BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Pembelajaran bahasa Indonesia meliputi empat macam aspek
kemampuan berbahasa, diantaranya menyimak, berbicara, membaca dan menulis.
Setiap aspek itu membutuhkan teknik dan metode belajar yang tepat agar kesulitan
siswa untuk menguasai keterampilan berbahasa tersebut dapat ditangani dengan
baik.
Berbicara sebagai salah satu aspek keterampilan berbahasa
memiliki peranan penting untuk diajarkan dan dikuasai oleh siswa karena bila
seseorang memiliki kemampuan berbicara yang baik maka ia mempunyai bekal yang
baik pula untuk berinteraksi dan bergaul dengan lingkungannya di saat ini
maupun saat yang akan datang, karena kemampuan berbicara seseorang melambangkan
tingkat berpikir
dan kecerdasan orang tersebut.
Pembelajaran
keterampilan berbahasa dikembangkan di sekolah baik di kelas rendah maupun
kelas tinggi. Meski di kelas rendah, siswa
mulai diajarkan dan dikenalkan dengan berbagai
macam aspek keterampilan berbahasa
salah satunya keterampilan berbicara. Keterampilan berbicara anak mulai
dikembangkan sejak di sekolah dasar dengan harapan ketika anak dewasa tidak
lagi mengalami hambatan dalam berbicara yang dapat mempengaruhi komunikasi dan
interaksi mereka dengan orang lain, namun pada
kenyataannya di kelas III SDN Keraton 1 Kecamatan Martapura
kemampuan berbicara siswa masih sangat rendah dan
membutuhkan peningkatan karena masih banyak siswa yang belum mampu berbicara
dengan baik dan benar, belum mampu mengemukakan pendapat serta kurang maksimal
dalam bertanya saat kegiatan pembelajaran berlangsung.
Permasalahan tersebut terjadi karena siswa kurang
terlatih dalam berbicara khususnya berbicara dengan menggunakan bahasa
Indonesia yang baik dan benar. Hal ini diindikasikan karena lingkungan
keseharian mereka baik di rumah dan di masyarakat lebih banyak mengunakan
bahasa ibu Hal tersebut juga ditambah dengan kemampuan kosakata siswa yang
masih kurang juga rasa percaya diri dan keberanian untuk berani berbicara masih
siswa yag belum berkembang dengan baik. Selain faktor siswa, dalam proses
kegiatan belajar di dalam kelas, pembelajaran bahasa di sekolah khususnya dalam berbicara masih
kurang intensif baik dalam penggunaan metode maupun media, dimana untuk mata
pelajaran bahasa Indonesia umumnya media yang digunakan sangat minim bahkan
kadang tidak tersedia media apapun dan lebih hanya menitik beratkan pada
penggunaan metode konvensional yang menyebabkan pembelajaran menjadi monoton
dan tidak menarik. Bila hal tersebut dibiarkan, maka kemampuan siswa dalam menguasai ilmu mengenai
kebahasaan tidak akan pernah berkembang yang akan mempengaruhi keterampilan
berbahasa dan pemerolehan keterampilan itu pada jenjang berikutnya.
Strategi
pemecahan masalah untuk memecahkan
masalah tersebut dilakukan dengan perumusan strategi belajar yang tepat dan relevan,
penggunaan media yang menarik serta bagaimana cara membangkitkan keaktifan dan
partisipasi siswa dalam pelajaran. Adapun strategi yang dipilih untuk
menyelesaikan masalah tersebut adalah dengan tipe Cooperative Script dipadukan dengan
cerita dongeng.
Penggunaan tipe Cooperative Script yang dipadukan dengan cerita
dongeng.memungkinkan siswa untuk berani berbicara melalui kerjasama kelompok dengan bantuan naskah
cerita dongeng yang dibaca dan diceritakan kembali dengan kalimatnya sendiri. Teknik ini dianggap relevan untuk mengatasi
permasalahan/kesulitan siswa dalam kegiatan berbicara, khususnya berbicara dengan menggunakan bahasa Indonesia
dalam beberapa kalimat sederhana, sesuai dengan teori behaviouristik yang
menyatakan bahwa perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman. Aliran
ini menekankan pada terbentuknya perilaku yang tampak sebagai hasil belajar.
Teori behavioristik dengan model hubungan stimulus respon. Oktafiany (2009: 5).
Cooperative Script dianggap relevan
untuk meningkatkan keterampilan berbicara karena di dalamnya termuat kegiatan
yang memungkinkan munculnya stimulus dan respon melalui kegiatan belajar yang
saling mendorong objek menjadi pembelajar seutuhnya lewat komunikasi multi
arah.
B.
Rumusan Masalah
1.
Bagaimana
aktivitas guru dalam melaksanakan model pembelajaran tipe Cooperative Script untuk meningkatkan keterampilan berbicara siswa kelas III SDN
Keraton 1 Kecamatan Martapura?
2.
Bagaimana
aktivitas siswa dalam melaksanakan model pembelajaran tipe Cooperative Script untuk meningkatkan keterampilan berbicara siswa kelas III SDN
Keraton 1 Kecamatan Martapura?
3.
Apakah
terjadi peningkatan dalam keterampilan
berbicara siswa kelas III
melalui model pembelajaran tipe Cooperative Script SDN Keraton 1
Kecamatan Martapura?
C.
Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian
tindakan kelas ini adalah:
1.
mendeskripsikan
aktivitas guru dalam
melaksanakan model pembelajaran
tipe Cooperative Script untuk
meningkatkan keterampilan
berbicara siswa kelas III SDN Keraton 1 Kecamatan Martapura.
2.
mendeskripsikan
aktivitas belajar siswa dalam melaksanakan model
pembelajaran tipe Cooperative Script untuk meningkatkan keterampilan berbicara siswa kelas
III SDN Keraton 1 Kecamatan Martapura.
3.
meningkatkan
keterampilan berbicara siswa melalui model
pembelajaran tipe Cooperative Script siswa kelas III SDN Keraton 1 Kecamatan
Martapura.
D.
Rencana Pemecahan Masalah
Kemampuan
berbicara siswa mengalami hambatan disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya
kemampuan komunikasi siswa yang belum berkembang ketika mengemukakan pendapat,
Kemampuan berbahasa Indonesia yang rendah, minimnya pembendaharaan kata, rendahnya motivasi dan
rasa percaya diri untuk berbicara
serta kurang maksimalnya pemilihan model dan pendekatan pembelajaran serta
media yang digunakan oleh guru. Faktor-faktor
tersebut berimbas pada keterampilan berbicara siswa yang cenderung tidak
optimal dan membutuhkan penangan. Hal ini diketahui dari penilaian keterampilan
berbahasa melalui kegiatan mengkomunikasikan di dalam kelas yang belum
maksimal. Dimana hasil tes awal
menunjukkan bahwa dari 21 orang siswa terdiri 10 orang siswa laki-laki
dan 11 orang siswa perempuan hanya 8 siswa yang mampu mencapai rentang nilai
Baik (70 – 80), sedangkan 13 orang siswa lainnya belum berhasil mencapai target
nilai yang sudah ditetapkan. Berdasarkan uraian tersebut maka dibutuhkan penanganan
yang tepat agar siswa mampu memiliki keterampilan berbicara yang baik sehingga
tujuan untuk meningkatkan keterampilan dalam berbahasa khususnya berbicara
dapat meningkat.
Sesuai
dengan latar belakang dan rumusan masalah di atas, maka rencana pemecahan
masalah yang dilakukan adalah dengan merumuskan strategi belajar yang tepat dan relevan
melalui model pembelajaran tipe Cooperative
Script yang dipadankan dengan penggunaan
media yang menarik berupa cerita dongeng. Model
pembelajaran ini diharapkan mampu
memacu keaktifan dan partisipasi siswa dalam pelajaran
melalui kegiatan komunikasi dan interaksi siswa dengan kelompoknya juga dengan
guru dan teman lainnya.
Penggunaan tipe model pembelajaran tipe Cooperative Script yang
dipadukan dengan cerita dongeng.memungkinkan siswa untuk berani berbicara
melalui kerjasama kelompok dengan bantuan naskah cerita dongeng yang dibaca dan
diceritakan kembali dengan kalimatnya sendiri. Teknik ini dianggap relevan untuk mengatasi permasalahan/kesulitan
siswa dalam kegiatan berbicara, khususnya berbicara dengan menggunakan bahasa Indonesia
dalam beberapa kalimat sederhana.
E.
Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian ini
adalah:
1.
Penelitian
ini diharapkan dapat meningkatkan kesempatan dan peran serta guru untuk
berperan aktif dalam mengembangkan pengetahuan dan kinerja secara professional.
Hasil penelitian ini diharapakan dapat memperbaiki proses pembelajaran yang
mampu menambah wawasan dan dapat dijadikan bahan kajian materi dalam mengefektifkan
dan mengaktifkan kegiatan belajar mengajar di kelas khususnya dalam usaha
meningkatkan keterampilan berbicara siswa.
2.
Bagi
siswa hasil penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan keterampilan siswa
dalam berbicara terutama sehubungan dengan usaha untuk menambah kepercayaan
diri, meningkatkan keterampilan
berbahasa Indonesia, juga mempermudah siswa untuk berinteraksi dan
berkomunikasi baik itu dalam kegiatan pembelajaran di kelas maupun kegiatan
siswa di lingkungan sekitar lainnya.
3.
Bagi
kepala sekolah penelitian ini diharapkan mampu menjadi sebuah masukan
sehubungan dengan permasalahan aktual di sekolah. Sekolah dapat menentukan
kebijakan sendiri dalam meningkatkan pembelajaran sesuai dengan kemampuan dan
kondisi masing-masing, meningkatkan kemampuan dan kinerja dalam proses
pembelajaran, terutama dalam meningkatkan keterampilan berbahasa khususnya
keterampilan berbicara.
BAB II
LANDASAN TEORI
A.
Kajian Teori
1. Berbicara
Sebagai Salah Satu Aspek Kegiatan Pembelajaran Bahasa Indonesia di Sekolah Dasar.
Dalam berinteraksi,
berkomunikasi dan berhubungan dengan orang lain, manusia sebagai makhluk sosial
membutuhkan sebuah sarana yang berfungsi sebagai penyambung agar proses interaksi dan
komunikasi tersebut dapat berjalan dengan lancar dan berlangsung multi arah.
Dengan bahasa manusia dapat saling berhubungan, berinteraksi, berkomunikasi,
menyampaikan pikiran, perasaan dan ide serta keinginan pada orang lain. Dan
kegiatan tersebut dilakukan dengan cara berbicara, menyampaikan apa yang ingin
disampaikan kepada lawan bicara melalui bahasa lisan.
Dilihat dari pengertiaannya, “berbicara diambil dari kata bicara yang
berarti bahasa lisan yang merupakan bentuk yang paling efektif untuk
berkomunikasi”
(Sumantri, 2004: 46). Sedangkan berbicara sendiri dapat diartikan sebagai “kemampuan
mengucapkan bunyi-bunyi bahasa mengekspresikan atau menyampaikan pikiran,
gagasan atau perasaan secara lisan” (Brown and Yule, dalam Puji Santosa, 2006 :
6,34).
Selanjutnya berbicara
menurut Tarigan (2008: 16) adalah :
kemampuanmengucapkan
bunyi-bunyi artikulasi atau kata-kata untuk mengekspresikan,menyatakan atau
menyampaikan pikiran, gagasan, dan perasaan. Sebagaiperluasan ini berbicara
merupakan suatu sistem tanda-tanda
yang dapatdidengar(audible)
dan yang kelihatan (visible) yang memanfaatkan otot danjaringan otot tubuh
manusia demi maksud dan tujuan gagasan-gagasan atauide-ide yang dikombinasikan. Berbicara merupakan suatu bentuk
perilaku manusia yang memanfaatkan faktor-faktor fisik, psikologis, neurologis, semantik, dan
linguistiksedemikian ekstensif, secara luas sehingga dapat dianggap sebagai
alatmanusia yang paling penting bagi kontrol manusia
Berbicara dalam pelaksanaannya diklasifikasikan dalam
beberapa jenis, diantaranya (Santosa,
2006 : 6.36) :
a.
berbicara berdasarkan tujuannya, yaitu bertujuan untuk
memberitahukan, melaporkan,atau menginformasikan suatu proses.
b.
Bicara menghibur, yaitu kegiatan
berbicara yang memerlukan kemampuan menarik untuk mendapat perhatian pendengar.
Suasananya bersifat santai dan penuh canda.
c.
Berbicara membujuk, mengajak,
meyakinkan yang bertujuan agar pembicara dapat mengambil hati pendengarnya.
Menurut
Sudarmadji (2010:32) seorang pencerita perlu menguasaiketerampilan dalam
bercerita, baik dalam olahvokal, olah gerak, ekspresi dsb.Seorang pencerita
harus pandai-pandai mengembangkan berbagai unsurpenyajian cerita sehingga
terjadi harmoni yang tepat. Secara garis besar unsur-unsur penyajian cerita
yang harus dikombinasikan secara proporsional yaitu:(1) narasi (pemaparan
cerita), (2) dialog (percakapan tokoh),(3) ekspresi(terutama mimik muka),(4)
visualisasi gerak/ peragaan (acting), (5) ilustrasisuara, suara lazim dan tak
lazim (suara asli, suara besar, suara kecil, suarahewan, suara kendaraan), (6)
media atau alat peraga jika ada, (7) teknikilustrasi yang lain (musik,
permainan, lagu).Pembicaraan yang baik harus mampu memberikan kesan bahwa ia
menguasaibahan pembicaraan. Selain itu pembicara juga harus berbicara dengan
jelas dantepat.Menurut Maidar dan Mukti (1988:7) seorang pembicara
harusmemperhatikan faktor kebahasaan dan faktor non kebahasaan yangmempengaruhi
keefektifan berbicara.
b. Faktor
nonkebahasaaan yang mempengaruhi keefektifan berbicara meliputi:(1)sikap yang
wajar, tenang, dan tidak kaku,(2) pandangan harus diarahkan padalawan
bicara,(3) gerak-gerikdan mimik yang tepat,(4) kenyaringan suara, (5)kelancaran,(6)
relevansi/ penalaran, (7) penguasaan topik (Maidar dan Mukti,1988:20-21).
Berbicara sebagai salah satu aspek kegiatan berbahasa, mulai
intensif diajarkan di sekolah sejak siswa berada di kelas rendah mengingat
fungsi dan kedudukannya yang penting dalam pembelajara. Berbicara sendiri
merupakan keterampilan
berbahasa yang produktif yang didapat sebagai implementasi dari hasil simakan.
Kemampuan berbicara seorang individu berkembang pesat pada masa anak-anak,
karena pada masa ini anak menyerap banyak hal mengenai berbicara yang tampak
jelas dari penambahan kosakata yang dimilikinya.
Di sekolah dasar pembelajaran berbicara mulai diajarkan
dengan tujuan untuk melatih siswa agar dapat berbicara dengan baik dan benar.
Untuk dapat berbicara seperti itu diperlukan latihan dan pengajaran yang
konsisten dan bertahap. Di kelas rendah siswa mulai dilatih keberaniannya untuk
mampu berbicara dengan kalimat sederhana, memperkenalkan diri atau
menjelaskan/mendeskripsikan apa yang ada di sekeliling mereka dengan kalimat, aktif bertanya juga mengemukakan
pendapat.
2. Starategi
Pembelajaran Aspek Berbicara Pada Siswa Sekolah Dasar.
“Belajar adalah proses perubahan prilaku berkat
pengalaman dan latihan. Tujuan kegiatan adalah perubahan tingkah laku, baik
yang menyangkut pengetahuan, keterampilan maupun sikap, bahkan meliputi segenap
aspek organisme atau pribadi”.( hamalik, 2006 :10 ), untuk menciptakan proses
belajar yang efektif maka guru harus memiliki strategi yang tepat dalam
pembelajaran. “Stategi pembelajaran adalah pola-pola umum
kegiatan guru anak didik dalam perwujudan kegiatan belajar mengajar untuk
mencapai tujuan yang telah ditetapkan.” (Djamarah, 2006 :5).
Strategi pembelajaran mutlak digunakan untuk kelancaran kegiatan belajar
mengajar, serta untuk mencari penyelesaian dan solusi dari setiap permasalahan
yang timbul dalam kegiatan belajar mengajar.
Anak usia SD yang duduk di kelas rendah
membutuhkan sebuah strategi belajar yang relevan dan mengena, mengingat pada
usia ini anak tidak dapat menerima materi hanya melalui ceramah. Materi berbicara khususnya berbicara dengan
menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar bukanlah hal mudah untuk
diterima dan dijalankan oleh siswa, oleh karena itu guru harus benar-benar
pandai mencari strategi yang tepat agar siswa lebih mudah menerimanya.
Ada banyak cara yang dapat digunakan dalam
melaksanakan pembelajaran berbicara di SD, misalnya dengan menceritakan
pengalaman yang mengesankan, memperkenalkan identitas diri, berdialog,
menceritakan gambar atau menggunakan sastra dengan skenario yang variatif dalam
pelaksanaan pembelajarannya.
3.
Model Pembelajaran Tipe
Cooperative Script dalam Pembelajaran Berbahasa Aspek Berbicara
a.
Pengertian
Model Pembelajaran Cooperative Script
“Model
Pembelajaran Cooperative Script
adalah salah satu dari beberapa metode yang ada di model pembelajaran
kooperatif ( Cooperative Learning ). Metode ini dikemukakan oleh
Danserau dan kawan-kawan pada tahun 1985.” (Riyanto,2009: 284).
Pembelajaran
kooperatif adalah kegiatan pembelajaran dengan cara berkelompok untuk bekerja
sama saling membantu mengkonstruksi konsep, menyelesaikan persoalan atau
inkuiri. Pada pembelajaran kooperatif para siswa dibagi menjadi
kelompok-kelompok kecil dan diarahkan untuk mempelajari materi pelajaran yang
telah ditentukan, dalam hal ini sebagian besar aktivitas pembelajaran berpusat
pada siswa yakni mempelajari materi pelajaran dan didiskusikan untuk memecahkan masalah/tugas. (Suyatno, 2009:
15).
“Pembelajaran
kooperatif adalah pendekatan pembelajaran yang berfokus pada penggunaan
kelompok kecil siswa untuk bekerjasama dalam memaksimalkan kondisi belajar
untuk mencapai tujuan belajar” (Nurhadi, 2004: 112).Sedangkan menurut Ibrahim
(2002: 3), pembelajaran Kooperatif adalah pembelajaran yang menuntut kerjasama
siswa dan saling ketergantungan dalam struktur, tugas, tujuan dan hadiah.Pernyataan
lain jugadiungkapkan oleh Slavin dalam Isjono (2009: 12) yang menyatakan bahwa“pembelajaran
kooperatif adalah suatu model pembelajaran dimana siswa belajar dan bekerja
dalam kelompok-kelompok kecil secara kolaboratif yang beranggotakan 4 – 6
orang”.
Dari
uraian diatas maka dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif adalah suatu
model pembelajaran yang menggunakan adanya kerjasama antara siswa dalam suatu
kelompok kecil yang bersifat heterogen dimana terdapat ketergantungan
antarsiswa dalam kelompok untuk belajar bersama dan mencapai tujuan belajar
yang telah ditentukan.
Tujuan
dibentuknya kelompok kooperatif adalah untuk memberikan kesempatan kepada siswa
agar dapat terlihat secara aktif dalam proses berfikir dalam kegiatan belajar
mengajar. Beberapa ahli menyatakan bahwa model pembelajaran kooperatif tidak
hanya unggul dalam membantu siswa memahami konsep yang sulit, tetapi juga
sangat berguna untuk menumbuhkan kemampuan berfikir kritis, bekerjasama dan
membantu teman. Selain itu keterlibatan siswa secara aktif pada proses
pembelajaran dapat memberikan dampak positif terhadap siswa untuk meningkatkan
prestasi belajarnya.
Maka
dari itu pembelajaran kooperatif merupakan salah satu model pembelajaran yang
diyakini mampu meningkatkan motivasi dan pemahaman siswa karena pembelajaran
ini berorientasi pada siswa. Pembelajaran kooperatif memberikan kesempatan
kepada siswa untuk membangun pemahaman suatu konsep melalui aktivitas sendiri
dan interaksinya dengan siswa lain. Pembelajaran kooperatif juga dapat
memberikan dukungan bagi siswa dalam saling tukar menukar ide, memecahkan
masalah, berpikir alternatif, dan meningkatkan kecakapan berbahasa.
Model Pembelajaran Cooperative Scriptterdiri dari dua kata yaitu “ Cooperative”
dan ” Script”. Kata Cooperative berasal dari kata “ Cooperate“
yang berarti bekerjasama, bantu-membantu, gotong-royong, selain itu juga
berasal dari kata “ Cooperation “ yang artinya kerjasama, koperasi
persekutuan. kata“ Cooperation “ yang artinya kerjasama, koperasi
persekutuan. Sedangkan kata “ Script ” berasal dari kata “ Script ”
yang berarti uang kertas, darurat, surat saham ementara dan surat andil
sementara. Jadi yang dimaksud Cooperative Scriptdisini adalah naskah
tulisan tangan, surat saham sementara( Andreas, tt: 91) .
Sedangkan menurut
Slavin (1982: 88)Cooperative Script adalah metode belajar dimana siswa
bekerja berpasangan dan bergantian peran sebagai pembaca atau pendengar dalam
mengintisarikan bagian-bagian yang dipelajari. Dengan kata lain Model
Pembelajaran Cooperative Script
merupakan metode belajar yang membutuhkan kerja sama antara dua orang, yang
mana yang satu sebagai pembicara dan yang satunya sebagai pendengar.Dengan
pernyataan di atas dapat diketahui bahwa siswa dapat bekerja atau berpikir
sendiri tidak hanya mengandalkan satu siswa saja dalam kelompoknya.Karena
setiap siswa dituntut untuk mengintisarikan materi dan mengungkapkan
pendapatnya secara langsung dengan patnernya.Pada pembelajaran Cooperative
Script terjadi kesepakatan antara
siswa tentang aturan-aturan dalam berkolaborasi. Masalah yang dipecahkan
bersama akan disimpulkan bersama. Peran guru hanya sebagai fasilitator yang
mengarahkan siswa untuk mencapai tujuan belajar.
Dalam
cooperative script saat berinteraksi
siswa terjadi kesepakatan, diskusi, menyampaikan pendapat dari ide-ide pokok
materi, saling mengingatkan dari kesalahan konsep yang disimpulkan, membuat
kesimpulan bersama.Interaksi belajar yang terjadi benar-benar interaksi dominan
siswa dengan siswa.Dalam aktivitas siswa selama pembelajaran Cooperative Script benar-benar
memberdayakan potensi siswa untuk mengaktualisasikan pengetahuan dan
keterampilannya, jadi benar-benar sangat sesuai dengan pendekatan konstruktivis
yang dikembang-kan saat ini.
b.
Langkah-langkah
Model Pembelajaran Cooperative Script
Menurut Fachrudin dan Ali Idris (2009: 164), langkah-langkah
yang harus dilakukan dalam metode pembelajaran Cooperative Script adalah
sebagai berikut :
1) guru membagi siswa untuk berpasangan.
2) guru membagikan wacana / materi kepada
setiap siswa untuk dibaca dan membuat ringkasan.
3) guru dan siswa menetapkan siapa yang
pertama berperan sebagai pembicara dan siapa yang berperan sebagai pendengar.
4) pembicara membacakan ringkasannya
selengkap mungkin, dengan emasukkan ide-ide pokok dalam ringkasannya. Sementara
pendengar menyimak, mengoreksi, menunjukkan ide-ide pokok yang kurang lengkap
dan membantu mengingat / menghafal ide-ide pokok dengan menghubungkan materi
sebelumnya atau dengan materi lainnya.
5) bertukar peran, semula sebagai pembicara
ditukar menjadi pendengar dan sebaliknya, serta lakukan seperti di atas.
6) kesimpulan siswa bersama-sama dengan
guru.
7) penutup
4. Penggunaan Sastra Anak Berupa Dongeng
Dalam
Upaya Peningkatan Kemampuan Berbicara Siswa.
“Sastra merupakan salah satu khazanah kebahasaan
yang sudah dikenal sejak dahulu. Sastra berasal dari kata sas yang berarti ajar
dan tra yang berarti alat, jadi secara harfiah sastra dapat diartikan sebagai
alat untuk belajar.’(Hidayat, 2007 : 125 ). Sastra sendiri terdiri
dari dua macam yaitu kesusastraan lisan yang diwujudkan dalam bahasa lisan dan kesusastraan tertulis yang diwujudkan dalam bahasa tertulis.
Sastra sangat baik untuk dikenalkan pada anak
ataupun diterapkan pada strategi pembelajaran di kelas. Hal ini disebabkan
karena sastra sifatnya menarik dan indah. Sastra sendiri berisikan ungkapan
pribadi manusia yang berupa pengalaman, pemikiran, perasaan, ide, semangat, dan
keyakinan dalam bentuk gambaran konkret yang membangkitkan pesona dengan alat
bahasa ( Sumardja dalam Rosdiana, 2007 :
5.3).
Salah satu jenis hasil karya sastra anak yang
banyak dikenalkan dan dikonsumsi oleh anak adalah dongeng.“Dongeng adalah
cerita yang didasari atas angan-angan atau khayalan, dimana di dalamnya
terkandung cerita yang menggambarkan
sesuatu di luar dunia nyata.” ( Rosdiana, 2007 : 6.9). Dongeng sebagai salah
satu karya sastra anak ini sangat relevan sekali untuk digunakan dalam kegiatan
pembelajaran khususnya mata pelajaran bahasa Indonesia di kelas rendah karena
sesuai dengan perkembangan jiwa dan karakteristik anak usia kelas rendah.
Selain penggunaan dongeng untuk meningkatkan
kemampuan berbicara siswa, ada satu hal lagi yang penting dan mendukung kegiatan
pembelajaran, hal tersebut yaitu penggunaan media pembelajara.” Media adalah
alat bantu mengajar yang digunakan sebagai penyalur pesan guna mencapai tujuan
pengajaran”( Djamarah, 2006 : 121 ).
Adapun media yang digunakan dalam kegiatan
pembelajaran berbicara ini adalah media gambar yang diharapkan mampu
meningkatkan motivasi dan minat siswa serta memusatkan perhatian siswa serta
diharapkan mampu membuat iklim belajar menjadi kondusif dan menyenangkan.
Karena media gambar yang dipilih dalam kegiatan ini telah memenuhi beberapa
syarat media gambar yang ditentukan, diantaranya ( Sharefile: 2008: dynamika
uny):
1.
Harus otentik
2.
Sederhana
3.
Ukurannya relatif
4.
Mengandung gerak dan
perbuatan
5.
Sesuai dengan tujuan
pembelajaran
6.
Dibuat bagus dan menarik
perhatian siswa.
Penggunaan
model pembelajaran tipe cooperative script yang dipadukan dengan
penggunaan media berupa cerita dongeng dalam penelitian ini memuat
langkah-langkah sebagai berikut:
1.
Guru membagi siswa
menjadi berpasangan.
2.
Siswa diberikan naskah
dongeng untuk dibaca dan dipelajari secara singat
3.
Guru bersama siswa
menentukan siapa menentukan siapa yang berperan menjadi pembicara dan pendengar
4.
Pembicara menceritakan
isi cerita yang telah dibaca dan dipahaminya dengan menggunakan bahasanya
sendiri, sementara pendengar menyimak/ mengoreksi/ menunjukkan isi cerita yang
kurang lengkap.
5.
Guru meminta siswa untuk
bertukar peran, semula sebagai pembicara ditukar menjadi pendengar dan
sebaliknya dan meminta menceritakan isi cerita sebagaimana yang telah dilakukan
oleh temannya
6.
Guru memberikan stimulus
dengan memberikan pertanyaan-pertanyaan yang berhubungan dengan isi cerita,
sehingga siswa kembali mengemukakan pendapatnya tentang pemahaman dan
kesimpulannya terhadap naskah cerita yang telah dibacanya
7.
Guru bersama siswa menyimpulan
bersama-sama tentang isi cerita
8.
Guru menutup pelajaran
dengan meminta salah satu siswa untuk memimpin do’a.
Adapun aspek yang akan diamati adalah observasi
kegiatan berbicara meliputi keberanian bertanya dan mengemukakan pendapat serta
menceritakan kembali naskah yang dibaca dengan kalimat sendiri, juga observasi
aspek sikap yang meliputi kepercayaan diri dan kerjasama dalam kelompok.
Dengan langkah dan indicator penilaian di atas
diharapkan penggunaan model pembelajaran tipe cooperative script dengan
media dongeng mampu meningkatkan keterampilan siswa dalam berbicara.
B.
Penelitian yang Relevan
Penelitian
yang relevan dengan penelitian tindakan kelas ini diantaranya :
1. Penelitian yang dilakukan oleh Azizah
Nurlaili, Ngadino Yustinus dan Matsuri (2013) yang diterbitkan oleh jurnal
Universitas Sebelas Maret berjudul “Peningkatan Keterampilan Berbicara dengan
Menggunakan Model Pembelajaran Kooperatif
Tipe Cooverative Script”.
Penelitian dilakukan untuk mengetahui peningkatan keterampilan berbicara siswa
dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe cooveratife Script. Dari
hasil penelitian diketahui bahwa terdapat kemajuan yang signifikan dalam
perkembangan keterampilan siswa dalam berbicara.
2. Penelitian yang dilakukan oleh Rifqa
Annisa Oktaviana, Imam Suyanto dan M Chamdani (2014) yang berjudul “Penerapan
Model Kooperatif Tipe Cooveratife Script Dengan Media Gambar untuk Meningkatkan
Keterampilan Berbicara pada Siswa Kelas IV SDN Tanuharjo Tahun Ajaran
2014/2015”, yang diterbitkan dalam jurnal Universitas Sebelas Maret. Penelitian
tersebut menyatakan bahwa penerapan model kooperatif tipe cooveratife script dengan media gambar terbukti meningkatkan
keterampilan berbicara pada siswa kelas IV SDN Tanuharjo tahun ajaran
2014/2015.
Penelitian
ini berbeda dengan dua penelitian di atas, karena dalam penelitian ini rumusan
masalah mengacu bukan hanya pada peningkatan keterampilan siswa namun juga pada
aspek sikap yang berhubungan dengan keterampilan berbicara seperti kepercayaan
diri dan keberanian untuk bertanya.
C. Hipotesis
Hipotesis
dalam penelitian ini adalah “Jika menggunakan model
pembelajaran tipe cooperative script, maka keterampilan berbicara siswa kelas 3
SDN Keraton 1 Kecamatan Martapura dan meningkat ”.
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Setting Penelitian
1.
Waktu
Penelitian
Penelitian ini
dilakukan pada bulan Juli sampai dengan September semester 1 tahun pelajaran
2014/2015. Alasan pemilihan waktu ini adalah karena diharapkan aspek
keterampilan berbicara siswa dapat meningkat sedini mungkin sehingga ketika
siswa sudah mempelajari banyak materi di bulan selanjutnya, maka keterampilan
berbicara siswa sudah terasah dengan baik.
2.
Tempat
Penelitian
Penelitian
tindakan ini dilakukan di kelas 3 SDN
Keraton 1 Kecamatan Martapura dengan jumlah siswa 32 orang yang terdiri dari 15 orang siswa laki-laki dan 17 orang siswa perempuan. Tempat ini dipilih
karena merupakan tempat tugas peneliti sebagai guru sehingga diharapkan
permasalahan dalam kegiatan belajar di kelas peneliti khususnya yang
berhubungan dengan keterampilan berbicara tidak lagi mengalami hambatan.
B.
Subjek Penelitian
Subjek yang diteliti dalam penilaian
tindakan ini adalah :
a.
Faktor Guru yaitu aktivitas guru dalam pelaksanaan kegiatan belajar
mengajar khusunya materi berbicara melalui model
cooperative Script yang dipadukan
dengan cerita dongeng.
b.
Faktor siswa yaitu mengamati aktifitas siswa dalam berbicara, yaitu
berbicara dengan menceritakan kembali cerita dongeng
yang dibaca dan mengkomunikasikannya dengan kelompok/pasangan masing-masing.
Komunikasi juga bisa dilakukan dengan teman sekelas lainnya.
c.
Faktor hasil belajar yaitu mengamati kemampuan/keterampian
siswa dalam berbicara menceritakan
kembali cerita dongeng yang dibaca dan mengkomunikasikannya dengan
kelompok/pasangan masing-masing.
C.
Rancangan Penelitian
Pendekatan yang digunakan dalam
penelitian ini adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Pendekatan yang akan
digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas atau sering
disebut dengan classroom research
yaitu penelitian yang dilakukan guru di kelas atau di sekolah tempat mengajar,
dengan penekanan pada penyempurnaan atau peningkatan praktik dan proses dalam
pembelajaran.
Langkah-langkah
pelaksanaan penelitian ini dimulai dari persiapan yang terdiri dari perencanaan
dibawah ini :
1.
Membuat rencana pembelajaran
2.
Membuat petunjuk pelaksanaan kegiatan.
3.
Menyiapkan buku cerita berisi dongeng yang
akan dibaca siswa.
4.
Menyusun lembar penilaian.
Sedangkan
pelaksanaannya dibuat dalam dua siklus yang garis besarnya tertuang dibawah ini
:
Siklus 1 : Perencanaan
: 1. Melaksanakan alur kegiatan berdasarkan
persiapan yang telah dibuat.
2. Menyiapkan berbagai
macam cerita dongeng
3. Membuat
Lembar Penilaian.
4. Menyusun alat evaluasi pembelajaran.
Pelaksanaan : 1. Menjelaskan materi mengenai berbicara dan pentingnya
kemampuan berbicara yang baik dan benar menggunakan
bahasa Indonesia yang baik dan benar.
2. Mengenalkan pada siswa mengenai cerita
dongeng. Dongeng dipilih untuk digunakan karena dirasa mampu menarik perhatian siswa.
3. Membagi siswa ke dalam
beberapa kelompok secara berpasangan.
4. Mengadakan sedikit tanya jawab mengenai
kegiatan yang akan dilakukan.
5.Meminta
siswa untuk berkumpul dengan
pasangan/kelompok masing-masing.
6.
Setiap siswa dalam kelompok membaca naskah cerita dongeng, setelah selesai
mereka diminta untuk menceritakan kembali dongeng yang dibaca masing-masing,
lalu menceritakannya kembali dengan bahasa/kalimat sendiri. Setelah selesai,
masing-masing kelompok mengkomunikasikan isi cerita dongeng.
7.
Siswa diminta maju bergantian hingga seluruh kelompok dalam kelas mendapat giliran untuk maju ke depan kelas.
Pengamatan : 1. Mengamati proses pelaksanaan membaca
dongeng, menceritakan dongeng, dan mengkomunikasikan dongeng dengan teman satu
kelompok.
2. Keaktifan siswa dalam kegiatan.
3. Kemampuan siswa berbicara dan menggunakan model
pembelajaran Cooperative Script yng
dipadukan dengan media cerita dongeng.
4. Keefektifan metode pembelajaran yang digunakan.
Refleksi : Menilai
kemampuan dan keaktifan siswa dalam berbicara menggunakan model
pembelajaran Cooperative Script yng
dipadukan dengan media cerita dongeng.
Berdasarkan refleksi pada siklus pertama, maka dilakukan siklus kedua dan
selanjutnya hingga target dan tujuan pembelajaran tercapai dengan baik.
D.
Teknik Pengumpulan Data
Jenis
data
yang digunakan dalam penelitian ini adalah data kualitatif, yaitu data tentang hasil
keterampilan berbicara melalui kegiatan
menceritakan kembali dongeng yang dibaca dan dikomunikasikan dengan
teman satu kelompok. Dinilai berdasarkan keterampilan berbicara dengan menceritakan kembali dongeng dengan
kalimat sederhana, serta kemampuan siswa mengkomunikasikannya
dengan teman satu kelompok. Adapun data yang dianalisis meliputi observasi kegiatan guru dan
observasi pengamatan aktifitas siswa yang akan diuraikan dalam uraian di bawah ini:
1. Observasi
Kegiatan Guru
Penilaian
dalam observasi kegiatan guru ditentukan berdasarkan kegiatan yang dilakukan
oleh guru yang sebelumnya tercantum dalam lembar observasi kegiatan guru.
Apabila guru melaksanakan apa yang sudah direncanakan maka pengamat memberi
tanda contreng pada kolom yang tersedia. Namun bila guru melewatkan maka
pengamat memberi tanda silang/kali pada
kolom yang disediakan.
2. Observasi
Pengamatan Aktifitas Siswa
Pengamatan aktifitas siswa dinilai berdasarkan aspek yang diamati yang telah
ditentukan dalam lembar observasi aktifitas siswa, dengan menggunakan indikator
penilaian. Adapun tabel indikator penilaian aspek non kebahasaan berupa
kepercayaan diri, tanggung jawab, dan keberanian dalam mengemukakan pendapat
tertuang dalam tabel berikut ini :
Tabel Indikator penilaian aspek non kebahasaan.
No
|
Nama Siswa
|
Indikator
|
|||
Suara lantang/Nyaring
|
Ketepatan sasaran pembicaraan
|
Sikap tubuh wajar (tidak menunduk)
|
Penetapan tekanan nada dan durasi.
|
||
1
|
Luna Maya
|
|
|
|
|
2
|
Raffi Ahmad
|
|
|
|
|
3
|
Narji
|
|
|
|
|
Dst
|
|
|
|
|
|
Uraian Indikator Penilaian :
- Sangat Aktif
(4) apabila siswa mampu memenuhi semua indikator penilaian.
- Aktif (3) apabila siswa mampu memenuhi 3 aspek
penilaian non kebahasaan diatas.
- Cukup Aktif (2) apabila mampu memenuhi 2 aspek
penilaian non kebahasaan diatas.
- Tidak Aktif ( 1 ) apabila siswa hanya mampu
memenuhi 1 aspek/ tidak mampu memenuhi semua aspek penilaian non kebahasaan
diatas.
2. Observasi Pengamatan Keterampilan Berbicara Siswa
Pengamatan keterampilan berbicara siswa dinilai berdasarkan aspek yang diamati yang telah
ditentukan dalam lembar pengamatan keterampilan berbicara siswa, dengan
menggunakan indikator penilaian. Adapun tabel indikator penilaian keterampilan
berbicara tertuang dalam tabel berikut ini :
Tabel
Indikator penilaian aspek keterampilan berbicara
No
|
Nama Siswa
|
Indikator
|
Jlh
|
|
|||
Menggunakan Bahasa Indonesia
|
Ketepatan Pemilihan Kata
|
Kesesuaian cerita dengan naskah
|
Intonasi dan gaya bicara
|
|
|
||
1
|
Luna Maya
|
|
|
|
|
|
|
2
|
Raffi Ahmad
|
|
|
|
|
|
|
3
|
Narji
|
|
|
|
|
|
|
dst
|
|
|
|
|
|
|
|
Jumlah
|
|
|
|
|
|
|
Uraian Penilaian :
- Sangat
Terampil (4) apabila siswa mampu memenuhi semua aspek keterampilan berbicara
dalam format indikator penilaian.
- Terampil (3) apabila siswa mampu memenuhi 3 aspek
keterampilan berbicara dalam format indicator penilaian.
- Cukup Terampil (2) apabila mampu memenuhi 2 aspek
keterampilan berbicara dalam format indicator penilaian.
- Tidak Terampil (1) apabila siswa hanya mampu
memenuhi 1 aspek/ tidak mampu memenuhi aspek keterampilan berbicara dalam
format indicator penilaian.
E.
Analisis Data
Analisis
data dalam penelitian dilakukan dengan menganalisis hasil aktivitas guru dan
aktivitas siswa menggunakan teknik observasi dengan lembar observasi. Hasil
lembar observasi akan dianalisis menggunakan persentasi dan dijelaskan secara
deskriptif.
Persentasi keaktifan dan keterampilan berbicara siswa dihitung dengan
rumus berikut :
Y = Nilai
Perolehan x 100
%
Nilai Maksimum
Keterangan :
Y = Persentasi
keaktifan siswa
Nilai Perolehan = Total Nilai
yang didapat dari hasil observasi aktifitas siswa.
Nilai Maksimum = Nilai tertinggi hasil observasi aktifitas
siswa.
F.
Indikator Kinerja
Siswa dianggap berhasil dalam kegiatan pembelajaran
bahasa Indonesia dalam aspek berbicara apabila
mampu memperoleh nilai keterampilan berbicara kategori nilai BAIK atau apabila
anak mampu memenuhi 3 aspek
keterampilan berbicara dalam format indicator penilaian keterampilan berbicara
yang telah ditentukan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar