAN
A.
Desain Penelitian
Sebagaimana
telah dikemukakan bahwa cara mencari kebenaran yang dipandang ilmiah adalah
melalui metode penelitian. Cara tersebut memungkinkan ditemukannya kebenaran
yang obyektif karena dibentengi dengan fakta-fakta sebagai bukti tentang adanya
sesuatu dan mengapa adanya demikian atau apa sebab adanya demikian. Penelitian
dapat dilakukan dengan baik terhadap ilmu manapun terhadap praktik pendidikan.
Ada tujuh karakteristik penelitian pendidikan menurut Mc Millan dan Schumacher
(2001: 11-13), yaitu: (1) Objectivity (objektivitas); (2) Precision (ketepatan);
(3) Verification (verifikasi); (4) Parsimonious explanation (Penjelasan
ringkas); (5) Empiricism (empiris); (6) Logical reasoning (pendapat
logis); dan (7) Conditional conclutions (kesimpulan kondisional).
Karakteristik penelitian pendidikan tersebut, secara singkat akan dijelaskan
sebagai berikut:
a. Objektivitas.
Penelitian harus memiliki
objektivitas (objectivity) baik dalam karakteristik maupun prosedurnya.
Objektivitas dicapai melalui keterbukaan, terhindar dari bias dan
subjektivitas. Dalam prosedurnya, penelitian menggunakan teknik pengumpulan dan
analisis data yang memungkinkan dibuat interpretasi yang dapat
dipertanggungjawabkan. Objektivitas juga menunjukkan kualitas data yang
dihasilkan dari prosedur yang digunakan yang dikontrol dari bias dan
subjektivitas.
b. Ketepatan. Penelitian
juga harus memiliki tingkat ketepatan (precision), secara teknis
instrumen pengumpulan datanya harus memiliki validitas dan reliabilitas yang memadai,
desain penelitian, pengambilan sampel dan teknik analisisnya tepat. Dalam
penelitian kualitatif, hasilnya dapat diulang dan diperluas, dalam penelitian
kualitatif memiliki sifat reflektif dan tingkat komparasi yang konstan.
c.
Verifikasi. Penelitian dapat diverifikasi, dalam
arti dikonfirmasikan, direvisi dan diulang dengan cara yang sama atau berbeda.
Verifikasi dalam penelitian kualitatif berbeda dengan kuantitatif. Penelitian
kualitatif memberikan interpretasi deskriptif, verifikasi berupa perluasan,
pengembangan tetapi bukan pengulangan. Verifikasi juga bermakna memberikan
sumbangan kepada ilmu atau studi lain.
d.
Penjelasan Ringkas. Penelitian
mencoba memberikan penjelasan tentang hubungan antar fenomena dan
menyederhanakannya menjadi penjelasan yang ringkas. Tujuan akhir dari suatu
penelitian adalah mereduksi realita yang kompleks kedalam penjelasan yang
singkat. Dalam penelitian kualitatif penjelasan singkat tersebut berbentuk
generalisasi, tetapi dalam penelitian kualitatif berbentuk deskripsi tentang
hal-hal yang essensial atau pokok.
e.
Empiris. Penelitian ditandai oleh sikap dan
pendekatan empiris yang kuat. Secara umum empiris berarti berdasarkan
pengalaman praktis. Dalam penelitian empiris kesimpulan didasarkan atas
kenyataan-kenyataan yang diperoleh dengan menggunakan metode penelitian yang
sistematik, bukan berdasarkan pendapat atau kekuasaan. Sikap empiris umumnya
menuntut penghilangan pengalaman dan sikap pribadi. Kritis dalam penelitian
berarti membuat interpretasi berdasarkan pada kenyataan dan nalar yang
didasarkan atas kenyataan-kenyataan (evidensi). Evidensi adalah data yang
diperoleh dari penelitian, berdasarkan hasil analisis data tersebut
interpretasi dibuat. Angka, print out, catatan lapangan,rekaman wawancara
artifak dan dokumen sejarah adalah data dalam penelitian.
f.
Penalaran Logis. Semua
kegiatan penelitian menuntut penalaran logis. Penalaran merupakan proses
berpikir, menggunakan prinsip-prinsip logika deduktif dan induktif. Penalaran
deduktif, penarik kesimpulan dari umum ke khusus. Dalam penalaran deduktif,
bila premisnya benar, maka kesimpulan otomatis benar. Logika deduktif dapat
mengidentifikasi hubungan-hubungan baru dalam pengetahuan (prinsip, kaidah)
yang ada. Dalam penalaran induktif, peneliti menarik kesimpulan berdasarkan
hasil sejumlah pengamatan kasus-kasus (individual, situasi, peristiwa), kemudian
peneliti membuat kesimpulan yang bersifat umum. Kesimpulan dibatasi oleh jumlah
dan karakteristik dari kasus yang diamati.
Jenis penelitian
yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas (Classroom
Action Research) yaitu kajian yang bersifat reflektif untuk meningkatkan
pemantapan rasional, memperdalam pemahaman, serta memperbaiki kondisi kegiatan
pembelajaran di kelas. yang pertama
kali diperkenalkan oleh ahli psikologi sosial Amerika yang bernama Kurt Lewin
pada tahun 1946 (Wibawa, 2003:6). Menurut John Elliot (1982) yang dimaksud
penelitian tindakan kelas ialah kajian tentang situasi sosial dengan maksud
untuk meningkatkan kualitas tindakan didalamnya, seluruh prosesnya ditelaah,
diagnosis, perencanaan, pelaksanaan, pemantauan, dan pengaruhnya menciptakan
hubungan yang diperlukan antara evaluasi diri dari perkembangan propesional (Wibawa,
2003:7).
Penelitian tindakan
kelas adalah suatu bentuk kajian bersifat refliktif oleh pelaku tindakan yang
dilakukan dalam melaksanakan tugas, memperdalam pemahaman terhadap
tindakan-tindakan yang dilakukannya, serta memperbaiki kondisi dimana
praktik-praktik tersebut dilaksanakan (Suwarsih, 2007:14) Dimana tujuan dari
penelitian tindakan kelas antara lain untuk perbaikan dan peningkatan proses
pembelajaran berkesinambungan (Wibawa, 2003:7).
Ada berbagai model penelitian tindakan
yang dapat dilihat sebagai model penelitian tindakan kelas. Model-model tersebut
antara lain model Kemma menggunakan
sistem spiral refleksi diri yang dimulai dari rencana, tindakan, pengamatan,
refleksi dan perencanaan kembali. Alur kerja spiral reflektif ini kemudian
dikenal dengan istilah siklus penelitian tindakan kelas. Alur kerja penelitian
tindakan kelas model spiral (Kemma dan Taggart: 1988) dilukiskan sebagai
berikut:
Siklus I: 1.Rencana bersama
4.Refleksi 2.Proses pembelajaran
(action)
3.Observasi
(hasil
pengamatan)
Siklus II: 1.Rencana perbaikan
4.Refleksi 2.Proses
pembelajaran (action perbaikan)
3.Observasi
(pengamatan)
Gambar
3: Alur siklus PTK
Semua tahapan pada siklus diatas
merupakan satu siklus atau daur, oleh karena itu setiap tahap akan berulang
kembali. Langkah-langkah tersebut merupakan langkah yang berurutan, artinya
langkah pertama harus dikerjakan lebih dahulu sebelum langkah kedua dilaksanakan,
demikian seterusnya. Oleh karena itu setiap tahap akan berulang kembali. Merencanakan
dan melakukan tindakan dilakukan dengan langkah utama yaitu:
1.Mengidentifikasi masalah
2.Menganalisis dan
merumuskan masalah
3.Merencanakan
PTK,serta
4.Melaksanakan
PTK
B.
Setting Penelitian
Penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan
di SDN Pulau Kembang Kecamatan Awayan Kabupaten Balangan. Subjek penelitian
adalah siswa kelas II yang berjumlah 18 orang yang terdiri dari: 7 orang
laki-laki dan 11 orang perempuan dengan kecerdasan dan kemampuan berbeda-beda,
permasalahan dalam penelitian ini adalah rendahnya hasil belajar matematika
siswa khususnya dalam membandingkan dua bilangan ratusan. Untuk itu
direncanakan tindakan kelas dengan menggunakan Number Card yang diharapkan
dapat membantu siswa meningkatkan pemahaman dan hasil belajar. Dalam
pelaksanaan ini semua siswa hadir dan mengikuti kegiatan belajar mengajar sebagai
bagian dari pelaksanaan Penelitian Tindakan Kelas.
C.
Faktor yang diteliti
Penelitian tindakan kelas ini ditujukan
kepada siswa kelas II SDN Pulau Kembang Kecamatan Awayan Kabupaten Balangan,
untuk mengetahui sejauh mana penggunaan media Number Card dapat meningkatkan
pemahaman dan daya ingat siswa dalam membandingkan dua bilangan ratusan.
Apa
saja faktor –faktor yang ingin diteliti dalam tindakan kelas ini ?
Untuk dapat menjawab permasalahan tersebut di atas,
ada beberapa faktor yang diselidiki. Faktor-faktor tersebut adalah sebagai
berikut:
- Faktor
siswa: kita lihat tingkat kemampuan hasil belajar siswa kelas II SDN Pulau
Kembang sangat rendah yang dilihat
dari hasil tes tertulis.
- Faktor
guru: melihat cara guru dalam merencanakan pembelajaran, bagaimana
pelaksanaannya di dalam kelas apakah sudah menggunakan strategi yang tepat
dalam kegiatan pembelajaran, pemberian latihan soal-soal secara individu
yang cukup dengan menggunakan lembar observasi.
- Faktor
hasil belajar yaitu pengukuran hasil belajar siswa setelah pembelajaran
dilaksanakan melalui test proses dan test akhir yang dilakukan secara
tertulis, Adapun aspek yang dinilai guru yaitu kemampuan memahami dalam
membandingkan dua bilangan ratusan.
D.
Skenario Tindakan
Penelitian Tindakan Kelas ini
direncanakan akan dilaksanakan dalam beberapa siklus, tergantung seberapa lama
indikator keberhasilan dapat dicapai.
Tiap
siklus dalam penelitian ini dibagi dalam dua kali pertemuan.Selanjutnya
dilaksanakan dengan tahapan sebagai berikut :
Siklus
I (Pertama)
- Pertemuan
pertama (rencana pembelajaran 1)
Siswa
diingatkan kembali bilangan 0-9 yang selanjutnya meminta siswa mengelompokkan
dan membandingkan bilangan tersebut.
2. Pertemuan kedua
(rencana pembelajaran 2)
Siswa
diingatkan kembali bilangan sampai 500 yang selanjutnya meminta siswa
membandingkan bilangan tersebut.
Siklus II
(Kedua)
- Pertemuan
pertama (rencana pembelajaran 3)
Siswa diingatkan kembali
bilangan sampai 500 serta menyebutkan bilangan satuan puluhan dan ratusan yang
selanjutnya meminta siswa membandingkan bilangan tersebut.
- Pertemuan
kedua (rencana pembelajaran 4)
Siswa diingatkan kembali
bilangan sampai 500 serta menyebutkan bilangan satuan, puluhan, dan ratusan dengan
menggunakan media kartu bilangan yang selanjutnya meminta siswa membandingkan
bilangan tersebut guru sebagai fasilitator dan siswa yang lebih aktif.
Berdasarkan hasil observasi
pembelajaran, dapat diuraikan refleksi awal sebagai berikut:
1. Para siswa telah
memiliki pengetahuan dasar tentang bilangan
2. Para siswa kelas II belum
diajak belajar aktif dalam pembelajaran karena guru hanya menyampaikan materi
berdasarkan bahan ajar .
1. Tahap Perencanaan
Pada siklus I
didahului dengan perencanaan meliputi:
a. Menyusun rencana pembelajara tentang bilangan
cacah dengan cara mengelompokkan dan membandingkan kelompok besar dan kelompok
kecil.
b.
Membuat lembar observasi tentang aktivitas guru dalam mengelola
pembelajaran dan aktivitas siswa pada saat proses pembelajara serta cara pemberian
skornya.
c.
Merancang kegiatan pembelajaran tersebut, termasuk
didalamnya menyusun Tes selama proses pembelajaran dan tes hasil belajar yang
menjadi satu kesatuan dengan Rencana Pembelajaran (RPP)
2.
Tahap Pelaksanaan
Adapun tahap pelaksanaan siklus I meliputi:
a.
Siswa diberi tugas menyebutkan bilangan sampai 500
sebelum materi tersebut dibahas
di kelas.
b.
Diawal
pertemuan guru melakukan appersepsi agar siswa tertarik dengan materi yang akan
dipelajari, menyampaikan tujuan pembelajaran dan metode yang digunakan.
c. Guru menyampaikan
materi secara singkat dan memberikan contoh soal dan penyelesaiannya dengan
menggunakan kartu bilangan misalnya: Pak Aman mempunyai buah kelapa sebanyak 20
biji dan mempunyai 50 buah biji pinang
d. Meminta siswa
meletakkan satu kartu pada tempat puluhan dan satu kartu pada tempat satuan
sesuai dengan jumlah buah kelapa dan buah pinang.
e. Memberi penjelasan
cara membandingkan dua bilangan tersebut dengan menggunakan media kartu
bilangan.
f. Kemudian meminta
siswa untuk membandingkan bilangan tersebut dengan memberi tanda <, >
atau =
g. Memberikan
kesempatan kepada siswa secara acak untuk menyelesaikan soal yang diberikan.
h. Membimbing dan
mengarahkan siswa yang mengalami kesulitan pada proses pembelajaran.
i.
Pemberian
tugas secara individual.
j.
Menyimpulkan
hasil pembelajaran.
3. Tahap observasi
Kegiatan pada tahap ini adalah sebagai berikut:
a.
Observasi
terhadap aktivitas guru dalam pengelolaan pembelajaran dan aktivitas siswa selama proses pembelajaran dengan lembar
observasi.
b. Penguasaan materi
diperoleh dari tes selama proses pembelajaran berupa kemampuan siswa dalam
mengerjakan soal pre tes dan post tes. Seluruh
data dicatat untuk dijadikan bahan pertimbangan untuk tindakan berikutnya.
4.
Evaluasi Tindakan dan Refleksi Akhir
Hasil
yang diperoleh pada tahap observasi dikumpulkan dan dianalisis pada tahap ini
dan menjadi pertimbangan untuk memasuki siklus 2 Pertimbangan yang digunakan jika
salah satu komponen dibawah ini belum terpenuhi yaitu:
a. hasil belajar siswa secara individu
mencapai ketuntasan ≥ 70 dan ketuntasan klasikal jika ≥ 85 % dari keseluruhan
siswa mencapai ketuntasan Individual.
b. Aktivitas siswa lebih aktif dan guru mengurangi
peranannya dalam proses pembelajaran.
E.
Prosedur Pelaksanaan Penelitian Siklus II
1.
Tahap Perencanaa
Pada siklus 2 didahului dengan perencanaan yang meliputi:
a. Menyusun rencana
pelaksanaan pembelajaran (RPP) tentang membandingkan bilangan sampai 500.
b. Membuat lembar observasi aktivitas guru
dalam mengelola kelas dan aktivitas siswa saat proses pembelajaran dan cara
pemberian skornya.
c. Merancang kegiatan pembelajaran dengan
menggunakan media kartu bilangan, termasuk menyusun tes selama proses pembelajaran
dan tes hasil belajar yang menjadi satu kesatuan dengan rencana pelaksanaan
pembelajaran (RPP).
2. Tahap pelaksanaan
Tindakan yang
dilakukan pada siklus 2 adalah sebagai berikut:
a. Guru menyampaikan tujuan dan informasi
materi pembelajaran diiringi dengan memotivasi siswa.
b. Guru menyampaikan
materi pembelajaran secara singkat dan memberikan contoh soal: Nomor
induk Rini adalah 967. Nomor induk Ami adalah 961.
Nomor
induk siapakah yang lebih besar?
c.
Meminta siswa untuk meletakkan kartu bilangan yaitu angka
9 berada pada tempat ratusan angka 6 pada tempat puluhan dan angka 7,1 pada
tempat satuan.
d.
Terlebih dahulu siswa membandingkan kartu bilangan yang
berada pada tempat ratusan kemudian puluhan.
e.
Meminta siswa membandingkan bilangan tersebut.
f.
Kemudian membandingkan satuannya.
g.
Menyebutkan mana bilangan yang lebih besar dan mana yang
lebih kecil.
h.
Meminta siswa meletakkan tanda <, > atau = diantara
dua bilangan tersebut.
i.
Memberikan kesempatan kepada siswa secara acak untuk
menyelesaikan soal yang diberikan.
j.
Membimbing dan memotivasi siswa yang mengalami kesulitan
pada saat pembelajaran berlangsung.
k. Pemberian tugas individu.
l. menyimpulkan hasil pembelajaran.
3. Tahap Observasi
Kegiatan
pada tahap ini adalah sebagai berikut:
a.
|
Observasi terhadap aktivitas guru dalam
pengelolaan pembelajaran dan aktivitas
siswa selama proses pembelajaran dengan lembar observasi.
b.
Penguasaan materi diperoleh dari tes selama proses
pembelajaran berupa kemampuan siswa
dalam mengerjakan soal pre tes dan post tes. Seluruh data dicatat untuk
dianalisis.
4.
Evaluasi Tindakan dan Refleksi Akhir
Hasil yang
diperoleh pada tahap observasi dikumpulkan dan dianalisis pada tahap ini dan
menjadi pertimbangan untuk menjawab tujuan penelitian
yang telah dirumuskan.
F.
Data-data dan Alat penggali data
1.
Sumber
data : sumber data penelitian ini
adalah siswa dan penelitian.
2.
Jenis
data : a. hasil belajar siswa.
b. lembar observasi.
3. Cara
pengambilan data :
3.1.Observasi langsung
Observasi dilakukan untuk memperoleh
gambaran tentang aktivitas saat proses pembelajaran berlangsung. Observasi
difukoskan pada aktivitas belajar siswa dan guru. Instrumen yang digunakan
adalah lembar observasi.
3.2. Tes
Instrumen tes digunakan
untuk memperoleh data mengenai hasil belajar siswa. Pada pertemuan pertama
dilakukan tes awal untuk mengetahui skor dasar siswa, selanjutnya diadakan kuis
setiap akhir pertemuan untuk mengetahui kemampuan penguasaan materi siswa
setelah mengikuti proses pembelajaran. Penyusunan instrumen tes memperhatikan
beberapa hal, yaitu:
a. Soal sesuai dengan kurikulum KTSP
b. Penilaian dilhat
dari ranah kognitif pada asfek pemahaman dan penilaian.
c. Butir
– butir soal berbentuk essay atau uraian .
Perbedaan skor nilai untuk setiap soal
didasarkan pada banyaknya langkah-langkah pengerjaan.
G. Teknik Analisis Data
Data yang diperoleh dalam penelitian ini
dianalisis dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
|
Ketuntasan
individual
|
Ketuntasan
klasikal
|
Sedangkan data
yang diperoleh melalui lembar observasi dan hasil belajar tes tertulis
dianalisis menggunakan tehnik persentase dari Sudijono (2005) dengan rumus: P = x 100
Keterangan: P = Angka
persentase yang dicari
F = Frekuensi yang sedang dicari
persentasenya.
N = Jumlah sampel
H.
Indikator Keberhasilan
Hasil temuan observasi dan test hasil
belajar pada masing-masing pertemuan dilakukan refleksi tindakan. Kemudian
dianalisis dan hasilnya digunakan sebagai indikator keberhasilan Penelitian
Tindakan Kelas.
Indikator keberhasilan ini adalah
apabila ditemukan adanya peningkatan pemahaman siswa dalam membandingkan dua
bilangan sampai lima ratus pada mata pelajaran matematika yang ditunjukan dari
hasil evaluasi dan observasi yang dilakukan terhadap siswa dengan demikian,
apabila nilai hasil belajar siswa secara individu mencapai ketuntasan ≥ 70 maupun
klasikal jika ≥ 85 % dari keseluruhan siswa mencapai ketuntasan Individual dan
hasil belajar menunjukan peningkatan, maka penelitian tindakan kelas ini dianggap
berhasil.
Langganan:
Postingan (Atom)