PROFILE SDN PUTAT BASIUN

PROFILE SDN PUTAT BASIUN
SDN PUTAT BASIUN

Sabtu, 31 Oktober 2015

MENGETAHUI KHASIAT BATU PERMATA DENGAN MUDAH / INSTAN



MA AYUN BATU AKIK



PTK SELEKSI GURU BERPRESTASI

BAB I
PENDAHULUAN


A. Latar Belakang Masalah
         Berdasarkan pengalaman mengajar sebagai guru kelas IV Tahun pelajaran 2013 / 2014, Setiap kali pembelajaran Bahasa Indonesia maka mayoritas siswa banyak yang belum mampu atau salah dalam penggunaan huruf kapital ketika menulis surat, mengisi data, menjawab pertanyaan essai, membuat pengumuman, serta membuat karangan dan pantun anak, Bahkan hasil belajar bahasa Indonesia pada aspek menulis belum terlihat memuaskan dan nilai rapor kenaikan kelas dari kelas 3 naik ke kelas 4, rata-rata nilai Bahasa Indonesia siswa adalah 6.3, Nilai rata-rata tersebut masih di bawah Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yaitu 65.
Hal ini mungkin disebabkan karena guru belum melakukan pembelajaran yang bervariasi sehingga hasil belajar rata rata kelas berada dibawah KKM. Melihat kenyataan ini hendaknya guru memvariasi gaya belajarnya dengan menerapkan Model-Model pembelajaran .
Dari uraian di atas penulis merasa perlu untuk mengadakan Penelitian Tindakan Kelas dengan menerapkan Model pembelajaran pendekatan kooperatif tipe Student Teams Achievement Devisioans (STAD). Sehingga diharapkan hasil belajar siswa lebih Optimal karena keberhasilan belajar mutlak ditentukan oleh guru itu sendiri dalam kemajuan proses belajar mengajar, Maka penelitian ini saya beri judul “Optimalisasi Hasil Belajar Bahasa Indonesia Materi Keterampilan Menulis Huruf Kapital Melalui Pendekatan Kooperatif Tipe Student Teams Achievement Devisioans (STAD) Bagi Siswa Kelas IV SDN Putat Basiun Pada Semester II  Tahun Pelajaran 2014/2015”.

B. Identifikasi Masalah
Secara umum pembelajaran Bahasa Indonesia hanya berpusat pada guru dan tidak melibatkan kegiatan siswa secara aktif yang menyebabkan siswa menjadi bosan dan jenuh, gelisah, tidak konsentrasi dalam belajar, keluar masuk kelas, bermain dan bercanda sehingga mengakibatkan proses dalam pembelajaran bahasa Indonesia terbaikan. Ketidak optimalan dalam pembelajaran juga disebabkan guru lebih cenderung menggunakan konsep yang ada dibuku teks pelajaran bahkan dalam pembelajaran bahasa Indonesia metode ceramah masih mendominasi sehingga interaksi hanya berlangsung satu arah, siswa hanya menerima informasi tanpa ada balikan, sementara yang aktif adalah guru, Padahal dalam pembelajaran yang aktif dan kreatif seharusnya diperlukan komunikasi dua arah sehingga membuat aktivitas siswa lebih meningkat.
Keadaan semacam ini bila dibiarkan, maka akan mengakibatkan rendahnya kemampuan siswa dalam menulis huruf kapital yang berimbas pada hasil belajar siswa yang tidak optimal atau berada dibawah Kriteria Ketuntasan Minimum (KKM) dan akan berdampak pada rendahnya kualitas pembelajaran Bahasa Indonesia.

C.  Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah Apakah Melalui Pendekatan Kooperatif Tipe Student Teams Achievement Devisioans (STAD) dapat Mengptimalisasi Hasil Belajar Bahasa Indonesia Materi Keterampilan Menulis Huruf Kapital Bagi Siswa Kelas IV SDN Putat Basiun Pada Semester II  Tahun Pelajaran 2014/2015.

D.  Tujuan Penelitian
Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk Mengoptimalisasi Hasil Belajar Bahasa Indonesia Materi Keterampilan Menulis Huruf Kapital Melalui Pendekatan Kooperatif Tipe Student Teams Achievement Devisioans (STAD) Bagi Siswa Kelas IV SDN Putat Basiun Pada Semester II  Tahun Pelajaran 2014/2015.

E.   Manfaat Penelitian
Adapun manfaat penelitian ini adalah :
1.   Bagi siswa: dapat Mengoptimalisasi hasil belajar Bahasa Indonesia Materi Keterampilan Menulis huruf Kapital.
2.   Bagi guru: akan menambah wawasan dalam penggunaan Model-model pembelajaran terutama pendekatan kooperatif tipe STAD

3. Bagi sekolah bermanfaat sebagai dasar dalam membuat kebijakan dan peningkatan mutu pendidik disekolah.



BAB I
PENDAHULUAN


A. Latar Belakang Masalah
         Berdasarkan pengalaman mengajar sebagai guru kelas IV Tahun pelajaran 2013 / 2014, Setiap kali pembelajaran Bahasa Indonesia maka mayoritas siswa banyak yang belum mampu atau salah dalam penggunaan huruf kapital ketika menulis surat, mengisi data, menjawab pertanyaan essai, membuat pengumuman, serta membuat karangan dan pantun anak, Bahkan hasil belajar bahasa Indonesia pada aspek menulis belum terlihat memuaskan dan nilai rapor kenaikan kelas dari kelas 3 naik ke kelas 4, rata-rata nilai Bahasa Indonesia siswa adalah 6.3, Nilai rata-rata tersebut masih di bawah Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yaitu 65.
Hal ini mungkin disebabkan karena guru belum melakukan pembelajaran yang bervariasi sehingga hasil belajar rata rata kelas berada dibawah KKM. Melihat kenyataan ini hendaknya guru memvariasi gaya belajarnya dengan menerapkan Model-Model pembelajaran .
Dari uraian di atas penulis merasa perlu untuk mengadakan Penelitian Tindakan Kelas dengan menerapkan Model pembelajaran pendekatan kooperatif tipe Student Teams Achievement Devisioans (STAD). Sehingga diharapkan hasil belajar siswa lebih Optimal karena keberhasilan belajar mutlak ditentukan oleh guru itu sendiri dalam kemajuan proses belajar mengajar, Maka penelitian ini saya beri judul “Optimalisasi Hasil Belajar Bahasa Indonesia Materi Keterampilan Menulis Huruf Kapital Melalui Pendekatan Kooperatif Tipe Student Teams Achievement Devisioans (STAD) Bagi Siswa Kelas IV SDN Putat Basiun Pada Semester II  Tahun Pelajaran 2014/2015”.

B. Identifikasi Masalah
Secara umum pembelajaran Bahasa Indonesia hanya berpusat pada guru dan tidak melibatkan kegiatan siswa secara aktif yang menyebabkan siswa menjadi bosan dan jenuh, gelisah, tidak konsentrasi dalam belajar, keluar masuk kelas, bermain dan bercanda sehingga mengakibatkan proses dalam pembelajaran bahasa Indonesia terbaikan. Ketidak optimalan dalam pembelajaran juga disebabkan guru lebih cenderung menggunakan konsep yang ada dibuku teks pelajaran bahkan dalam pembelajaran bahasa Indonesia metode ceramah masih mendominasi sehingga interaksi hanya berlangsung satu arah, siswa hanya menerima informasi tanpa ada balikan, sementara yang aktif adalah guru, Padahal dalam pembelajaran yang aktif dan kreatif seharusnya diperlukan komunikasi dua arah sehingga membuat aktivitas siswa lebih meningkat.
Keadaan semacam ini bila dibiarkan, maka akan mengakibatkan rendahnya kemampuan siswa dalam menulis huruf kapital yang berimbas pada hasil belajar siswa yang tidak optimal atau berada dibawah Kriteria Ketuntasan Minimum (KKM) dan akan berdampak pada rendahnya kualitas pembelajaran Bahasa Indonesia.

C.  Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah Apakah Melalui Pendekatan Kooperatif Tipe Student Teams Achievement Devisioans (STAD) dapat Mengptimalisasi Hasil Belajar Bahasa Indonesia Materi Keterampilan Menulis Huruf Kapital Bagi Siswa Kelas IV SDN Putat Basiun Pada Semester II  Tahun Pelajaran 2014/2015.

D.  Tujuan Penelitian
Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk Mengoptimalisasi Hasil Belajar Bahasa Indonesia Materi Keterampilan Menulis Huruf Kapital Melalui Pendekatan Kooperatif Tipe Student Teams Achievement Devisioans (STAD) Bagi Siswa Kelas IV SDN Putat Basiun Pada Semester II  Tahun Pelajaran 2014/2015.

E.   Manfaat Penelitian
Adapun manfaat penelitian ini adalah :
1.   Bagi siswa: dapat Mengoptimalisasi hasil belajar Bahasa Indonesia Materi Keterampilan Menulis huruf Kapital.
2.   Bagi guru: akan menambah wawasan dalam penggunaan Model-model pembelajaran terutama pendekatan kooperatif tipe STAD
3. Bagi sekolah bermanfaat sebagai dasar dalam membuat kebijakan dan peningkatan mutu pendidik disekolah.



BAB I
PENDAHULUAN


A. Latar Belakang Masalah
         Berdasarkan pengalaman mengajar sebagai guru kelas IV Tahun pelajaran 2013 / 2014, Setiap kali pembelajaran Bahasa Indonesia maka mayoritas siswa banyak yang belum mampu atau salah dalam penggunaan huruf kapital ketika menulis surat, mengisi data, menjawab pertanyaan essai, membuat pengumuman, serta membuat karangan dan pantun anak, Bahkan hasil belajar bahasa Indonesia pada aspek menulis belum terlihat memuaskan dan nilai rapor kenaikan kelas dari kelas 3 naik ke kelas 4, rata-rata nilai Bahasa Indonesia siswa adalah 6.3, Nilai rata-rata tersebut masih di bawah Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yaitu 65.
Hal ini mungkin disebabkan karena guru belum melakukan pembelajaran yang bervariasi sehingga hasil belajar rata rata kelas berada dibawah KKM. Melihat kenyataan ini hendaknya guru memvariasi gaya belajarnya dengan menerapkan Model-Model pembelajaran .
Dari uraian di atas penulis merasa perlu untuk mengadakan Penelitian Tindakan Kelas dengan menerapkan Model pembelajaran pendekatan kooperatif tipe Student Teams Achievement Devisioans (STAD). Sehingga diharapkan hasil belajar siswa lebih Optimal karena keberhasilan belajar mutlak ditentukan oleh guru itu sendiri dalam kemajuan proses belajar mengajar, Maka penelitian ini saya beri judul “Optimalisasi Hasil Belajar Bahasa Indonesia Materi Keterampilan Menulis Huruf Kapital Melalui Pendekatan Kooperatif Tipe Student Teams Achievement Devisioans (STAD) Bagi Siswa Kelas IV SDN Putat Basiun Pada Semester II  Tahun Pelajaran 2014/2015”.

B. Identifikasi Masalah
Secara umum pembelajaran Bahasa Indonesia hanya berpusat pada guru dan tidak melibatkan kegiatan siswa secara aktif yang menyebabkan siswa menjadi bosan dan jenuh, gelisah, tidak konsentrasi dalam belajar, keluar masuk kelas, bermain dan bercanda sehingga mengakibatkan proses dalam pembelajaran bahasa Indonesia terbaikan. Ketidak optimalan dalam pembelajaran juga disebabkan guru lebih cenderung menggunakan konsep yang ada dibuku teks pelajaran bahkan dalam pembelajaran bahasa Indonesia metode ceramah masih mendominasi sehingga interaksi hanya berlangsung satu arah, siswa hanya menerima informasi tanpa ada balikan, sementara yang aktif adalah guru, Padahal dalam pembelajaran yang aktif dan kreatif seharusnya diperlukan komunikasi dua arah sehingga membuat aktivitas siswa lebih meningkat.
Keadaan semacam ini bila dibiarkan, maka akan mengakibatkan rendahnya kemampuan siswa dalam menulis huruf kapital yang berimbas pada hasil belajar siswa yang tidak optimal atau berada dibawah Kriteria Ketuntasan Minimum (KKM) dan akan berdampak pada rendahnya kualitas pembelajaran Bahasa Indonesia.

C.  Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah Apakah Melalui Pendekatan Kooperatif Tipe Student Teams Achievement Devisioans (STAD) dapat Mengptimalisasi Hasil Belajar Bahasa Indonesia Materi Keterampilan Menulis Huruf Kapital Bagi Siswa Kelas IV SDN Putat Basiun Pada Semester II  Tahun Pelajaran 2014/2015.

D.  Tujuan Penelitian
Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk Mengoptimalisasi Hasil Belajar Bahasa Indonesia Materi Keterampilan Menulis Huruf Kapital Melalui Pendekatan Kooperatif Tipe Student Teams Achievement Devisioans (STAD) Bagi Siswa Kelas IV SDN Putat Basiun Pada Semester II  Tahun Pelajaran 2014/2015.

E.   Manfaat Penelitian
Adapun manfaat penelitian ini adalah :
1.   Bagi siswa: dapat Mengoptimalisasi hasil belajar Bahasa Indonesia Materi Keterampilan Menulis huruf Kapital.
2.   Bagi guru: akan menambah wawasan dalam penggunaan Model-model pembelajaran terutama pendekatan kooperatif tipe STAD
3. Bagi sekolah bermanfaat sebagai dasar dalam membuat kebijakan dan peningkatan mutu pendidik disekolah.



PTK NUMBER CARD SDN PULAU KAMBANG AWAYAN

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Matematika merupakan salah satu ilmu dasar yang mempunyai peranan yang cukup besar baik dalam kehidupan sehari-hari maupun dalam pengembangan ilmu dan teknologi (Akib, 2001:143). Menurut Soedjadi (Akib, 2001:143) dewasa ini matematika sering dipandang sebagai bahasa ilmu, alat komunikasi antara ilmu dan ilmuwan serta merupakan alat analisis. Dengan demikian matematika menempatkan diri sebagai sarana strategis dalam mengembangkan kemampuan dan keterampilan intelektual.
Pendidikan matematika pada jenjang pendidikan dasar mempunyai peranan yang sangat penting sebab jenjang ini merupakan pondasi yang sangat menentukan dalam membentuk sikap, kecerdasan, dan kepribadian anak. Karena itu Mendikbud Wardiman Djojonegoro dalam sambutannya pada konferensi Matematika Asia Tenggara IV, mengemukakan bahwa pelajaran matematika yang diberikan terutama pada jenjang pendidikan dasar dan menengah dimaksudkan agar pada akhir setiap tahap pendidikan, peserta didik memiliki kemampuan tertentu bagi kehidupan selanjutnya. Namun kenyataan menunjukkan banyaknya keluhan dari murid tentang pelajaran matematika yang sulit, tidak menarik, dan membosankan. Keluhan ini secara langsung maupun tidak langsung akan sangat berpengaruh terhadap prestasi belajar matematika pada setiap jenjang pendidikan.
Meskipun upaya untuk mengatasi hasil belajar matematika yang rendah telah dilakukan oleh pemerintah. Seperti penyempurnaan kurikulum, pengadaan buku paket, peningkatan pengetahuan guru-guru melalui penataran, serta melakukan berbagai penelitian terhadap faktor-faktor yang diduga mempengaruhi hasil belajar matematika. Namun kenyataan menunjukkan bahwa hasil belajar matematika masih jauh dari yang diharapkan. Sedangkan Usman Mulbar (Alwi, 2001:2) mengatakan bahwa pengajaran matematika sulit diikuti oleh murid. Hal ini menunjukkan bahwa pengajaran matematika disekolah hingga dewasa ini umumnya kurang berhasil.
Peserta didik yang berada pada sekolah dasar kelas satu, dua, dan tiga berada pada rentangan usia dini. Pada usia tersebut seluruh aspek perkembangan kecerdasan seperti IQ, EQ, dan SQ tumbuh dan berkembang sangat luar biasa. Pada umumnya tingkat perkembangan masih melihat segala sesuatu sebagai satu keutuhan (holistik) serta mampu memahami hubungan antara konsep secara sederhana. Proses pembelajaran masih bergantung kepada objek-objek konkrit dan pengalaman yang dialami secara langsung.
Perkembangan emosi anak usia 6-8 tahun antara lain anak telah dapat mengekspresikan reaksi terhadap orang lain, telah dapat mengontrol emosi, sudah mampu berpisah dengan orang tua dan telah mulai belajar tentang benar dan salah. Untuk perkembangan kecerdasannya anak usia kelas awal SD ditunjukkan dengan kemampuannya dalam mengelompokkan obyek, berminat terhadap angka dan tulisan, meningkatnya perbendaharaan kata, senang berbicara, memahami sebab akibat dan berkembangnya pemahaman terhadap ruang dan waktu.
Pernyataan di atas didukung oleh kenyataan di lapangan yang menunjukkan bahwa prestasi belajar matematika murid SDN Pulau Kembang masih rendah  dibuktikan dengan adanya siswa yang mengulang (tidak naik kelas) pada tahun pelajaran 2009/2010.
Adanya pengulang kelas disebabkan kemampuan berpikir anak-anak di sekolah dasar kelas dua masih memandang sesuatu sebagai satu keutuhan yang hanya mampu memahami hubungan antara konsep secara sederhana sehingga menuntut guru (pendidik) agar memberikan materi secara berjenjang, urut, dan sistematis.
Pengalaman peneliti pada tahun pelajaran 2009/2010 masih banyak siswa yang mengalami kesulitan belajar terutama dalam membandingkan bilangan ratusan yang disebabkan kemampuan daya ingat siswa dalam menyebutkan bilangan sampai 500 sehingga banyak kesulitan belajar yang dialami seperti:
1.    Sering salah dalam menulis lambang bilangan.
2.    Tidak dapat mengenali bilangan besar atau bilangan kecil.
3.    Kesukaran mengurutkan bilangan dari yang terkecil keterbesar atau sebaliknya.
Dari pengalaman ini peneliti mencoba mencari akar penyebab dan cara mengatasi nya dengan menanamkan pengertian operasi tersebut secara kongkrit, karena kita tahu bahwa anak sering berpikir dari yang kongkrit baru ke abstrak.
Kenyataan diatas juga terjadi di kelas II SDN Pulau Kembang tahun ajaran 2010/2011 dimana siswa mengalami kesulitan dalam memahami cara membanding dua bilangan ratusan, padahal dalam kehidupan sehari-hari anak sering mengalami sendiri perbandingan bilangan terutama yang berjumlah ratusan seperti: uang Rp.100 lebih sedikit dari uang Rp.500, harga kue di warung Rp.600 lebih mahal dari harga pentolan yang di jual di halaman sekolah dengan harga Rp.200.
Disamping itu minat belajar siswa terhadap pelajaran matematika menurun dibanding dengan mata pelajaran lainnya.
Peter Kline, dikutip oleh Gordon Dryden dan Jennetle Vos, (1999) bahwa ”Belajar akan efektif jika dilakukan dalam suasana menyenangkan”. Memang harus diakui, bahwa apabila siswa belajar dalam keadaan senang bahkan asyik, maka siswa akan mengaktualisasikan dan mendayagunakan seluruh potensi yang dimilikinya secara maksimal (Depdiknas: 2003). Kiranya perlu diamati permasalahan mengenai kesulitan murid terhadap materi matematika, khususnya materi matematika sekolah dasar, sesuai dengan materi yang tercantum dalam standar isi 2006.
Dalam upaya  membantu siswa untuk memahami cara membandingkan dua bilangan yang merupakan  kelanjutan dalam pembelajaran matematika dikelas dua semester satu yaitu menyebutkan bilangan 1-500 diharapkan siswa memiliki kemampuan untuk mengenal konsep dan materi berikutnya di kelas tinggi.
Number Card (kartu bilangan) yang penulis terapkan sebagai media pembelajaran matematika kelas rendah khususnya kelas II Sekolah Dasar Negeri Pulau Kembang merupakan solusi yang peneliti anggap paling tepat untuk mengatasi masalah tersebut, adapun penerapan dalam pengajaran tersebut siswa dikenalkan dengan kartu yang bertuliskan angka-angka yang memang sudah tidak asing lagi bagi mereka yaitu; 0-9, karena pada dasarnya anak lebih tertarik dengan angka dan hal-hal yang baru serta yang berbentuk permainan sehingga dengan menerapkan media kartu bilangan (number card) siswa akan termotivasi dan terangsang dalam pembelajaran pemahamannya meningkat serta dapat berkesan lama dalam diri siswa.
Secara umum, seorang guru dikatakan guru yang professional, paling tidak harus menguasai dua hal: pertama, menguasai isi materi atau ilmu pengetahuan yang di ajarkan atau yang menjadi tanggung jawabnya. Kedua, menguasai cara mengajar dengan baik. Jika kedua hal ini telah dikuasai oleh seorang guru dengan baik, diprediksi bahwa pendidikan atau proses pembelajaran akan dapat berlangsung dengan kualitas yang baik. karena guru adalah orang yang paling tahu tentang segala sesuatu yang terjadi dikelas oleh karena itu diperlukan suatu inovasi dalam tindakan kelas untuk mencapai tujuan yang diharapkan, guru di anggap paling tepat melakukan inovasi tindakan kelas karena guru mempunyai otonomi untuk menilai kinerjanya dan guru orang yang paling akrab dengan kelasnya sehingga kegiatan inovatif yang bersifat pengembangan mempersyaratkan guru mampu melakukan PTK (Penelitian Tindakan Kelas).
B.  Rumusan masalah
Untuk meningkatkan pemahaman dan daya ingat siswa dalam proses belajar mengajar siswa kelas II SDN Pulau Kembang Kecamatan Awayan maka di coba melalui pembelajaran dengan menggunakan media kartu (Number Card) dan dengan adanya media diharapkan siswa akan termotivasi dan terangsang dalam pembelajaran dan dapat berkesan lama dalam diri siswa.
Berdasarkan uraian latar belakang masalah, maka yang harus dipecahkan peneliti adalah: Apakah penggunaan media kartu bilangan (Number card) dapat meningkatkan pemahaman siswa dalam membandingkan dua bilangan ratusan dikelas II SDN Pulau Kembang?
C.  Pemecahan Masalah
Masalah tersebut di atas dapat diatasi dengan cara menerapkan atau menggunakan kartu-kartu bilangan. Teknik penggunaannya adalah dengan meminta siswa maju kedepan secara bergiliran, kemudian guru mengacak atau mengocok kartu bilangan, setelah dikocok kartu dibagikan kepada siswa, selanjutnya guru memberi tugas untuk meletakkan/memasangkan masing-masing sebanyak 3 kartu bilangan pada paku yang sudah terpasang di depan kelas, kemudian guru meminta kepada siswa yang lain untuk maju kedepan dan memasangkan kartu-kartu yang sudah di acak sebanyak 3 kartu pada paku yang berada disebelah paku teman nya tadi. Selanjutnya guru meminta kepada  masing-masing siswa yang telah memasang kartu tadi untuk menyebutkan nilai tempat ratusan, nilai tempat puluhan, dan nilai tempat satuan, kemudian guru memberi kesempatan kepada  2 orang siswa yang lain untuk mengambil masing-masing kartu yang berada pada tempat ratusan yang selanjut nya membandingkan ke dua kartu tersebut mana yang lebih besar, dan apabila angka ke dua kartu yang berada pada tempat ratusan mempunyai nilai yang sama, maka siswa diminta untuk mengambil masing-masing kartu yang berada pada tempat puluhan yang selanjutnya membandingkan kedua kartu tersebut mana yang lebih besar. Apabila angka kartu tersebut memiliki nilai sama maka siswa diminta mengambil dua kartu yang tersisa yang berada pada tempat puluhan kemudian membandingkan kartu tersebut sampai siswa benar-benar bisa membandingkan bilangan tersebut dengan menggunakan kartu bilangan. Penggunaan media Number Card ini dilakukan selama proses belajar mengajar, dan yang menjadi objek adalah - semua siswa kelas II SDN Pulau Kembang yang berjumlah 18 orang yang terdiri dari 7 orang laki laki dan 11 orang perempuan.
Adapun kartu-kartu tersebut dapat digambarkan sebagai berikut:
Text Box: 0 Text Box: 1 Text Box: 2 Text Box: 3 Text Box: 4 Text Box: 5 Text Box: 6 Text Box: 7 Text Box: 8 Text Box: 9
 



Gambar 1: Kartu Bilangan
Misalnya: angka yang dibandingkan siswa adalah 432 dan 423, maka siswa diminta mengambil 2 kartu angka 4 dan meletakkannya pada tempat ratusan, kemudian mengambil kartu yang bertuliskan angka 3 dan 2 untuk diletakkan pada tempat puluhan, setelah itu siswa diminta mengambil kartu yang bertuliskan angka 2 dan 3 untuk diletakkan pada tempat satuan. Seperti pada gambar berikut:
 




      ======================                              =======================
Ratusan    Puluhan     Satuan                                            Ratusan   Puluhan   Satuan
 


                           Besar                                                                         Kecil                                
Gambar 2: Contoh penggunaan Kartu Bilangan        
Pemilihan dan cara penggunaan media kartu ini adalah model kognitif pemrosesan informasi daya ingat dan pemahaman.
Input yang diterima dari berbagai stimulus ditangkap oleh alat indra penglihat (mata) yang dicatat pada pencatatan indra  (sensory regester). Informasi ini kemudian akan dimasukkan kedalam ingatan jangka pendek dan diolah. Selanjutnya informasi akan disimpan dalam ingatan jangka panjang. Agar informasi tersimpan dengan baik dalam ingatan jangka panjang diperlukan banyak latihan. Proses penarikan pengeluaran kembali informasi akan dilakukan apabila informasi tertentu diperlukan untuk dikeluarkan dalam bentuk keluaran atau output. Kenyataan ini sesuai dengan kata-kata mutiara yang diberikan oleh seorang filosof kenamaan dari cina, Konfusius. Dia mengatakan:
Apa yang saya dengar, saya lupa
Apa yang saya lihat, saya ingat
Apa yang saya lakukan, saya paham
Sangat jelas bahwa otak manusia sangat tergantung pada pengalaman.
D.  Tujuan dan manfaat penelitian    
1.    Tujuan penelitian.
Secara umum tujuan yang diharapkan dalam pelaksanaan penelitian tindakan kelas Ini adalah mengembangkan kemampuan guru dalam menilai kinerjamya di kelas pada saat proses belajar mengajar dan dapat meningkatkan kemampuan guru dalam mengelola kelasnya untuk tercapainya tujuan pembelajaran, hubungan  perkembangan kemampuan guru dengan perkembangan sekolah sangatlah erat, sekolah tidak dapat berkembang atau hanya sedikit sekali berkembang tanpa perkembangan guru, demikian pula sebaliknya guru tidak akan berkembang tanpa perkembangan sekolah, sebab guru yang bijak merasa wajib untuk mengenal anak didiknya dengan baik tanpa itu,amat sulit bagi kita untuk membuat keputusan yang terkait dengan pembelajaran yang akan kita pilih. Uraian berikut ini diambil dari Dot Walker (1995).
Secara khusus penelitian ini bertujuan untuk menemukan strategi atau metode serta media yang tepat dalam melakukan pembelajaran di kelas terutama pelajaran matematika yang dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam proses belajar mengajar di kelas.
Pada rumusan masalah diatas dapat kita ambil tujuan dari penelitian ini adalah  meningkatkan pemahaman siswa dalam proses belajar mengajar dikelas II SDN Pulau Kembang dengan menggunakan media kartu bilangan (Number card).
2.    Manfaat penelitian
Secara umum penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan oleh guru pada proses belajar mengajar dalam meningkatkan pemahaman dan memberi motivasi kepada siswa dalam membandingkan bilangan melalui media kartu bilangan (Number card) diharapkan memberikan sumbangan yang positif terhadap kemajuan guru dan sekolah, yang akan terlihat dari termotivasinya siswa dalam pembelajaran dan siswa mudah memahami dan mengingat apa yang telah di ajarkan oleh guru pada saat proses belajar mengajar dengan disertai peningkatan kemampuan profesional guru, perbaikan proses dan hasil belajar siswa, serta kondusifnya iklim pendidikan sekolah yang membawa tejadinya peningkatan kualitas pendidikan.
Secara khusus mamfaat dari penelitian ini :
2.1.Bagi Siswa
Diharapkan bermanfaat sebagai variasi dalam kegiatan belajar melalui penggunaan media kartu (Number Card) yang dapat memberikan pemahaman yang lebih cepat serta pemerolehan nilai hasil belajar yang optimal.
2.2. Bagi Guru
 Sebagai pedoman untuk menetapkan kriteria media yang harus dilakukan dalam proses belajar mengajar di kelas serta sebagai pengalaman dan tambahan pengetahuan pemilihan media sebagai sarana aktvitas belajar siswa sehingga dapat meningkatkan pemahaman dan motivasi belajar siswa.
2.3. Bagi Kepala Sekolah
Penelitian tidakan ini dapat memberikan sumbangan dan pemikiran untuk meningkatkan kinerja dalam membina guru yang menjadi tugas kepala sekolah  untuk melakukan pengawasan dan pembinaan di sekolahnya.
2.4. Bagi pengawas Sekolah  
Melakukan penelitian  tindakan sekolah ini dapat meingkatkan kemampuan dan Keterampilan dalam melaksanakan tugas kepengawasan disatuan pendidikan binaan.                   



BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.  Kerangka Teori
1.    Pembelajaran matematika SD
Belajar merupakan kegiatan sehari hari bagi siswa sekolah. Kegiatan belajar tersebut ada juga yang dilakukan di sekolah, di rumah, dan ditempat lainnya. Kegiatan belajar siswa ada yang tergolong dirancang dalam desain instruksional misalnya bila siswa belajar ditempat-tempat tersebut untuk mengerjakan tugas-tugas belajar sekolah. Disamping itu ada juga kegiatan belajar yang tidak termasuk rancangan guru. Artinya, siswa siswa belajar karena keinginannya sendiri. Inilah yang di sebut belajar karena motivasi diri.
Menurut James.O Whittaker merumuskan dimana belajar sebagai proses dimana tingkahlaku ditimbulkan atau pengalaman. Sedangkan Cronbach berpendapat bahwa learning is show by change in behavior as result of experience. Belajar sebagai suatu aktivitas yang ditunjukan oleh perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman.
Slameto merumuskan pengertian belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan individu untuk mempereroleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pegalaman individu itu sendiri dan interaksi dengan lingkungannya.
Menurut Harold speare “Learning is to observe, to read, to imitate, to try som thing themselves, to listen, to follow direction”.
Artinya: belajar adalah mengamati, membaca, meniru, mencoba sendiri, mendengar  dan mengikuti arah.
Dari beberapa pendapat tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa belajar adalah serangkaian kegiatan jiwa raga untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman individu dalam interaksi dengan linkungannya yang menyangkut aspek kognitif, afektif dan psikomotorik.
Siswa belajar karena didorong oleh kekuatan mentalnya. Kekuatan mental itu berupa keinginan, perhatian, kemauan, atau cita-cita. Pembelajaran yang mempunyai makna dan terus bisa diingat haruslah melibatkan pelajar secara aktif “otak secara biologis telah diprogram untuk bisa mengingat informasi yang memiliki muatan emosional yang kuat” (Wolfe 2001,88)
2.    Karakteristik belajar Anak SD
Anak belajar dengan cara yang berbeda dengan orang dewasa. Beberapa karakteristik cara belajar anak itu antara lain (1) anak belajar melalui bermain; (2) anak belajar dengan cara membangun pengetahuannya; (3) anak belajar secara alamiah, dan (4) anak belajar paling baik jika yang dipelajarinya menyeluruh, bermakna, menarik, dan fungsional. Bermain sebagai salah satu cara belajar anak memiliki ciri-ciri simbolik, bermakna, aktif, menyenangkan, suka rela, ditentukan oleh aturan, dan episodik. Para ahli teori konstruktivisme mempunyai pandangan tentang cara belajar anak yaitu bahwa anak belajar dengan cara membangun pengetahuannya melalui kegiatan mengeksplorasi objek-objek dan peristiwa yang ada di lingkungannya dan melalui interaksi sosial dan pembelajaran dengan orang dewasa. Lingkungan yang diciptakan secara kondusif akan mengundang anak untuk belajar secara alamiah tanpa paksaan sehingga apa yang dipelajari anak dari lingkungannya adalah hal-hal yang benar-benar bermakna, fungsional, menarik dan bersifat menyeluruh. Sebab anak yang berusia antara 5 dan 7 tahun proses pemikiran anak-anak mengalami perubahan penting (Siegler, 1998). ini adalah periode peralihan dari tahap pemikiran praoperasional ke tahap operasi konkret.
3.    Pentingnya Motivasi Dalam Belajar
Para ahli psikologi mendefinisikan motivasi sebagai proses internal yang mengaktifkan,menuntun,dan mempertahankan prilaku dari waktu ke waktu (murphy & Alexander, 2000, Pintrich, 2003; Schunk, 2000; Stipek, 2002)
Menurut Biggs dan Tefler (Dakir dkk, 2000:31) di antara motivasi belajar siswa ada yang diperkuat dengan acara-acara pembelajaran. Motivasi instrumental, motivasi social, dan motivasi berprestasi siswa yang rendah misalnya, dapat dikondisikan secara bersyarat agar terjadi peran belajar lebih tinggi pada diri siswa. Adapun acara-acara pembelajaran yang berpengaruh pada proses belajar dapat ditentukan oleh guru. Beberapa kondisi eksternal yang berpengaruh pada belajar yang penting dan dapat disiapkan/dirancang guru adalah: bahan pembelajaran, suasana belajar, media dan sumber belajar, dan siswa yang belajar itu sendiri.
Siswa yang sangat termotivasi untuk mempelajari sesuatu mempunyai kemungkinan yang lebih besar daripada siswa lain yang dengan sadar merencanakan pembelajaran mereka,melakukan rencana pembelajaran dan mengingat imformasi yang mereka peroleh (Radosevich et al, 2004; Zimmerman, 2000). Motivasi ini dapat berasal dari banyak sumber, salah satu adalah peniruan sesama (Zimmerman & Kitsantas, 2002). Sumber lainnya adalah penetapan sasaran, dimana siswa didorong untuk menetapkan sasaran pembelajaran mereka sendiri. Sumber ketiga ialah umpan balik yang memperlihatkan kepada siswa bahwa mereka melakukan kemajuan yang bagus ke arah sasaran pembelajaran mereka, khususnya kalau umpan balik tersebut menekankan upaya dan kemampuan siswa.
Motivasi belajar sangat penting bagi siswa, motivasi belajar yang dimaksud adalah sebagai berikut:
-       Menyadarkan kedudukan pada awal belajar, proses, dan hasil akhir.
-       Menginformasikan tentang kekuatan usaha belajar, yang dibandingkan dengan teman sebayanya.
-       Mengarahkan kegiatan belajar.
-       Membesarkan semangat belajar.
-       Menyadarkan tentang adanya perjalanan belajar dan kemudian bekerja yang berkesinambungan; individu dilatih untuk menggunakan kekuatannya sedemikian rupa sehingga dapat berhasil.
B. Media Pembelajaran Matematika
1.    Pengertian Media Pembelajaran
Kata media berasal dari bahasa latin medius yang secara harfiah berarti ‘tengah’, perantara atau pengantar. Atau pengantar pesan dari pengirim kepada penerima pesan.
Pendapat beberapa ahli tentang media antara lain Hal ini pendapat Lesle J. Briggs (1979) yang menyatakan bahwa media pembelajaran sebagai “the physical means of conveying instructional content..book,films, videotapes, etc. Lebih jauh Briggs menyatakan media adalah “alat untuk memberi perangsang bagi siswa supaya terjadi proses belajar. Menurut Hamalik (1994) media pembelajaran adalah segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan (bahan pembelajaran), sehingga dapat merangsang perhatian, minat, pikiran dan perasaan si belajar dalam kegiatan belajar untuk mencapai tujuan pembelajaran tertentu.
Sedangkan mengenai efektifitas media, Brown (1970) menggaris bawahi bahwa media yang digunakan guru atau siswa dengan baik dapat mempengaruhi efektifitas proses belajar dan mengajar.
Jadi, Media pembelajaran adalah segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan yang dapat merangsang pikiran, perasaan, gerakan dan temuan  siswa sehingga dapat mendorong terjadinya proses belajar pada diri siswa. Penggunaan media pembelajaran secara kreatif akan memperbesar kemungkinan siswa untuk belajar lebih banyak dan membantu terwujudnya tujuan pembelajaran yang kita harapkan.
Media dapat memberikan pengalaman yang integral dari suatu yang konkrit sampai kepada yang abstrak. sebuah film tentang suatu benda atau kejadian yang tidak dapat dilihat secara langsung oleh siswa, akan dapat memberikan gambaran yang konkrit tentang wujud, ukuran dan lokasi.
Selain itu, kontribusi media pembelajaran menurut Kemp and Dayton (1985) bahwa penyampaian pesan pembelajaran dapat lebih terstandar dan pembelajaran dapat lebih menarik sebagai berikut :
a.    Pembelajaran menjadi lebih interaktif dengan menerapkan teori belajar.
b.    Waktu pelaksanaan pembelajaran dapat diperpendek.
c.    Kualitas pembelajaran dapat ditingkatkan.
d.    Proses pembelajaran dapat berlangsung kapanpun dan dimanapun diperlukan.
e.    Sikap positif siswa terhadap materi pembelajaran serta proses pembelajaran dapat ditingkatkan.
f.      Peran guru berubahan kearah yang positif.
2.    Fungsi Media Pembelajaran
Fungsi media pembelajaran khususnya dalam pelaksanaan proses belajar mengajar adalah sebagai penyaji informasi serta untuk meningkatkan keserasian dalam penerimaan informasi. Dalam hal-hal tertentu media juga berfungsi untuk mengatur langkah-langkah kemajuan, serta  memberi umpan balik.
Selanjutnya dipertegas pendapat Syaiful Bahri Djamarah, (1995:153). Fungsi media adalah :
a.    Media yang digunakan sebagai memperjelas dari keterangan terhadap suatu bahan yang disampaikan.
b.    Media dapat memunculkan permasalahan untuk dikaji lebih lanjut dan dipecahkan oleh para siswa dalam proses belajar mengajar.
c.    Media sebagai bahan konkrit berisikan bahan-bahan yang harus dipelajari para siswa, baik individu maupun kelompok.
Kemudian Nana Sudjana (Djamarah, 1995:153) merumuskan fungsi media pengajaran sebagai berikut :
a.    Sebagai alat bantu mewujudkan situasi belajar mengajar yang efektif.
b.    Merupakan salah satu yang harus dikembangkan.
c.    Untuk melengkapi proses belajar supaya lebih menarik perhatian siswa.
d.    Untuk mempercepat proses belajar mengajar dan membantu siswa dalam menangkap materi yang diberikan guru.
e.    Untuk mempertinggi mutu belajar mengajar.
Pada segi nilai nilai praktis media pembelajaran dapat berfungsi sebagai berikut:
-       Media pembelajaran dapat mengatasi keterbatasan pengalaman yang dimiliki oleh siswa.
-       Media pembelajaran dapat melampaui batasan ruang kelas.
-       Media pembelajaran memungkinkan adanya interaksi langsung antara siswa dan lingkungannya.
-       Media pembelajaran menghasilkan keseragaman pengamatan.
-       Media pembelajaran dapat menanamkan konsep dasar yang benar, konkrit dan realitas.
-       Media pembelajaran membangkitkan keinginan dan minat baru.
-       Media pembelajaran membangkitkan motivasi dan merangsang anak untuk belajar.
-       Media memberikan pengalaman yang integral dan  menyeluruh dan yang konkrit ke yang abstrak.
Meskipun ada banyak macam media pembelajaran ,namun hanya sedikit sekali yang sering digunakan  dalam  ruangan kelas oleh guru. Beberapa yang nampak sering digunakan adalah Overhead Projector, Gambar, Model, dan Papan Tulis serta buku atau bahan cetak lainya. Sedangkan media lain seperti Number Card tidak pernah digunakan karena di anggap hal yang biasa saja, padahal media tersebut bisa di kreasi dalam berbagai bentuk pembelajaran matematika, hal inilah yang menjadi keinginan penulis untuk mengkreasi kartu bilangan tersebut agar menjadi pembelajaran bermakna.
3.    Macam-macam Media
Banyak cara diungkapkan untuk mengindentifikasi media serta mengklasifikasi-kan karakterisktik fisik, sifat, kompleksitas, ataupun klasifikasi menurut kontrol pada pemakai. Namun demikian, secara umum media bercirikan tiga unsur pokok, yaitu: suara, visual, dan gerak. Menurut Rudy Brets, ada 7 (tujuh) klasifikasi media, yaitu:
a.    Media audio visual gerak, seperti: film suara, pita video, film, tv.
b.    Media audio visual diam, seperti: film rangkai suara, halaman suara.
c.    Audio semi gerak seperti: tulisan jauh bersuara.
d.    Media visual bergerak, seperti: film bisu.
e.    Media visual diam, seperti: halaman cetak, foto, microphone, slide bisu.
f.      Media audio, seperti: radio, telepon, pita audio.
g.    Media cetak, seperti: buku, modul, bahan ajar mandiri.
Lebih lanjut Schramm, mengelompokan media dengan membedakan antara media rumit mahal (big media) dan media sederhana murah (little media). Kategori big media, antara lain: komputer, film, slide, progran video. Sedangkan little media antara lain: gambar, realia sederhana, sketsa, dsb.
3.1.Gambar/foto
Media grafis paling umum digunakan dalam PBM, karena merupakan bahasa yang umum dan dapat mudah dimengerti oleh peserta didik. Kemudahan mencerna media grafis karena sifatnya visual konkrit menampilkan objek sesuai dengan bentuk dan wujud aslinya sehingga tidak verbalistik.
Kelebihan media ini ialah:
a. Sifatnya kongkrit, lebih realistik dibandingkan dengan media verbal.
b. Dapat memperjelas suatu masalah dalam bidang apa saja, baik untuk  usia muda maupun tua.
c.Murah harganya dan tidak memerlukan peralatan khusus dalam penyampaiannya.
Kelemahannya:
a. Gambar/foto hanya menekankan persepsi indera mata.
b. Ukurannya sangat terbatas untuk kelompok besar.
3.2.Bagan.
Bagan merupakan media yang berisi tentang gambar-gambar keterangan-keterangan, daftar-daftar dan sebagainya. Bagan digunakan untuk memperagakan pokok-pokok isi bagan secara jelas dan sederhana antara lain: Perkembangan, Perbandingan, Struktur, Organisasi. Jenis – jenis media bagan antara lain: Tree chart, Flow chart
3.3.Papan Tulis/White Board
Salah satu media penyajian untuk PBM yang sering digunakan adalah: “papan tulis, dan white board”. Kedua media ini dapat dipakai untuk penyajian: tulisan-tulisan, sket-sket gambar-gambar dengan menggunakan kapur/spidol white board baik yang berwarna ataupun tidak berwarna. Maksud dari warna tersebut adalah agar tulisan: lebih jelas, menarik dan dapat berkesan bagi peserta yang akan menerimanya.
Syarat-syarat papan tulis yang baik adalah:
a. Papan tulis harus buram, tidak boleh licin atau mengkilat.
b. Warna dasar papan tulis harus lebih gelap dari alat tulis yang dipakai.
c. Warna dasar white board putih.
d. Ukuran yang ideal adalah 90 x 120 cm atau 90 x 200 cm.
e. Untuk penggunaan papan tulis atau white board diperlukan perhatian yaitu: Tulisa/gambar dipapan harus jelas dan bersih, Hindari agar papan tulis tidak terlalu penuh dengan tulisan atau gambar-gambar sehingga sulit untuk dimengerti peserta, Hapuskan tulisan/gambar tidak diperlukan lagi, Tinggalkan papan tulis dalam keadaan bersih.
3.4.Papan Flanel
Papan flanel adalah media visual yang efektif untuk menyajikan pesan-pesan tertentu kepada sasaran didik. Papan berlapis kain flanel ini dapat dilipat sehingga praktis. Gambar-gambar yang akan disajikan dapat dipasang dan dilepas dengan mudah, sehingga dapat dipakai berkali-kali. Selain untuk menempel gambar-gambar, dapat pula dipakai menempelkan huruf dan angka-angka.
Kelemahan Papan Flanel.
a. Walaupun bahan flanel dapat menempel pada sesamanya, tetapi hal ini tidak menjamin pada “bahan yang berat”, karena dapat lepas bila ditempelkan.
b. Bila terkena angin sedikit saja, bahan yang ditempel pada papan flanel tersebut akan berhamburan jatuh.
Kelebihannya:
a. Karena kesederhanaan papan flanel dapat dibuat sendiri oleh guru.
b. Dapat dipersiapkan terlebih dahulu dengan teliti.
c. Dapat memusatkan perhartian siswa terhadap suatu masalah yang
    dibicarakan.
d.Dapat menghemat waktu pembelajaran karena segala sesuatunya sudah dipersiapkan dan peserta didik dapat melihat sendiri secara langsung.
3.5.Flip Chart
Peta/flip cahrt adalah: lembaran kertas yang berisikan bahan pelajaran, yang tersusun rapi dan baik. Penggunaan ini adalah salah satu cara guru dalam menghemat waktunya untuk menulis di papan tulis. Lembaran kertas yang sama ukurannya dijilid jadi satu secara baik agar lebih bersih dan baik. Penyajian informasi ini dapat berupa: Gambar-gambar, Huruf-huruf, Diagram, dan Angka-angka.
3.6.Gambar Mati Yang Diproyeksikan
Dengan menggunakan proyektor, informasi yang akan disampaikan dapat diproyeksikan ke layar, sehingga informasi berupa: tulisan, gambar, bagan dll akan menjadi lebih besar dan lebih jelas dilihat oleh siswa. Penggunaan media proyeksi ini lebih menguntungkan, sebab indera pendengaran dan penglihatan akan sama-sama diaktifkan melalui sebuah media transparansi yang telah disiapkan. Yang dimaksud dengan gambar mati (still picture) adalah berupa: gambar, foto, diagram, tabel, ilustrasi dll, baik berwarna ataupun hitam putih yang relatif berukuran kecil, agar gambar tersebut dapat dilihat atau disaksikan dengan jelas oleh seluruh siswa di dalam kelas dengan jalan diproyeksikan ke suatu layar (screen).
Pada dasarnya OHP/OHT berguna untuk memproyeksikan transparan ke arah layar yang jaraknya relatip pendek, dengan hasil gambar/tulisan yang cukup besar. Proyektor ini direncanakan dibuat untuk dapat digunakan oleh guru di depan kelas dengan penerangan yang normal, sehingga tetap terjadi komunikasi antara guru dengan siswa.
OHP/OHT secara umum digunakan untuk:
a. Pengganti papan tulis dengan menggunakan pen khusus yang dituliskan pada lembaran transparan/plastik (acetate) atau gulungan transparan (scroll).
b.Tempat menunjukkan/memproyeksikan transparan yang telah disiapkan sebelumnya.
c. Tempat menunjukkan bayangan (silhoutte) suatu benda.
d. Tempat menunjukkan model-model barang kecil baik dalam bentuk gerak atau diam.
e. Untuk mendemonstrasikan suatu percobaan.
4.    Media Kartu (Number card)
4.1.Pengertian Media kartu
Number card adalah media yang bererbentuk seperti kartu yang bertulis lambang bilangan dari 0-9 untuk menyampaikan pesan tertentu, dan juga mampu untuk mempengaruhi dan memotivasi siswa dalam proses belajar mengajar, media kartu (Number card) ini dapat dibuat dari kertas atau karton yang ukuranya sesuai kebutuhan yaitu agar seluruh siswa yang ada dikelas dapat melihatnya.
Media kartu (Number card) adalah media yang menampilkan lambang bilangan dari nol sampai dengan sembilan dan ditampilkan dalam tiga baris, diharapkan siswa dapat termotivasi dalam pembelajaran dan memudahkan siswa dalam mengenal bilangan sampai 500 dan dengan bantuan kartu ini siswa dapat membandingkan dua bilangan ratusan ( mana bilangan yang besar dan mana bilangan yang kecil).
Biaya yang akan dikeluarkan dalam pemanfaatan media pembelajaran tentunya harus seimbang dengan hasil yang akan dicapai. Pemanfaatan media yang sederhana mungkin lebih menguntungkan daripada menggunakan media canggih bilamana hasil yang dicapai tidak sebanding dengan dana yang dikeluarkan.

4.2.Pembelajaran dengan media Number card
Number card adalah suatu media yang digunakan dalam pembelajaran matematika,terututama dikelas rendah (anak usia 5-7 tahun).
Pada praktek pembelajaran matematika di kelas dengan menggunakan  media Number card, penyajian materi menekankan pada aspek pemahaman, ingatan, dan pengulangan. Oleh karena itu diperlukan ingatan tentang bilangan yang sudah di ajarkan di kelas satu dan dikelas dua (bilangan 1 sampai 500). Penyajian pelajaran dengan media ini dapat membantu guru dalam mengembangkan keahlian memilih media dalam proses pembelajaran, karena metode ini berorientasi dan berpusat pada guru dalam memberikan materi pembelajaran. Sedangkan siswa sering tidak menggunakan buku pelajaran dalam tahap dasar (awal pembelajaran), karena pada penggunaan metode ini yang penting bagi siswa adalah kemampuan mengenal dan mengigat, apalagi setelah mereka mengenal dan mengingat lambang bilangan yang sudah di ajarkan dikelas satu, maka akan mudah bagi seorang guru untuk melanjutkan ke materi berikutnya.
Bentuk teknik latihan menggunakan media Number card yaitu dengan dipandu guru siswa diminta meletakkan lambang-lambang bilangan (kartu) pada paku yang sudah tersedia. kemudian siswa membanding angka yang besar dan yang kecil dimulai dari ratusan, apabila ratusannya sama, baru siswa di minta membanding puluhannya, dan apabila puluhannya sama, barulah siswa diminta membandingkan satuannya, dan apabila satuannya sama, maka siswa boleh mengambil kesimpulan bahwa bilangan itu sama banyak. Kemudian diteruskan dengan memberi tanda  < , > dan =  atau dengan memberi pernyataan “lebih dari, kurang dari, dan sama banyak.”
C.  Kerangka Berpikir dan  Hipotesis Tindakan
1.    Kerangka Berpikir.
Matematika merupakan mata pelajaran yang disampaikan disetiap tingkat pendidikan yang diajarkan secara bertahap sesuai dengan perkembangan mental dan intelektual anak. Untuk itu peneliti mempunyai pola berpikir penelitian dengan penyampaian materi membanding dua bilangan ratusan, pemberian soal dengan langkah – langkah penyelesaian soal dengan media kartu bilangan.
Dunia anak-anak adalah bermain dan suka kepada hal-hal yang baru karena keduanya merupakan satu kegiatan yang sangat disukai anak. Dengan demikian akan dapat menumbuhkan kreativitas, juga bisa sebagai media untuk mengeksplorasi keinginan dan cita-cita yang diidam-idamkan anak, keadaan seperti ini dapat digunakan sebagai wahana untuk mentransfer ilmu pengetahuan sehingga dapat menimbulkan semangat dan motivasi. Dalam pembelajaran di Sekolah Dasar yang dihadapi guru adalah anak-anak dengan berbagai karakter dan keingintahuannya terhadap sesuatu yang baru sangat tinggi. Sebagai pengajar guru diharapkan dapat mengemas pembelajaran yang aktif, kreatif, efektif, dan menyenangkan dan diharapkan pembelajaran yang berlangsung akan dapat menghasilkan proses yang berkualitas.
Proses pembelajaran dikelas rendah mempunyai tujuan, yaitu berfikir kritis, kreatif, dan bermakna serta dapat mengembangkan kemampuan mengambil kesimpulan yang masuk akal dari pengamatan. Untuk mencapai tujuan tersebut guru sebaiknya menggunakan pembelajaran yang banyak melibatkan siswa secara aktif dalam belajar, sehingga pembelajaran tidak hanya bersumber dari guru semata.
Pembelajaran matematika salah satu pembelajaran yang dianggap siswa paling menakutkan dibandingkan dengan pelajaran yang lain dibuktikan dengan banyaknya keluhan dari murid tentang pelajaran matematika yang sulit untuk dipahami, dan terkadang  membosankan, oleh karena itu peniliti mencoba memilih media yang dapat melibatkan siswa secara aktif dalam pembelajaran, sesuai dengan tarap berpikir anak dan menyenangkan bagi mereka. Siswa diajak untuk memahami konsep-konsep pembelajaran melalui latihan, pengalaman langsung, saling bekerja sama dalam menyelesaikan permasalahan yang ada, dan mau mendengarkan serta menghargai pendapat orang lain. Dengan demikian media kartu diharapkan dapat meningkatkan hasil belajar matematika siswa kelas II SDN Pulau Kembang.
2.    Hipotesis Tindakan
Berdasarkan dari kajian pustaka atau teoritik sebagaimana diuraikan di atas, maka dapat dirumuskan hipotesis dalam penelitian tindakan kelas ini sebagai berikut:” Dengan diterapkan media kartu bilangan, dapat meningkatkan pemahaman dalam membanding dua bilangan ratusan siswa kelas II SDN Pulau Kembang”.


BAB III
METODE PENELITIAN
A.  Desain Penelitian
Sebagaimana telah dikemukakan bahwa cara mencari kebenaran yang dipandang ilmiah adalah melalui metode penelitian. Cara tersebut memungkinkan ditemukannya kebenaran yang obyektif karena dibentengi dengan fakta-fakta sebagai bukti tentang adanya sesuatu dan mengapa adanya demikian atau apa sebab adanya demikian. Penelitian dapat dilakukan dengan baik terhadap ilmu manapun terhadap praktik pendidikan. Ada tujuh karakteristik penelitian pendidikan menurut Mc Millan dan Schumacher (2001: 11-13), yaitu: (1) Objectivity (objektivitas); (2) Precision (ketepatan); (3) Verification (verifikasi); (4) Parsimonious explanation (Penjelasan ringkas); (5) Empiricism (empiris); (6) Logical reasoning (pendapat logis); dan (7) Conditional conclutions (kesimpulan kondisional). Karakteristik penelitian pendidikan tersebut, secara singkat akan dijelaskan sebagai berikut:
a. Objektivitas. Penelitian harus memiliki objektivitas (objectivity) baik dalam karakteristik maupun prosedurnya. Objektivitas dicapai melalui keterbukaan, terhindar dari bias dan subjektivitas. Dalam prosedurnya, penelitian menggunakan teknik pengumpulan dan analisis data yang memungkinkan dibuat interpretasi yang dapat dipertanggungjawabkan. Objektivitas juga menunjukkan kualitas data yang dihasilkan dari prosedur yang digunakan yang dikontrol dari bias dan subjektivitas.
b. Ketepatan. Penelitian juga harus memiliki tingkat ketepatan (precision), secara teknis instrumen pengumpulan datanya harus memiliki validitas dan reliabilitas yang memadai, desain penelitian, pengambilan sampel dan teknik analisisnya tepat. Dalam penelitian kualitatif, hasilnya dapat diulang dan diperluas, dalam penelitian kualitatif memiliki sifat reflektif dan tingkat komparasi yang konstan.
c. Verifikasi. Penelitian dapat diverifikasi, dalam arti dikonfirmasikan, direvisi dan diulang dengan cara yang sama atau berbeda. Verifikasi dalam penelitian kualitatif berbeda dengan kuantitatif. Penelitian kualitatif memberikan interpretasi deskriptif, verifikasi berupa perluasan, pengembangan tetapi bukan pengulangan. Verifikasi juga bermakna memberikan sumbangan kepada ilmu atau studi lain.
d. Penjelasan Ringkas. Penelitian mencoba memberikan penjelasan tentang hubungan antar fenomena dan menyederhanakannya menjadi penjelasan yang ringkas. Tujuan akhir dari suatu penelitian adalah mereduksi realita yang kompleks kedalam penjelasan yang singkat. Dalam penelitian kualitatif penjelasan singkat tersebut berbentuk generalisasi, tetapi dalam penelitian kualitatif berbentuk deskripsi tentang hal-hal yang essensial atau pokok.
e. Empiris. Penelitian ditandai oleh sikap dan pendekatan empiris yang kuat. Secara umum empiris berarti berdasarkan pengalaman praktis. Dalam penelitian empiris kesimpulan didasarkan atas kenyataan-kenyataan yang diperoleh dengan menggunakan metode penelitian yang sistematik, bukan berdasarkan pendapat atau kekuasaan. Sikap empiris umumnya menuntut penghilangan pengalaman dan sikap pribadi. Kritis dalam penelitian berarti membuat interpretasi berdasarkan pada kenyataan dan nalar yang didasarkan atas kenyataan-kenyataan (evidensi). Evidensi adalah data yang diperoleh dari penelitian, berdasarkan hasil analisis data tersebut interpretasi dibuat. Angka, print out, catatan lapangan,rekaman wawancara artifak dan dokumen sejarah adalah data dalam penelitian.
f. Penalaran Logis. Semua kegiatan penelitian menuntut penalaran logis. Penalaran merupakan proses berpikir, menggunakan prinsip-prinsip logika deduktif dan induktif. Penalaran deduktif, penarik kesimpulan dari umum ke khusus. Dalam penalaran deduktif, bila premisnya benar, maka kesimpulan otomatis benar. Logika deduktif dapat mengidentifikasi hubungan-hubungan baru dalam pengetahuan (prinsip, kaidah) yang ada. Dalam penalaran induktif, peneliti menarik kesimpulan berdasarkan hasil sejumlah pengamatan kasus-kasus (individual, situasi, peristiwa), kemudian peneliti membuat kesimpulan yang bersifat umum. Kesimpulan dibatasi oleh jumlah dan karakteristik dari kasus yang diamati.
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas (Classroom Action Research) yaitu kajian yang bersifat reflektif untuk meningkatkan pemantapan rasional, memperdalam pemahaman, serta memperbaiki kondisi kegiatan pembelajaran di kelas. yang pertama kali diperkenalkan oleh ahli psikologi sosial Amerika yang bernama Kurt Lewin pada tahun 1946 (Wibawa, 2003:6). Menurut John Elliot (1982) yang dimaksud penelitian tindakan kelas ialah kajian tentang situasi sosial dengan maksud untuk meningkatkan kualitas tindakan didalamnya, seluruh prosesnya ditelaah, diagnosis, perencanaan, pelaksanaan, pemantauan, dan pengaruhnya menciptakan hubungan yang diperlukan antara evaluasi diri dari perkembangan propesional (Wibawa, 2003:7).
Penelitian tindakan kelas adalah suatu bentuk kajian bersifat refliktif oleh pelaku tindakan yang dilakukan dalam melaksanakan tugas, memperdalam pemahaman terhadap tindakan-tindakan yang dilakukannya, serta memperbaiki kondisi dimana praktik-praktik tersebut dilaksanakan (Suwarsih, 2007:14) Dimana tujuan dari penelitian tindakan kelas antara lain untuk perbaikan dan peningkatan proses pembelajaran berkesinambungan (Wibawa, 2003:7).
Ada berbagai model penelitian tindakan yang dapat dilihat sebagai model penelitian tindakan kelas. Model-model tersebut antara lain model Kemma  menggunakan sistem spiral refleksi diri yang dimulai dari rencana, tindakan, pengamatan, refleksi dan perencanaan kembali. Alur kerja spiral reflektif ini kemudian dikenal dengan istilah siklus penelitian tindakan kelas. Alur kerja penelitian tindakan kelas model spiral (Kemma dan Taggart: 1988) dilukiskan sebagai berikut:   
Siklus I:   1.Rencana bersama
                                                                                                    
4.Refleksi                        2.Proses pembelajaran (action)      

    

3.Observasi
(hasil pengamatan)       
Siklus II:    1.Rencana perbaikan
                                                                                                   
 4.Refleksi                        2.Proses pembelajaran (action perbaikan)      

    

3.Observasi
(pengamatan)     
Gambar 3: Alur siklus PTK
Semua tahapan pada siklus diatas merupakan satu siklus atau daur, oleh karena itu setiap tahap akan berulang kembali. Langkah-langkah tersebut merupakan langkah yang berurutan, artinya langkah pertama harus dikerjakan lebih dahulu sebelum langkah kedua dilaksanakan, demikian seterusnya. Oleh karena itu setiap tahap akan berulang kembali. Merencanakan dan melakukan tindakan dilakukan dengan langkah utama yaitu:
1.Mengidentifikasi masalah
2.Menganalisis dan merumuskan masalah
3.Merencanakan PTK,serta
4.Melaksanakan PTK
B.  Setting Penelitian
Penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan di SDN Pulau Kembang Kecamatan Awayan Kabupaten Balangan. Subjek penelitian adalah siswa kelas II yang berjumlah 18 orang yang terdiri dari: 7 orang laki-laki dan 11 orang perempuan dengan kecerdasan dan kemampuan berbeda-beda, permasalahan dalam penelitian ini adalah rendahnya hasil belajar matematika siswa khususnya dalam membandingkan dua bilangan ratusan. Untuk itu direncanakan tindakan kelas dengan menggunakan Number Card yang diharapkan dapat membantu siswa meningkatkan pemahaman dan hasil belajar. Dalam pelaksanaan ini semua siswa hadir dan mengikuti kegiatan belajar mengajar sebagai bagian dari pelaksanaan Penelitian Tindakan Kelas.
C.  Faktor yang diteliti
Penelitian tindakan kelas ini ditujukan kepada siswa kelas II SDN Pulau Kembang Kecamatan Awayan Kabupaten Balangan, untuk mengetahui sejauh mana penggunaan media Number Card dapat meningkatkan pemahaman dan daya ingat siswa dalam membandingkan dua bilangan ratusan.
Apa saja faktor –faktor yang ingin diteliti dalam tindakan kelas ini ?
Untuk dapat menjawab permasalahan tersebut di atas, ada beberapa faktor yang diselidiki. Faktor-faktor tersebut adalah sebagai berikut:
  1. Faktor siswa: kita lihat tingkat kemampuan hasil belajar siswa kelas II SDN Pulau Kembang sangat rendah  yang dilihat dari hasil tes tertulis.
  2. Faktor guru: melihat cara guru dalam merencanakan pembelajaran, bagaimana pelaksanaannya di dalam kelas apakah sudah menggunakan strategi yang tepat dalam kegiatan pembelajaran, pemberian latihan soal-soal secara individu yang cukup dengan menggunakan lembar observasi.
  3. Faktor hasil belajar yaitu pengukuran hasil belajar siswa setelah pembelajaran dilaksanakan melalui test proses dan test akhir yang dilakukan secara tertulis, Adapun aspek yang dinilai guru yaitu kemampuan memahami dalam membandingkan dua bilangan ratusan.
D.  Skenario Tindakan
Penelitian Tindakan Kelas ini direncanakan akan dilaksanakan dalam beberapa siklus, tergantung seberapa lama indikator keberhasilan dapat dicapai.
Tiap siklus dalam penelitian ini dibagi dalam dua kali pertemuan.Selanjutnya dilaksanakan dengan tahapan sebagai berikut :
Siklus I (Pertama)
  1. Pertemuan pertama (rencana pembelajaran 1)
Siswa diingatkan kembali bilangan 0-9 yang selanjutnya meminta siswa mengelompokkan dan membandingkan bilangan tersebut.
2.      Pertemuan kedua (rencana pembelajaran 2)
Siswa diingatkan kembali bilangan sampai 500 yang selanjutnya meminta siswa membandingkan bilangan tersebut.
Siklus II (Kedua)
  1. Pertemuan pertama (rencana pembelajaran 3)
Siswa diingatkan kembali bilangan sampai 500 serta menyebutkan bilangan satuan puluhan dan ratusan yang selanjutnya meminta siswa membandingkan bilangan tersebut.
  1. Pertemuan kedua (rencana pembelajaran 4)
Siswa diingatkan kembali bilangan sampai 500 serta menyebutkan bilangan satuan, puluhan, dan ratusan dengan menggunakan media kartu bilangan yang selanjutnya meminta siswa membandingkan bilangan tersebut guru sebagai fasilitator dan siswa yang lebih aktif.
Berdasarkan hasil observasi pembelajaran, dapat diuraikan refleksi awal sebagai berikut:
1. Para siswa telah memiliki pengetahuan dasar tentang bilangan
2. Para siswa kelas II belum diajak belajar aktif dalam pembelajaran karena guru hanya menyampaikan materi berdasarkan bahan ajar .
1.    Tahap Perencanaan
Pada siklus I didahului dengan perencanaan meliputi:
a.    Menyusun rencana pembelajara tentang bilangan cacah dengan cara mengelompokkan dan membandingkan kelompok besar dan kelompok kecil.
b.    Membuat lembar observasi tentang aktivitas guru dalam mengelola pembelajaran dan aktivitas siswa pada saat proses pembelajara serta cara pemberian skornya.
c.    Merancang kegiatan pembelajaran tersebut, termasuk didalamnya menyusun Tes selama proses pembelajaran dan tes hasil belajar yang menjadi satu kesatuan dengan Rencana Pembelajaran (RPP)
2.    Tahap Pelaksanaan
Adapun tahap pelaksanaan siklus I meliputi:
a.    Siswa diberi tugas menyebutkan bilangan sampai 500 sebelum materi tersebut  dibahas di kelas.
b.    Diawal pertemuan guru melakukan appersepsi agar siswa tertarik dengan materi yang akan dipelajari, menyampaikan tujuan pembelajaran dan metode yang digunakan.
c.    Guru menyampaikan materi secara singkat dan memberikan contoh soal dan penyelesaiannya dengan menggunakan kartu bilangan misalnya: Pak Aman mempunyai buah kelapa sebanyak 20 biji dan mempunyai 50 buah biji pinang
d.    Meminta siswa meletakkan satu kartu pada tempat puluhan dan satu kartu pada tempat satuan sesuai dengan jumlah buah kelapa dan buah pinang.
e.    Memberi penjelasan cara membandingkan dua bilangan tersebut dengan menggunakan media kartu bilangan.
f.      Kemudian meminta siswa untuk membandingkan bilangan tersebut dengan memberi tanda <, > atau =
g.    Memberikan kesempatan kepada siswa secara acak untuk menyelesaikan soal yang diberikan.
h.    Membimbing dan mengarahkan siswa yang mengalami kesulitan pada proses pembelajaran.
i.      Pemberian tugas secara individual.
j.      Menyimpulkan hasil pembelajaran.
3.    Tahap observasi
Kegiatan pada tahap ini adalah sebagai berikut:

a.    Observasi terhadap aktivitas guru dalam pengelolaan pembelajaran dan aktivitas siswa selama proses pembelajaran dengan lembar observasi.
b.    Penguasaan materi diperoleh dari tes selama proses pembelajaran berupa kemampuan siswa dalam mengerjakan soal pre tes dan post tes. Seluruh data dicatat untuk dijadikan bahan pertimbangan untuk tindakan berikutnya.
4.    Evaluasi Tindakan dan Refleksi Akhir
Hasil yang diperoleh pada tahap observasi dikumpulkan dan dianalisis pada tahap ini dan menjadi pertimbangan untuk memasuki siklus 2 Pertimbangan yang digunakan jika salah satu komponen dibawah ini belum terpenuhi yaitu:
a.    hasil belajar siswa secara individu mencapai ketuntasan ≥ 70 dan ketuntasan klasikal jika ≥ 85 % dari keseluruhan siswa mencapai ketuntasan Individual.
b.    Aktivitas siswa lebih aktif dan guru mengurangi peranannya dalam proses pembelajaran.
E.   Prosedur Pelaksanaan Penelitian Siklus II
1.    Tahap Perencanaa
Pada siklus 2 didahului dengan perencanaan yang meliputi:
a.    Menyusun rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) tentang membandingkan bilangan sampai 500.
b.    Membuat lembar observasi aktivitas guru dalam mengelola kelas dan aktivitas siswa saat proses pembelajaran dan cara pemberian skornya.
c.    Merancang kegiatan pembelajaran dengan menggunakan media kartu bilangan, termasuk menyusun tes selama proses pembelajaran dan tes hasil belajar yang menjadi satu kesatuan dengan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP).
2.    Tahap pelaksanaan
Tindakan yang dilakukan pada siklus 2 adalah sebagai berikut:
a.    Guru menyampaikan tujuan dan informasi materi pembelajaran diiringi dengan memotivasi siswa.
b.    Guru menyampaikan materi pembelajaran secara singkat dan memberikan contoh soal: Nomor induk Rini adalah 967. Nomor induk Ami adalah 961.
Nomor induk siapakah yang lebih besar?
c.    Meminta siswa untuk meletakkan kartu bilangan yaitu angka 9 berada pada tempat ratusan angka 6 pada tempat puluhan dan angka 7,1 pada tempat satuan.
d.    Terlebih dahulu siswa membandingkan kartu bilangan yang berada pada tempat ratusan kemudian puluhan.
e.    Meminta siswa membandingkan bilangan tersebut.
f.      Kemudian membandingkan satuannya.
g.    Menyebutkan mana bilangan yang lebih besar dan mana yang lebih kecil.
h.    Meminta siswa meletakkan tanda <, > atau = diantara dua bilangan tersebut.
i.      Memberikan kesempatan kepada siswa secara acak untuk menyelesaikan soal yang diberikan.
j.      Membimbing dan memotivasi siswa yang mengalami kesulitan pada saat pembelajaran berlangsung.
k.    Pemberian tugas individu.
l.      menyimpulkan hasil pembelajaran.
3.    Tahap Observasi
Kegiatan pada tahap ini adalah sebagai berikut:
a.   

 
Observasi terhadap aktivitas guru dalam pengelolaan pembelajaran dan aktivitas siswa selama proses pembelajaran dengan lembar observasi.
b.    Penguasaan materi diperoleh dari tes selama proses pembelajaran berupa  kemampuan siswa dalam mengerjakan soal pre tes dan post tes. Seluruh data dicatat untuk dianalisis.
4.    Evaluasi Tindakan dan Refleksi Akhir
Hasil yang diperoleh pada tahap observasi dikumpulkan dan dianalisis pada tahap ini dan menjadi pertimbangan untuk menjawab tujuan penelitian yang telah dirumuskan.
F.   Data-data dan Alat penggali data
1.    Sumber data    : sumber data penelitian ini adalah siswa dan penelitian.
2.    Jenis data        : a. hasil belajar siswa.
                                   b. lembar observasi.
3. Cara pengambilan data  :
3.1.Observasi langsung
Observasi dilakukan untuk memperoleh gambaran tentang aktivitas saat proses pembelajaran berlangsung. Observasi difukoskan pada aktivitas belajar siswa dan guru. Instrumen yang digunakan adalah lembar observasi.


3.2. Tes
Instrumen tes digunakan untuk memperoleh data mengenai hasil belajar siswa. Pada pertemuan pertama dilakukan tes awal untuk mengetahui skor dasar siswa, selanjutnya diadakan kuis setiap akhir pertemuan untuk mengetahui kemampuan penguasaan materi siswa setelah mengikuti proses pembelajaran. Penyusunan instrumen tes memperhatikan beberapa hal, yaitu:
a. Soal sesuai dengan kurikulum KTSP
b. Penilaian dilhat dari ranah kognitif pada asfek pemahaman dan penilaian.
c. Butir – butir soal berbentuk essay atau uraian .
Perbedaan skor nilai untuk setiap soal didasarkan pada banyaknya langkah-langkah pengerjaan.
G.  Teknik Analisis Data
Data yang diperoleh dalam penelitian ini dianalisis dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
               Jumlah skor 
=                                                     X 100
         Jumlah skor maksimal
 
 


Ketuntasan individual

      Jumlah siswa yang tuntas belajar
=                                                           X 100 %
             Jumlah seluruh siswa
 
 


Ketuntasan klasikal

F
N
N
 
Sedangkan data yang diperoleh melalui lembar observasi dan hasil belajar tes tertulis dianalisis menggunakan tehnik persentase dari Sudijono (2005) dengan rumus:      P =               x 100

Keterangan:  P = Angka persentase yang dicari
             F = Frekuensi yang sedang dicari persentasenya.
             N = Jumlah sampel
H.  Indikator Keberhasilan
Hasil temuan observasi dan test hasil belajar pada masing-masing pertemuan dilakukan refleksi tindakan. Kemudian dianalisis dan hasilnya digunakan sebagai indikator keberhasilan Penelitian Tindakan Kelas.
Indikator keberhasilan ini adalah apabila ditemukan adanya peningkatan pemahaman siswa dalam membandingkan dua bilangan sampai lima ratus pada mata pelajaran matematika yang ditunjukan dari hasil evaluasi dan observasi yang dilakukan terhadap siswa dengan demikian, apabila nilai hasil belajar siswa secara individu mencapai ketuntasan ≥ 70 maupun klasikal jika ≥ 85 % dari keseluruhan siswa mencapai ketuntasan Individual dan hasil belajar menunjukan peningkatan, maka penelitian tindakan kelas ini dianggap berhasil.