PROFILE SDN PUTAT BASIUN

PROFILE SDN PUTAT BASIUN
SDN PUTAT BASIUN

Sabtu, 31 Oktober 2015

PTK MODEL PEMBELAJARAN tipe Cooperative Script

BAB I
PENDAHULUAN



A.    Latar Belakang Masalah

Pembelajaran bahasa Indonesia meliputi empat macam aspek kemampuan berbahasa, diantaranya menyimak, berbicara, membaca dan menulis. Setiap aspek itu membutuhkan teknik dan metode belajar yang tepat agar kesulitan siswa untuk menguasai keterampilan berbahasa tersebut dapat ditangani dengan baik. Berbicara sebagai salah satu aspek keterampilan berbahasa memiliki peranan penting untuk diajarkan dan dikuasai oleh siswa karena bila seseorang memiliki kemampuan berbicara yang baik maka ia mempunyai bekal yang baik pula untuk berinteraksi dan bergaul dengan lingkungannya di saat ini maupun saat yang akan datang, karena kemampuan berbicara seseorang melambangkan tingkat berpikir dan kecerdasan orang tersebut.
Pembelajaran keterampilan berbahasa dikembangkan di sekolah baik di kelas rendah maupun kelas tinggi. Meski di kelas rendah, siswa mulai diajarkan dan dikenalkan dengan berbagai  macam aspek keterampilan berbahasa salah satunya keterampilan berbicara. Keterampilan berbicara anak mulai dikembangkan sejak di sekolah dasar dengan harapan ketika anak dewasa tidak lagi mengalami hambatan dalam berbicara yang dapat mempengaruhi komunikasi dan interaksi mereka dengan orang lain, namun pada kenyataannya di kelas III SDN Keraton 1 Kecamatan Martapura kemampuan berbicara siswa masih sangat rendah dan membutuhkan peningkatan karena masih banyak siswa yang belum mampu berbicara dengan baik dan benar, belum mampu mengemukakan pendapat serta kurang maksimal dalam bertanya saat kegiatan pembelajaran berlangsung.
Permasalahan tersebut terjadi karena siswa kurang terlatih dalam berbicara khususnya berbicara dengan menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar. Hal ini diindikasikan karena lingkungan keseharian mereka baik di rumah dan di masyarakat lebih banyak mengunakan bahasa ibu Hal tersebut juga ditambah dengan kemampuan kosakata siswa yang masih kurang juga rasa percaya diri dan keberanian untuk berani berbicara masih siswa yag belum berkembang dengan baik. Selain faktor siswa, dalam proses kegiatan belajar di dalam kelas, pembelajaran bahasa  di sekolah khususnya dalam berbicara masih kurang intensif baik dalam penggunaan metode maupun media, dimana untuk mata pelajaran bahasa Indonesia umumnya media yang digunakan sangat minim bahkan kadang tidak tersedia media apapun dan lebih hanya menitik beratkan pada penggunaan metode konvensional yang menyebabkan pembelajaran menjadi monoton dan tidak menarik. Bila hal tersebut dibiarkan, maka  kemampuan siswa dalam menguasai ilmu mengenai kebahasaan tidak akan pernah berkembang yang akan mempengaruhi keterampilan berbahasa dan pemerolehan keterampilan itu pada jenjang berikutnya.
Strategi pemecahan masalah untuk memecahkan masalah tersebut dilakukan dengan perumusan strategi belajar yang tepat dan relevan, penggunaan media yang menarik serta bagaimana cara membangkitkan keaktifan dan partisipasi siswa dalam pelajaran. Adapun strategi yang dipilih untuk menyelesaikan masalah tersebut adalah dengan tipe Cooperative Script dipadukan dengan cerita dongeng.
 Penggunaan tipe Cooperative Script yang dipadukan dengan cerita dongeng.memungkinkan siswa untuk berani berbicara melalui kerjasama kelompok dengan bantuan naskah cerita dongeng yang dibaca dan diceritakan kembali dengan kalimatnya sendiri. Teknik ini dianggap relevan untuk mengatasi permasalahan/kesulitan siswa dalam kegiatan berbicara, khususnya berbicara dengan menggunakan bahasa Indonesia dalam beberapa kalimat sederhana, sesuai dengan teori behaviouristik yang menyatakan bahwa perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman. Aliran ini menekankan pada terbentuknya perilaku yang tampak sebagai hasil belajar. Teori behavioristik dengan model hubungan stimulus respon. Oktafiany (2009: 5). Cooperative Script dianggap relevan untuk meningkatkan keterampilan berbicara karena di dalamnya termuat kegiatan yang memungkinkan munculnya stimulus dan respon melalui kegiatan belajar yang saling mendorong objek menjadi pembelajar seutuhnya lewat komunikasi multi arah.

B.     Rumusan Masalah
1.        Bagaimana aktivitas guru dalam melaksanakan model pembelajaran tipe Cooperative Script untuk meningkatkan keterampilan berbicara siswa kelas III SDN Keraton 1 Kecamatan Martapura?
2.        Bagaimana aktivitas siswa dalam melaksanakan model pembelajaran tipe Cooperative Script untuk meningkatkan keterampilan berbicara siswa kelas III SDN Keraton 1 Kecamatan Martapura?
3.        Apakah terjadi peningkatan dalam keterampilan berbicara siswa kelas III melalui model pembelajaran tipe Cooperative Script SDN Keraton 1 Kecamatan Martapura?

C.    Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian tindakan kelas ini adalah:
1.        mendeskripsikan aktivitas guru dalam melaksanakan model pembelajaran tipe Cooperative Script untuk meningkatkan keterampilan berbicara siswa kelas III SDN Keraton 1 Kecamatan Martapura.
2.        mendeskripsikan aktivitas belajar siswa dalam melaksanakan model pembelajaran tipe Cooperative Script untuk meningkatkan keterampilan berbicara siswa kelas III SDN Keraton 1 Kecamatan Martapura.
3.        meningkatkan keterampilan berbicara siswa melalui model pembelajaran tipe Cooperative Script siswa kelas III SDN Keraton 1 Kecamatan Martapura.

D.    Rencana Pemecahan Masalah
Kemampuan berbicara siswa mengalami hambatan disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya kemampuan komunikasi siswa yang belum berkembang ketika mengemukakan pendapat, Kemampuan berbahasa Indonesia yang rendah, minimnya pembendaharaan kata, rendahnya motivasi dan rasa percaya diri untuk berbicara serta kurang maksimalnya pemilihan model dan pendekatan pembelajaran serta media yang digunakan oleh guru.  Faktor-faktor tersebut berimbas pada keterampilan berbicara siswa yang cenderung tidak optimal dan membutuhkan penangan. Hal ini diketahui dari penilaian keterampilan berbahasa melalui kegiatan mengkomunikasikan di dalam kelas yang belum maksimal. Dimana hasil tes awal  menunjukkan bahwa dari 21 orang siswa terdiri 10 orang siswa laki-laki dan 11 orang siswa perempuan hanya 8 siswa yang mampu mencapai rentang nilai Baik (70 – 80), sedangkan 13 orang siswa lainnya belum berhasil mencapai target nilai yang sudah ditetapkan. Berdasarkan uraian tersebut maka dibutuhkan penanganan yang tepat agar siswa mampu memiliki keterampilan berbicara yang baik sehingga tujuan untuk meningkatkan keterampilan dalam berbahasa khususnya berbicara dapat meningkat.
Sesuai dengan latar belakang dan rumusan masalah di atas, maka rencana pemecahan masalah yang dilakukan adalah dengan merumuskan strategi belajar yang tepat dan relevan melalui model pembelajaran tipe Cooperative Script yang dipadankan dengan penggunaan media yang menarik berupa cerita dongeng. Model pembelajaran ini diharapkan mampu memacu keaktifan dan partisipasi siswa dalam pelajaran melalui kegiatan komunikasi dan interaksi siswa dengan kelompoknya juga dengan guru dan teman lainnya.
 Penggunaan tipe model pembelajaran tipe Cooperative Script yang dipadukan dengan cerita dongeng.memungkinkan siswa untuk berani berbicara melalui kerjasama kelompok dengan bantuan naskah cerita dongeng yang dibaca dan diceritakan kembali dengan kalimatnya sendiri. Teknik ini dianggap relevan untuk mengatasi permasalahan/kesulitan siswa dalam kegiatan berbicara, khususnya berbicara dengan menggunakan bahasa Indonesia dalam beberapa kalimat sederhana.

E.     Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian ini adalah:
1.        Penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan kesempatan dan peran serta guru untuk berperan aktif dalam mengembangkan pengetahuan dan kinerja secara professional. Hasil penelitian ini diharapakan dapat memperbaiki proses pembelajaran yang mampu menambah wawasan dan dapat dijadikan bahan kajian materi dalam mengefektifkan dan mengaktifkan kegiatan belajar mengajar di kelas khususnya dalam usaha meningkatkan keterampilan berbicara siswa.
2.        Bagi siswa hasil penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan keterampilan siswa dalam berbicara terutama sehubungan dengan usaha untuk menambah kepercayaan diri, meningkatkan keterampilan berbahasa Indonesia, juga mempermudah siswa untuk berinteraksi dan berkomunikasi baik itu dalam kegiatan pembelajaran di kelas maupun kegiatan siswa di lingkungan sekitar lainnya.

3.         Bagi kepala sekolah penelitian ini diharapkan mampu menjadi sebuah masukan sehubungan dengan permasalahan aktual di sekolah. Sekolah dapat menentukan kebijakan sendiri dalam meningkatkan pembelajaran sesuai dengan kemampuan dan kondisi masing-masing, meningkatkan kemampuan dan kinerja dalam proses pembelajaran, terutama dalam meningkatkan keterampilan berbahasa khususnya keterampilan berbicara.



BAB II
LANDASAN TEORI


A.     Kajian Teori
1.      Berbicara Sebagai Salah Satu Aspek Kegiatan Pembelajaran Bahasa Indonesia di Sekolah Dasar.
                  Dalam berinteraksi, berkomunikasi dan berhubungan dengan orang lain, manusia sebagai makhluk sosial membutuhkan sebuah sarana yang berfungsi sebagai  penyambung agar proses interaksi dan komunikasi tersebut dapat berjalan dengan lancar dan berlangsung multi arah. Dengan bahasa manusia dapat saling berhubungan, berinteraksi, berkomunikasi, menyampaikan pikiran, perasaan dan ide serta keinginan pada orang lain. Dan kegiatan tersebut dilakukan dengan cara berbicara, menyampaikan apa yang ingin disampaikan kepada lawan bicara melalui bahasa lisan.
Dilihat dari pengertiaannya, berbicara diambil dari kata bicara yang berarti bahasa lisan yang merupakan bentuk yang paling efektif untuk berkomunikasi (Sumantri, 2004: 46). Sedangkan berbicara sendiri dapat diartikan sebagai “kemampuan mengucapkan bunyi-bunyi bahasa mengekspresikan atau menyampaikan pikiran, gagasan atau perasaan secara lisan” (Brown and Yule, dalam Puji Santosa, 2006 : 6,34).
Selanjutnya berbicara menurut Tarigan (2008: 16) adalah :
 kemampuanmengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau kata-kata untuk mengekspresikan,menyatakan atau menyampaikan pikiran, gagasan, dan perasaan. Sebagaiperluasan ini berbicara merupakan suatu sistem tanda-tanda yang dapatdidengar(audible) dan yang kelihatan (visible) yang memanfaatkan otot danjaringan otot tubuh manusia demi maksud dan tujuan gagasan-gagasan atauide-ide yang dikombinasikan. Berbicara merupakan suatu bentuk perilaku manusia yang memanfaatkan faktor-faktor fisik, psikologis, neurologis, semantik, dan linguistiksedemikian ekstensif, secara luas sehingga dapat dianggap sebagai alatmanusia yang paling penting bagi kontrol manusia

Berbicara dalam pelaksanaannya diklasifikasikan dalam beberapa jenis, diantaranya (Santosa, 2006 : 6.36) :
a.       berbicara berdasarkan tujuannya, yaitu bertujuan untuk memberitahukan, melaporkan,atau menginformasikan  suatu proses.
b.      Bicara menghibur, yaitu kegiatan berbicara yang memerlukan kemampuan menarik untuk mendapat perhatian pendengar. Suasananya bersifat santai dan penuh canda.
c.       Berbicara membujuk, mengajak, meyakinkan yang bertujuan agar pembicara dapat mengambil hati pendengarnya.
Menurut Sudarmadji (2010:32) seorang pencerita perlu menguasaiketerampilan dalam bercerita, baik dalam olahvokal, olah gerak, ekspresi dsb.Seorang pencerita harus pandai-pandai mengembangkan berbagai unsurpenyajian cerita sehingga terjadi harmoni yang tepat. Secara garis besar unsur-unsur penyajian cerita yang harus dikombinasikan secara proporsional yaitu:(1) narasi (pemaparan cerita), (2) dialog (percakapan tokoh),(3) ekspresi(terutama mimik muka),(4) visualisasi gerak/ peragaan (acting), (5) ilustrasisuara, suara lazim dan tak lazim (suara asli, suara besar, suara kecil, suarahewan, suara kendaraan), (6) media atau alat peraga jika ada, (7) teknikilustrasi yang lain (musik, permainan, lagu).Pembicaraan yang baik harus mampu memberikan kesan bahwa ia menguasaibahan pembicaraan. Selain itu pembicara juga harus berbicara dengan jelas dantepat.Menurut Maidar dan Mukti (1988:7) seorang pembicara harusmemperhatikan faktor kebahasaan dan faktor non kebahasaan yangmempengaruhi keefektifan berbicara.
b.      Faktor nonkebahasaaan yang mempengaruhi keefektifan berbicara meliputi:(1)sikap yang wajar, tenang, dan tidak kaku,(2) pandangan harus diarahkan padalawan bicara,(3) gerak-gerikdan mimik yang tepat,(4) kenyaringan suara, (5)kelancaran,(6) relevansi/ penalaran, (7) penguasaan topik (Maidar dan Mukti,1988:20-21).

Berbicara sebagai salah satu aspek kegiatan berbahasa, mulai intensif diajarkan di sekolah sejak siswa berada di kelas rendah mengingat fungsi dan kedudukannya yang penting dalam pembelajara. Berbicara sendiri merupakan keterampilan berbahasa yang produktif yang didapat sebagai implementasi dari hasil simakan. Kemampuan berbicara seorang individu berkembang pesat pada masa anak-anak, karena pada masa ini anak menyerap banyak hal mengenai berbicara yang tampak jelas dari penambahan kosakata yang dimilikinya.
Di sekolah dasar pembelajaran berbicara mulai diajarkan dengan tujuan untuk melatih siswa agar dapat berbicara dengan baik dan benar. Untuk dapat berbicara seperti itu diperlukan latihan dan pengajaran yang konsisten dan bertahap. Di kelas rendah siswa mulai dilatih keberaniannya untuk mampu berbicara dengan kalimat sederhana, memperkenalkan diri atau menjelaskan/mendeskripsikan apa yang ada di sekeliling mereka dengan kalimat, aktif bertanya juga mengemukakan pendapat.

2.      Starategi Pembelajaran Aspek Berbicara Pada Siswa Sekolah Dasar.
“Belajar adalah proses perubahan prilaku berkat pengalaman dan latihan. Tujuan kegiatan adalah perubahan tingkah laku, baik yang menyangkut pengetahuan, keterampilan maupun sikap, bahkan meliputi segenap aspek organisme atau pribadi”.( hamalik, 2006 :10 ), untuk menciptakan proses belajar yang efektif maka guru harus memiliki strategi yang tepat dalam pembelajaran. “Stategi pembelajaran adalah pola-pola umum kegiatan guru anak didik dalam perwujudan kegiatan belajar mengajar untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.” (Djamarah, 2006 :5). Strategi pembelajaran mutlak digunakan untuk kelancaran kegiatan belajar mengajar, serta untuk mencari penyelesaian dan solusi dari setiap permasalahan yang timbul dalam kegiatan belajar mengajar.
Anak usia SD yang duduk di kelas rendah membutuhkan sebuah strategi belajar yang relevan dan mengena, mengingat pada usia ini anak tidak dapat menerima materi hanya melalui ceramah.  Materi berbicara khususnya berbicara dengan menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar bukanlah hal mudah untuk diterima dan dijalankan oleh siswa, oleh karena itu guru harus benar-benar pandai mencari strategi yang tepat agar siswa lebih mudah menerimanya.
Ada banyak cara yang dapat digunakan dalam melaksanakan pembelajaran berbicara di SD, misalnya dengan menceritakan pengalaman yang mengesankan, memperkenalkan identitas diri, berdialog, menceritakan gambar atau menggunakan sastra dengan skenario yang variatif dalam pelaksanaan pembelajarannya.
           
3.      Model Pembelajaran Tipe Cooperative Script dalam Pembelajaran Berbahasa Aspek Berbicara
a.       Pengertian Model Pembelajaran Cooperative Script
“Model Pembelajaran Cooperative Script adalah salah satu dari beberapa metode yang ada di model pembelajaran kooperatif ( Cooperative Learning ). Metode ini dikemukakan oleh Danserau dan kawan-kawan pada tahun 1985.” (Riyanto,2009:  284).
Pembelajaran kooperatif adalah kegiatan pembelajaran dengan cara berkelompok untuk bekerja sama saling membantu mengkonstruksi konsep, menyelesaikan persoalan atau inkuiri. Pada pembelajaran kooperatif para siswa dibagi menjadi kelompok-kelompok kecil dan diarahkan untuk mempelajari materi pelajaran yang telah ditentukan, dalam hal ini sebagian besar aktivitas pembelajaran berpusat pada siswa yakni mempelajari materi pelajaran dan didiskusikan untuk  memecahkan masalah/tugas. (Suyatno, 2009: 15).

“Pembelajaran kooperatif adalah pendekatan pembelajaran yang berfokus pada penggunaan kelompok kecil siswa untuk bekerjasama dalam memaksimalkan kondisi belajar untuk mencapai tujuan belajar” (Nurhadi, 2004: 112).Sedangkan menurut Ibrahim (2002: 3), pembelajaran Kooperatif adalah pembelajaran yang menuntut kerjasama siswa dan saling ketergantungan dalam struktur, tugas, tujuan dan hadiah.Pernyataan lain jugadiungkapkan oleh Slavin dalam Isjono (2009: 12) yang menyatakan bahwa“pembelajaran kooperatif adalah suatu model pembelajaran dimana siswa belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok kecil secara kolaboratif yang beranggotakan 4 – 6 orang”.
Dari uraian diatas maka dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif adalah suatu model pembelajaran yang menggunakan adanya kerjasama antara siswa dalam suatu kelompok kecil yang bersifat heterogen dimana terdapat ketergantungan antarsiswa dalam kelompok untuk belajar bersama dan mencapai tujuan belajar yang telah ditentukan.
Tujuan dibentuknya kelompok kooperatif adalah untuk memberikan kesempatan kepada siswa agar dapat terlihat secara aktif dalam proses berfikir dalam kegiatan belajar mengajar. Beberapa ahli menyatakan bahwa model pembelajaran kooperatif tidak hanya unggul dalam membantu siswa memahami konsep yang sulit, tetapi juga sangat berguna untuk menumbuhkan kemampuan berfikir kritis, bekerjasama dan membantu teman. Selain itu keterlibatan siswa secara aktif pada proses pembelajaran dapat memberikan dampak positif terhadap siswa untuk meningkatkan prestasi belajarnya.
Maka dari itu pembelajaran kooperatif merupakan salah satu model pembelajaran yang diyakini mampu meningkatkan motivasi dan pemahaman siswa karena pembelajaran ini berorientasi pada siswa. Pembelajaran kooperatif memberikan kesempatan kepada siswa untuk membangun pemahaman suatu konsep melalui aktivitas sendiri dan interaksinya dengan siswa lain. Pembelajaran kooperatif juga dapat memberikan dukungan bagi siswa dalam saling tukar menukar ide, memecahkan masalah, berpikir alternatif, dan meningkatkan kecakapan berbahasa.
Model Pembelajaran Cooperative Scriptterdiri dari dua kata yaitu Cooperative dan ” Script”. Kata Cooperative berasal dari kata “ Cooperate“ yang berarti bekerjasama, bantu-membantu, gotong-royong, selain itu juga berasal dari kata “ Cooperation “ yang artinya kerjasama, koperasi persekutuan. kata“ Cooperation “ yang artinya kerjasama, koperasi persekutuan. Sedangkan kata “ Script ” berasal dari kata “ Script ” yang berarti uang kertas, darurat, surat saham ementara dan surat andil sementara. Jadi yang dimaksud Cooperative Scriptdisini adalah naskah tulisan tangan, surat saham sementara( Andreas, tt: 91) .

Sedangkan menurut Slavin (1982: 88)Cooperative Script adalah metode belajar dimana siswa bekerja berpasangan dan bergantian peran sebagai pembaca atau pendengar dalam mengintisarikan bagian-bagian yang dipelajari. Dengan kata lain Model Pembelajaran Cooperative Script merupakan metode belajar yang membutuhkan kerja sama antara dua orang, yang mana yang satu sebagai pembicara dan yang satunya sebagai pendengar.Dengan pernyataan di atas dapat diketahui bahwa siswa dapat bekerja atau berpikir sendiri tidak hanya mengandalkan satu siswa saja dalam kelompoknya.Karena setiap siswa dituntut untuk mengintisarikan materi dan mengungkapkan pendapatnya secara langsung dengan patnernya.Pada pembelajaran Cooperative Script  terjadi kesepakatan antara siswa tentang aturan-aturan dalam berkolaborasi. Masalah yang dipecahkan bersama akan disimpulkan bersama. Peran guru hanya sebagai fasilitator yang mengarahkan siswa untuk mencapai tujuan belajar.
Dalam cooperative script saat berinteraksi siswa terjadi kesepakatan, diskusi, menyampaikan pendapat dari ide-ide pokok materi, saling mengingatkan dari kesalahan konsep yang disimpulkan, membuat kesimpulan bersama.Interaksi belajar yang terjadi benar-benar interaksi dominan siswa dengan siswa.Dalam aktivitas siswa selama pembelajaran Cooperative Script benar-benar memberdayakan potensi siswa untuk mengaktualisasikan pengetahuan dan keterampilannya, jadi benar-benar sangat sesuai dengan pendekatan konstruktivis yang dikembang-kan saat ini.

b.      Langkah-langkah Model Pembelajaran Cooperative Script
Menurut  Fachrudin dan Ali Idris (2009: 164), langkah-langkah yang harus dilakukan dalam metode pembelajaran Cooperative Script adalah sebagai berikut :
1)      guru membagi siswa untuk berpasangan.
2)      guru membagikan wacana / materi kepada setiap siswa untuk dibaca dan membuat ringkasan.
3)      guru dan siswa menetapkan siapa yang pertama berperan sebagai pembicara dan siapa yang berperan sebagai pendengar.
4)      pembicara membacakan ringkasannya selengkap mungkin, dengan emasukkan ide-ide pokok dalam ringkasannya. Sementara pendengar menyimak, mengoreksi, menunjukkan ide-ide pokok yang kurang lengkap dan membantu mengingat / menghafal ide-ide pokok dengan menghubungkan materi sebelumnya atau dengan materi lainnya.
5)      bertukar peran, semula sebagai pembicara ditukar menjadi pendengar dan sebaliknya, serta lakukan seperti di atas.
6)      kesimpulan siswa bersama-sama dengan guru.
7)      penutup

4.      Penggunaan Sastra Anak Berupa Dongeng Dalam Upaya Peningkatan Kemampuan Berbicara Siswa.
Sastra merupakan salah satu khazanah kebahasaan yang sudah dikenal sejak dahulu. Sastra berasal dari kata sas yang berarti ajar dan tra yang berarti alat, jadi secara harfiah sastra dapat diartikan sebagai alat untuk belajar.(Hidayat, 2007 : 125 ). Sastra sendiri terdiri dari dua macam yaitu kesusastraan lisan yang diwujudkan dalam bahasa lisan  dan kesusastraan tertulis  yang diwujudkan dalam bahasa tertulis.
Sastra sangat baik untuk dikenalkan pada anak ataupun diterapkan pada strategi pembelajaran di kelas. Hal ini disebabkan karena sastra sifatnya menarik dan indah. Sastra sendiri berisikan ungkapan pribadi manusia yang berupa pengalaman, pemikiran, perasaan, ide, semangat, dan keyakinan dalam bentuk gambaran konkret yang membangkitkan pesona dengan alat bahasa ( Sumardja dalam Rosdiana,  2007 : 5.3).
Salah satu jenis hasil karya sastra anak yang banyak dikenalkan dan dikonsumsi oleh anak adalah dongeng.“Dongeng adalah cerita yang didasari atas angan-angan atau khayalan, dimana di dalamnya terkandung  cerita yang menggambarkan sesuatu di luar dunia nyata.” ( Rosdiana, 2007 : 6.9). Dongeng sebagai salah satu karya sastra anak ini sangat relevan sekali untuk digunakan dalam kegiatan pembelajaran khususnya mata pelajaran bahasa Indonesia di kelas rendah karena sesuai dengan perkembangan jiwa dan karakteristik anak usia kelas rendah.
Selain penggunaan dongeng untuk meningkatkan kemampuan berbicara siswa, ada satu hal lagi yang penting dan mendukung kegiatan pembelajaran, hal tersebut yaitu penggunaan media pembelajara.” Media adalah alat bantu mengajar yang digunakan sebagai penyalur pesan guna mencapai tujuan pengajaran”( Djamarah, 2006 : 121 ).
Adapun media yang digunakan dalam kegiatan pembelajaran berbicara ini adalah media gambar yang diharapkan mampu meningkatkan motivasi dan minat siswa serta memusatkan perhatian siswa serta diharapkan mampu membuat iklim belajar menjadi kondusif dan menyenangkan. Karena media gambar yang dipilih dalam kegiatan ini telah memenuhi beberapa syarat media gambar yang ditentukan, diantaranya ( Sharefile: 2008: dynamika uny):
1.      Harus otentik
2.      Sederhana
3.      Ukurannya relatif
4.      Mengandung gerak dan perbuatan
5.      Sesuai dengan tujuan pembelajaran
6.      Dibuat bagus dan menarik perhatian siswa.
Penggunaan  model pembelajaran tipe cooperative script yang dipadukan dengan penggunaan media berupa cerita dongeng dalam penelitian ini memuat langkah-langkah sebagai berikut:
1.      Guru membagi siswa menjadi berpasangan.
2.      Siswa diberikan naskah dongeng untuk dibaca dan dipelajari secara singat
3.      Guru bersama siswa menentukan siapa menentukan siapa yang berperan menjadi pembicara dan pendengar
4.      Pembicara menceritakan isi cerita yang telah dibaca dan dipahaminya dengan menggunakan bahasanya sendiri, sementara pendengar menyimak/ mengoreksi/ menunjukkan isi cerita yang kurang lengkap.
5.      Guru meminta siswa untuk bertukar peran, semula sebagai pembicara ditukar menjadi pendengar dan sebaliknya dan meminta menceritakan isi cerita sebagaimana yang telah dilakukan oleh temannya
6.      Guru memberikan stimulus dengan memberikan pertanyaan-pertanyaan yang berhubungan dengan isi cerita, sehingga siswa kembali mengemukakan pendapatnya tentang pemahaman dan kesimpulannya terhadap naskah cerita yang telah dibacanya
7.      Guru bersama siswa menyimpulan bersama-sama tentang isi cerita
8.      Guru menutup pelajaran dengan meminta salah satu siswa untuk memimpin do’a.
Adapun aspek yang akan diamati adalah observasi kegiatan berbicara meliputi keberanian bertanya dan mengemukakan pendapat serta menceritakan kembali naskah yang dibaca dengan kalimat sendiri, juga observasi aspek sikap yang meliputi kepercayaan diri dan kerjasama dalam kelompok.
Dengan langkah dan indicator penilaian di atas diharapkan penggunaan model pembelajaran tipe cooperative script dengan media dongeng mampu meningkatkan keterampilan siswa dalam berbicara.


B.                 Penelitian yang Relevan

Penelitian yang relevan dengan penelitian tindakan kelas ini diantaranya :
1.      Penelitian yang dilakukan oleh Azizah Nurlaili, Ngadino Yustinus dan Matsuri (2013) yang diterbitkan oleh jurnal Universitas Sebelas Maret berjudul “Peningkatan Keterampilan Berbicara dengan Menggunakan Model Pembelajaran Kooperatif  Tipe Cooverative Script”. Penelitian dilakukan untuk mengetahui peningkatan keterampilan berbicara siswa dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe cooveratife Script. Dari hasil penelitian diketahui bahwa terdapat kemajuan yang signifikan dalam perkembangan keterampilan siswa dalam berbicara.
2.      Penelitian yang dilakukan oleh Rifqa Annisa Oktaviana, Imam Suyanto dan M Chamdani (2014) yang berjudul “Penerapan Model Kooperatif Tipe Cooveratife Script Dengan Media Gambar untuk Meningkatkan Keterampilan Berbicara pada Siswa Kelas IV SDN Tanuharjo Tahun Ajaran 2014/2015”, yang diterbitkan dalam jurnal Universitas Sebelas Maret. Penelitian tersebut menyatakan bahwa penerapan model kooperatif tipe cooveratife script dengan media gambar terbukti meningkatkan keterampilan berbicara pada siswa kelas IV SDN Tanuharjo tahun ajaran 2014/2015.
Penelitian ini berbeda dengan dua penelitian di atas, karena dalam penelitian ini rumusan masalah mengacu bukan hanya pada peningkatan keterampilan siswa namun juga pada aspek sikap yang berhubungan dengan keterampilan berbicara seperti kepercayaan diri dan keberanian untuk bertanya.


C.        Hipotesis

            Hipotesis dalam penelitian ini adalah “Jika menggunakan model pembelajaran tipe cooperative script, maka keterampilan berbicara siswa kelas 3 SDN Keraton 1 Kecamatan Martapura dan meningkat ”.



BAB III
METODE PENELITIAN

A.                 Setting Penelitian

1.      Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada bulan Juli sampai dengan September semester 1 tahun pelajaran 2014/2015. Alasan pemilihan waktu ini adalah karena diharapkan aspek keterampilan berbicara siswa dapat meningkat sedini mungkin sehingga ketika siswa sudah mempelajari banyak materi di bulan selanjutnya, maka keterampilan berbicara siswa sudah terasah dengan baik.
2.      Tempat Penelitian
Penelitian tindakan ini dilakukan di kelas 3 SDN Keraton 1 Kecamatan Martapura dengan jumlah siswa 32 orang yang terdiri dari 15 orang siswa laki-laki dan 17 orang siswa perempuan. Tempat ini dipilih karena merupakan tempat tugas peneliti sebagai guru sehingga diharapkan permasalahan dalam kegiatan belajar di kelas peneliti khususnya yang berhubungan dengan keterampilan berbicara tidak lagi mengalami hambatan.

B.                 Subjek Penelitian

Subjek yang diteliti dalam penilaian tindakan ini adalah :
a.       Faktor Guru yaitu aktivitas guru dalam pelaksanaan kegiatan belajar mengajar khusunya materi berbicara melalui model cooperative Script yang dipadukan dengan cerita dongeng.
b.      Faktor siswa yaitu mengamati aktifitas siswa dalam berbicara, yaitu berbicara dengan menceritakan kembali cerita dongeng yang dibaca dan mengkomunikasikannya dengan kelompok/pasangan masing-masing. Komunikasi juga bisa dilakukan dengan teman sekelas lainnya.
c.       Faktor hasil belajar yaitu mengamati kemampuan/keterampian siswa dalam berbicara menceritakan kembali cerita dongeng yang dibaca dan mengkomunikasikannya dengan kelompok/pasangan masing-masing.

C.                 Rancangan Penelitian
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Pendekatan yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas atau sering disebut dengan classroom research yaitu penelitian yang dilakukan guru di kelas atau di sekolah tempat mengajar, dengan penekanan pada penyempurnaan atau peningkatan praktik dan  proses dalam pembelajaran.
Langkah-langkah pelaksanaan penelitian ini dimulai dari persiapan yang terdiri dari perencanaan dibawah ini :
1.      Membuat rencana pembelajaran
2.      Membuat petunjuk pelaksanaan kegiatan.
3.      Menyiapkan buku cerita berisi dongeng yang akan dibaca siswa.
4.      Menyusun lembar penilaian.

Sedangkan pelaksanaannya dibuat dalam dua siklus yang garis besarnya tertuang dibawah ini :
Siklus 1 :      Perencanaan   :   1. Melaksanakan alur kegiatan berdasarkan persiapan yang telah dibuat.
                                              2. Menyiapkan berbagai macam cerita dongeng
3. Membuat Lembar Penilaian.
 4. Menyusun alat evaluasi pembelajaran.
                    Pelaksanaan   :   1. Menjelaskan materi mengenai berbicara dan pentingnya kemampuan berbicara yang baik dan benar menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar.
                                              2. Mengenalkan pada siswa mengenai cerita dongeng. Dongeng dipilih untuk digunakan karena dirasa mampu menarik perhatian siswa.
                                              3. Membagi siswa ke dalam beberapa kelompok secara berpasangan.
                                              4. Mengadakan sedikit tanya jawab mengenai kegiatan yang akan dilakukan.
                                              5.Meminta siswa untuk berkumpul dengan pasangan/kelompok masing-masing.
                                              6. Setiap siswa dalam kelompok membaca naskah cerita dongeng, setelah selesai mereka diminta untuk menceritakan kembali dongeng yang dibaca masing-masing, lalu menceritakannya kembali dengan bahasa/kalimat sendiri. Setelah selesai, masing-masing kelompok mengkomunikasikan isi cerita dongeng.
                                              7. Siswa diminta maju bergantian hingga seluruh kelompok dalam kelas mendapat giliran untuk maju ke depan kelas.
                    Pengamatan    :   1. Mengamati proses pelaksanaan membaca dongeng, menceritakan dongeng, dan mengkomunikasikan dongeng dengan teman satu kelompok.
                                              2. Keaktifan siswa dalam kegiatan.
                                              3. Kemampuan siswa berbicara dan menggunakan model pembelajaran Cooperative Script yng dipadukan dengan media cerita dongeng.
                                              4. Keefektifan metode pembelajaran yang digunakan.
                    Refleksi          :       Menilai kemampuan dan keaktifan siswa dalam berbicara menggunakan model pembelajaran Cooperative Script yng dipadukan dengan media cerita dongeng.
              Berdasarkan refleksi pada siklus pertama, maka dilakukan siklus kedua dan selanjutnya hingga target dan tujuan pembelajaran tercapai dengan baik.

 

D.                Teknik Pengumpulan Data

        Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data kualitatif, yaitu data tentang hasil keterampilan berbicara melalui kegiatan menceritakan kembali dongeng yang dibaca dan dikomunikasikan dengan teman satu kelompok. Dinilai berdasarkan keterampilan berbicara dengan menceritakan kembali dongeng dengan kalimat sederhana, serta kemampuan siswa mengkomunikasikannya dengan teman satu kelompok. Adapun data yang dianalisis meliputi observasi kegiatan guru dan observasi pengamatan aktifitas siswa yang akan diuraikan dalam uraian di bawah ini:
1.      Observasi Kegiatan Guru
Penilaian dalam observasi kegiatan guru ditentukan berdasarkan kegiatan yang dilakukan oleh guru yang sebelumnya tercantum dalam lembar observasi kegiatan guru. Apabila guru melaksanakan apa yang sudah direncanakan maka pengamat memberi tanda contreng pada kolom yang tersedia. Namun bila guru melewatkan maka pengamat memberi tanda silang/kali pada  kolom yang disediakan.
2.      Observasi Pengamatan Aktifitas Siswa
        Pengamatan aktifitas siswa dinilai  berdasarkan aspek yang diamati yang telah ditentukan dalam lembar observasi aktifitas siswa, dengan menggunakan indikator penilaian. Adapun tabel indikator penilaian aspek non kebahasaan berupa kepercayaan diri, tanggung jawab, dan keberanian dalam mengemukakan pendapat tertuang dalam tabel berikut ini :

Tabel Indikator penilaian aspek non kebahasaan.
No
Nama Siswa
Indikator
Suara lantang/Nyaring
Ketepatan sasaran pembicaraan
Sikap tubuh wajar (tidak menunduk)
Penetapan tekanan nada dan durasi.
1
Luna Maya




2
Raffi Ahmad




3
Narji




Dst






Uraian Indikator Penilaian :
-   Sangat Aktif (4) apabila siswa mampu memenuhi semua indikator penilaian.
-    Aktif (3) apabila siswa mampu memenuhi 3 aspek penilaian non kebahasaan diatas.
-    Cukup Aktif (2) apabila mampu memenuhi 2 aspek penilaian non kebahasaan diatas.
-    Tidak Aktif ( 1 ) apabila siswa hanya mampu memenuhi 1 aspek/ tidak mampu memenuhi semua aspek penilaian non kebahasaan diatas.




2. Observasi Pengamatan Keterampilan Berbicara Siswa
                    Pengamatan keterampilan berbicara siswa dinilai  berdasarkan aspek yang diamati yang telah ditentukan dalam lembar pengamatan keterampilan berbicara siswa, dengan menggunakan indikator penilaian. Adapun tabel indikator penilaian keterampilan berbicara tertuang dalam tabel berikut ini :
Tabel Indikator penilaian aspek keterampilan berbicara
No
Nama Siswa
Indikator
Jlh

Menggunakan Bahasa Indonesia
Ketepatan Pemilihan Kata
Kesesuaian cerita dengan naskah
Intonasi dan gaya bicara


1
Luna Maya








2
Raffi Ahmad






3
Narji






dst







Jumlah







Uraian Penilaian :
-   Sangat Terampil (4) apabila siswa mampu memenuhi semua aspek keterampilan berbicara dalam format indikator penilaian.
-    Terampil (3) apabila siswa mampu memenuhi 3 aspek keterampilan berbicara dalam format indicator penilaian.
-    Cukup Terampil (2) apabila mampu memenuhi 2 aspek keterampilan berbicara dalam format indicator penilaian.
-    Tidak Terampil (1) apabila siswa hanya mampu memenuhi 1 aspek/ tidak mampu memenuhi aspek keterampilan berbicara dalam format indicator penilaian.

E.                 Analisis Data
Analisis data dalam penelitian dilakukan dengan menganalisis hasil aktivitas guru dan aktivitas siswa menggunakan teknik observasi dengan lembar observasi. Hasil lembar observasi akan dianalisis menggunakan persentasi dan dijelaskan secara deskriptif.
Persentasi keaktifan dan keterampilan berbicara siswa dihitung dengan rumus berikut :
Y = Nilai Perolehan   x    100 %
       Nilai Maksimum

Keterangan :

Y               = Persentasi keaktifan siswa
Nilai Perolehan       = Total Nilai yang didapat dari hasil observasi aktifitas siswa.
Nilai Maksimum     =  Nilai tertinggi hasil observasi aktifitas siswa.



F.                  Indikator Kinerja
Siswa dianggap berhasil dalam kegiatan pembelajaran bahasa Indonesia dalam aspek berbicara apabila mampu memperoleh nilai keterampilan berbicara kategori nilai BAIK atau apabila anak mampu memenuhi 3 aspek keterampilan berbicara dalam format indicator penilaian keterampilan berbicara yang telah ditentukan.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar