PROFILE SDN PUTAT BASIUN

PROFILE SDN PUTAT BASIUN
SDN PUTAT BASIUN

Sabtu, 31 Oktober 2015

PTK Media Puzzle

BAB I
PENDAHULUAN
A.     Latar Belakang
Salah satu dari Standar Kompetensi Lulusan SD pada mata pelajaran matematika yaitu, memahami konsep bilangan pecahan,  perbandingan dalam pemecahan masalah, serta penggunaannya dalam kehidupan sehari-hari.   Berdasarkan uraian tersebut dapat dikatakan bahwa pemahaman guru tentang hakikat pembelajaran matematika di SD dapat merancang pelaksanaan proses pembelajaran dengan baik yang sesuai dengan perkembangan kognitif siswa, penggunaan media, metode dan pendekatan yang sesuai pula. Sehingga guru dapat menciptakan suasana pembelajaran yang kondusif serta terselenggaranya kegiatan pembelajaran yang efektif.
Hasil pengamatan pada nilai ulangan kelas V  SDN Mantimin 1  Tahun Pelajaran 2014/2015 menunjukkan bahwa mata pelajaran matematika pada kompetensi dasar mengubah pecahan biasa ke bentuk persen, decimal dan sebaliknya hanya mencapai nilai rata-rata kelas 65 dan belum mencapai nilai KKM, oleh sebab itu peneliti beranggapan masih perlu meningkatkan proses dan hasil belajar terutama melibatkan aktivitas siswa dalam pembelajaran.
Hasil belajar matematika menurut peneliti dapat ditingkatkan dengan pengelolaan pembelajaran yang baik dan lebih banyak melibatkan siswa dalam proses pembelajarannya, seperti prinsip-prinsip yang terdapat dalam Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif, dan Menyenangkan.
Banyaknya beraktifitas yang dilakukan diharapkan pembelajaran dapat menimbulkan rasa senang dan antusias siswa dalam belajar. Dengan demikian pemahaman konsep matematika semakin baik dan hasil belajarnya pun makin meningkat.
Bertolak dari kenyataan ini maka peneliti melakukan refleksi dan introspeksi kelemahan dalam pembelajaran yang dilakukan sebelumnya, kelemahan tersebut antara lain pada pembelajaran sebelumnya media yang digunakan kurang tepat sehingga aktivitas belajar siswa dalam proses pembelajaran  rendah yang mengakibatkan hasil belajar tidak mecapai KKM.
Berdasarkan  masalah diatas jika tidak dicarikan solusinya  maka hasil belajar siswa tidak memenuhi KKM dalam mata pelajaran Matematika, khususnya pada indikator mengubah pecahan biasa menjadi persen, decimal dan sebaliknya.
Guru sebagai agen pembaharuan, dituntut untuk menemukan dan menerapkan suatu inovasi, khususnya dalam bidang pendidikan, dalam rangka meningkatkan kualitas pembelajaran sehingga proses dan hasil belajar siswa menjadi optimal. Salah satu cara yang dapat dilakukan adalah dengan menggunakan media atau model pembelajaran.
Penelitian ini menjadi sangat penting dilakukan karena peneliti ingin mencoba menerapkan media puzzel dalam proses pembelajaran karena dengan media ini aktivitas siswa dalam menyelesaikan soal di potongan-potongan gambar anak akan lebih tertarik dan termotivasi menyurusun gambar menjadi satu kesatuan gambar yang utuh walaupun sebelumnya mereka harus menghitung terlebih dahulu hasilnya dan mencocokkan soal dibagian belakang gambar pada hasil jawaban dipapan puzzle  agar konsep PAKEM dapat dilaksanakan dan diharapkan hasil belajar siswa juga dapat meningkat.
B.     Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang masalah tersebut, maka masalah dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut.
1.             Apakah dengan media puzzle dapat meningkatkan aktivitas guru dalam mengubah pecahan di kelas V SDN Mantimin 1  Kecamatan Mantimin Tahun Pelajaran 2015/2016 ? .
2.             Apakah dengan media puzzle dapat meningkatkan aktivitas siswa dalam mengubah pecahan di kelas V SDN Mantimin 1  Kecamatan Mantimin Tahun Pelajaran 2015/2016 ? .
3.             Apakah dengan media puzzle dapat meningkatkan hasil belajar dalam mengubah pecahan di kelas V SDN Mantimin 1  Kecamatan Mantimin Tahun Pelajaran 2015/2016 ?
C.            Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah :
1.             meningkatkan aktivitas guru dalam melaksanakan pembelajaran  mengubah pecahan menggunakan media puzzle di kelas V SDN Mantimin 1 kecamatan Mantimin Tahun Pelajaran 2015/2016,
2.             meningkatkan aktivitas siswa dalam melaksanakan pembelajaran  mengubah pecahan menggunakan media puzzle di kelas V SDN Mantimin 1 kecamatan Mantimin Tahun Pelajaran 2015/2016,
3.             meningkatkan hasil belajar dalam melaksanakan pembelajaran  mengubah pecahan menggunakan media puzzle di kelas V SDN Mantimin 1 Kecamatan Mantimin Tahun Pelajaran 2015/2016.
D.            Rencana Pemecahan Masalah
Sehubungan dengan permasalahan dalam latar belakang dan rumusan masalah, aktivitas siswa dalam proses pembelajaran masih rendah yang berakibat pada hasil belajar siswa yang masih dibawah KKM. Ada faktor lain  yang mempengaruhi rendahnya tingkat keberhasilan belajar Matematika, khususnya materi mengubah pecahan biasa ke persen, desimal dan sebaliknya. Saat peneliti melakukan tes awal  menunjukkan bahwa dari 15 orang siswa terdiri 10 orang siswa laki-laki dan 5 orang siswa perempuan, hanya 7 orang yang mampu mencapai KKM, sedangkan 8 orang siswa belum berhasil mencapai KKM yang sudah ditetapkan.
Berdasarkan permasalahan diatas, peneliti merencanakan pemecahan masalah yang akan digunakan yaitu  menggunakan media puzzle sebab dengan media tersebut maka proses pembelajaran akan melibatkan siswa secara aktif. Siswa dapat bekerjasama secara berkelompok tetapi siswa juga mengerjakan tugas masing-masing (individu) dengan membagi soal dibalik gambar puzzle kepada masing-masing siswa.
Media puzzle juga mengutamakan penyelesaian tugas individu dan apabila siswa yang ditugasi menyelesaikan soal yang terdapat dipotongan gambar  mengalami kesulitan maka mereka bekerjasama dengan kelompoknya untuk menemukan  hasil yang benar. Langkah-langkah penggunaan media puzzle yang didasari dari model Kooperatif  tipe  TAI  (Team  Assisted Individualization) adalah:
1.             guru  memberikan  tugas  kepada  siswa  untuk  mempelajari  materi pembelajaran secara individual yang sudah dipersiapkan oleh guru,
2.             guru  memberikan  kuis  (pretest)  secara  individual  kepada  siswa  untuk mendapatkan skor dasar atau skor awal,
3.             guru membentuk beberapa kelompok. Setiap kelompok terdiri dari 4–5 siswa secara heterogen,
4.             hasil  belajar  siswa  secara  individual  didiskusikan  dalam  kelompok.  Dalam diskusi kelompok, setiap anggota kelompok saling memeriksa jawaban teman satu kelompok,
5.             guru  memfasilitasi  siswa  dalam  membuat  rangkuman,  mengarahkan, dan memberikan penegasan pada materi pembelajaran yang telah dipelajari,
6.             guru memberikan kuis (posttest) kepada siswa secara individual,
7.             guru  memberi  penghargaan  pada  kelompok  berdasarkan  perolehan  nilai peningkatan hasil belajar individual dari skor dasar ke skor kuis berikutnya
Menurut pendapat Kurniawan N. (2007:1–2) ada beberapa karakteristik dan kebutuhan peserta didik yaitu anak SD senang bermain, senang bergerak, senang bekerja dalam kelompok, senang merasakan atau melakukan/memperagakan sesuatu secara langsung.
Menurut Hamalik (1980: 57), puzzle adalah media yang paling umum dipakai dan termasuk media pembelajaran yang sederhana yang dapat digunakan di sekolah. Sebab puzzle itu disukai oleh siswa, harganya relatif terjangkau dan tidak sulit mencarinya.
Berdasarkan pendapat ahli tersebut dapat dikatakan bahwa dengan bermain yang merupakan salah satunya adalah  permainan puzzle bisa digunakan sebagai media untuk mengaktifkan siswa pada proses pembelajaran. Adapun manfaat media puzzle adalah : meningkatkan keterampilan motorik halus, meningkatkan keterampilan kognitif, meningkatkan keterampilan sosial, melatih logika, melatih koordinasi mata dan tangan, melatih kesabaran, dan memperluas pengetahuan.
E.   Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharap dapat bermanfaat untuk:
1.             siswa dapat meningkatkan aktivitas dalam proses pembelajaran sehingga mengakibatkan  hasil belajar siswa pada materi mengubah pecahan ke persen, decimal serta sebaliknya melalui media puzzle meningkat dan dapat mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari,
2.             guru memiliki tambahan variasi media dalam prosses pembelajaran agar lebih menarik dan efektif,

3.             sekolah dapat menjadikan hasil penelitian ini sebagai bahan pertimbangan dalam menambah khasanah pengetahuan sebagai media pendukung kegiatan pembelajaran.



BAB II
LANDASAN TEORI
A.            Kajian Teori
1.             Pengertian Belajar
Salah satu prinsip dalam mengaktifkan siswa dalam belajar adalah “menemukan”. Berilah kesempatan pada mereka untuk mencari dan menemukan informasi tersebut. Informasi yang disampaikan guru hendaknya yang bersifat mendasar dan memancing siswa untuk menggali informasi selanjutnya, sehingga suasana kelas tidak membosankan bahkan sebaliknya akan menjadi bergairah.
Menurut Universitas Malang (2000:43), hakikat belajar atau learning adalah bagaimana mengarahkan para siswa memperoleh informasi, ide, keterampilan, nilai, cara berfikir, sarana untuk mengekspresikan dirinya dan cara-cara bagaimana belajar. Dengan demikian fungsi guru disini adalah menanamkan aktivitas siswa agar memiliki keterampilan untuk terbiasa menemukan sumber informasi secara mandiri atau kelompok.
Menurut Jean Piaget, dalam Paul Suparno mengatakan belajar adalah merupakan proses perubahan konsep. Dalam proses tersebut, siswa mem­bangun konsep baru melalui asimilasi dan akomodasi skema mereka. Oleh sebab itu, belajar merupakan proses yang terus-menerus, tidak berkesudahan.
Proses kegiatan belajar oleh guru dan siswa merupakan kegiatan yang paling pokok dalam keseluruhan proses pendidikan di sekolah. Hal ini berarti bahwa berhasil tidaknya pencapaian tujuan pendidikan dengan indikator berupa hasil belajar disetiap berakhirnya suatu pembelajaran sangat tergantung  pada proses belajar yang dialami oleh siswa sebagai peserta didik (Arianto,Sam,2008:3 ).
Belajar dapat diartikan sebagai upaya perubahan tingkah laku pada diri individu berkat adanya interaksi antar individu dengan lingkungannya sehingga mereka lebih mampu berinteraksi dengan lingkungannya. Sesuatu yang dimaksud adalah objek atau materi atau informasi yang dipelajari.
2.             Hasil Belajar
Berbagai hasil penelitian menunjukkan, bahwa hasil belajar mempunyai korelasi positif dengan kebiasaan belajar. Kebiasaan merupakan cara bertindak yang diperoleh melalui belajar secara berulangan-ulang, yang pada akhirnya menjadi menetap dan bersifat otomatis. Perbuatan kebiasaan tidak memerlukan konsentrasi perhatian dan pikiran dalam melakukannya. Kebiasaan dapat berjalan terus, sementara individu memikirkan atau memperhatikan  hal-hal lain.
Kebiasaan belajar dapat diartikan sebagai cara atau teknik yang menetap pada diri siswa pada waktu menerima pelajaran, membaca buku, mengerjakan tugas, dan pengaturan waktu untuk menyelesaikan kegiatan. Kebiasaan belajar dibagi ke dalam dua bagian, yaitu Delay Avoidance (DA), dan Work Methods (WM). DA menunjuk pada ketetapan waktu penyelesaian tugas-tugas akademis, menghindarkan diri dari hal-hal yang memungkinkan tertundanya penyelesaian tugas, dan menghilangkan rangsangan yang akan mengganggu konsentrasi belajar. Sedangkan WM menunjukkan kepada pengguna cara (prosedur) belajar yang efisien dalam mengerjakan akademik dan keterampilan belajar.
Kebiasaan belajar cenderung menguasai perilaku siswa pada setiap kali mereka melakukan kegiatan belajar, sebabnya ialah karena kebiasaan mengandung motivasi yang kuat. Pada umumnya setiap orang bertindak berdasarkan force of habit sekalipun ia tahu, bahwa ada cara lain yang mungkin lebih menguntungkan. Hal itu disebabkan kebiasaan sebagai cara yang mudah dan tidak memerlukan konsentrasi dan perhatian yang besar.
Rustiyah (2001:21) sesuai dengan Law of effect dalam belajar, perbuatan yang menimbulkan kesenangan cenderung untuk diulang. Oleh karena itu tindakkan kebiasaan bersifat mengukuhkan (reinforching).
Sumadi Suryabrata (1990:35) mengatakan hasil belajar yang efisien adalah dengan usaha yang sekecil-kecil memberikan hasil yang sebesar-besarnya bagi perkembangan individu yang belajar. Mengenai cara belajar yang efisien, belum menjamin keberhasilan dalam belajar. Yang paling penting siswa mempraktikkannya dalam belajar sehari-hari, sehingga lama-kelamaan menjadi kebiasaan, baik di dalam maupun diluar kelas.
Gagne (1985) dan Bandura (1986) (dalam Bambang (2004:117) mengatakan bahwa hasil belajar siswa (the out come of learning) yang berupa perkembangan kemampuan dan keterampilan siswa akan ditentukan oleh hasil interaksi anatara kondisi internal belajar (internal conditions of learning) siswa yang berupa kondisi dan proses kognitif (the larner’s internal states and coqnitive processe) dengan kondisi eksternal belajar (external conditions of learning) yang berupa stimulus lingkungan (stimuli from the environment).
Prestasi belajar rendah akan dapat ditingkatkan apabila proses belajar yang dilakukan guru mampu meningkatkan motivasi, kemauan, daya serap dan tingkat konsentrasi siswa. Ini akan terjadi apabila dalam proses belajar siswa memperoleh pengetahuan secara bertahap sebagaimana halnya model stuktur pengetahuan itu terbentuk, yaitu mulai dari fakta, konsep dan akhirnya ke generalisasi  dan atau teori (Savege and Amstrong, 1996; Numan Sumantri, 2001:132).
Paradigma baru pendidikan lebih menekankan pada peserta didik sebagai manusia yang memiliki potensi untuk belajar dan berkembang. Siswa harus aktif dalam pencarian dan pengembangan pengetahuan. Kebenaran ilmu tidak terbatas pada apa yang disampaikan oleh guru. Guru harus mengubah perannya, tidak lagi sebagai pemegang otoritas tertinggi keilmuan dan indoktriner, tetapi menjadi fasilitator yang membimbing siswa ke arah pembentukan pengetahuan oleh diri mereka sendiri. Melalui paradigma baru tersebut diharapkan di kelas siswa aktif dalam belajar, aktif berdiskusi, berani menyampaikan gagasan dan menerima gagasan dari orang lain, dan memiliki kepercayaan diri yang tinggi (Zamroni, 2000:24).
3.             Media Puzzle
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2003: 352), puzzle  adalah “teka-teki”. Puzzle merupakan permainan yang membutuhkan kesabaran dan ketekunan anak dalam merangkainya. Puzzle merupakan kepingan tipis yang terdiri dari 2-3 bahkan 4-6 potongyang terbuat dari kayu atau lempeng karton. Dengan terbiasa bermain puzzle, lambat laun mental  anak  juga  akan  terbiasa  untuk  bersikap tenang,  tekun,  dan  sabar  dalam menyelesaikan sesuatu. Kepuasan yang didapat saat anak menyelesaikan puzzle pun merupakan salah satu pembangkit motifasi anak untuk menemukan hal-hal yang baru (www.kafebalita.com: 2009).
Bermain puzzle selain menyenangkan juga meningkatkan keterampilan anak. Puzzle merupakan permainan yang membutuhkan kesabaran dan ketekunan anak dalam merangkainya. Dengan terbiasa bermain puzzle, lambat laun mental anak juga akan terbiasa untuk bersikap tenang, tekun, dan sabar dalam menyelesaikan sesuatu. Kepuasan yang didapat saat ia menyelesaikan puzzle pun merupakan salah satu pembangkit motivasi untuk mencoba hal-hal yang baru baginya.
Permainan puzzle hendaklah berikan penghargaan dan dukungan pada setiap usaha anak. Misal, saat anak selesai menyusun puzzle, berikan penghargaan berupa tepuk tangan atau pujian. Hal ini akan membuat anak merasa percaya diri dan mempunyai keyakinan bahwa dirinya bisa melakukannya lagi. Rasa percaya diri dapat menambah rasa aman pada anak. Sebagai suatu media yang digunakan pada materi ini manfaat bermain puzzle, sebagai berikut.
a.              Meningkatkan Keterampilan Motorik Halus,
Keterampilan motorik halus (fine motor skill) berkaitan dengan kemampuan anak menggunakan otot-otot kecilnya khususnya tangan dan jari-jari tangan. Anak balita khususnya anak berusia kurang dari tiga tahun (batita) direkomendasikan banyak mendapatkan latihan keterampilan motorik halus. Dengan bermain puzzle tanpa disadari anak akan belajar secara aktif menggunakan jari-jari tangannya. Supaya puzzle dapat tersusun membentuk gambar maka bagian-bagian puzzle harus disusun secara hati-hati. Perhatikan cara anak-anak memegang bagian puzzle akan berbeda dengan caranya memegang boneka atau bola. Memengang dan meletakkan puzzle mungkin hanya menggunakan dua atau tiga jari, sedangkan memegang boneka atau bola dapat dilakukan dengan mengempit di ketiak (tanpa melibatkan jari tangan) atau menggunakan kelima jari dan telapak tangan sekaligus.
b.             Meningkatkan Keterampilan Kognitif
Keterampilan kognitif (cognitive skill) berkaitan dengan kemampuan untuk belajar dan memecahkan masalah. Puzzle adalah permainan yang menarik bagi anak balita karena anak balita pada dasarnya menyukai bentuk gambar dan warna yang menarik. Dengan bermain puzzle anak akan mencoba memecahkan masalah yaitu menyusun gambar. Pada tahap awal mengenal puzzle, mereka mungkin mencoba untuk menyusun gambar puzzle dengan cara mencoba memasang-masangkan bagian-bagian puzzle tanpa petunjuk. Dengan sedikit arahan dan contoh, maka anak sudah dapat mengembangkan kemampuan kognitifnya dengan cara mencoba menyesuaikan bentuk, menyesuaikan warna, atau logika. Contoh usaha anak menyesuaikan warna misalnya warna merah dipasangkan dengan warna merah. Contoh usaha anak menggunakan logika, misalnya bagian gambar roda atau kaki posisinya selalu berada di bawah.
c.              Meningkatkan Keterampilan Sosial
Keterampilan sosial berkaitan dengan kemampuan berinteraksi dengan orang lain. Puzzle dapat dimainkan secara perorangan. Namun puzzle dapat pula dimainkan secara kelompok. Permainan yang dilakukan oleh anak-anak secara kelompok akan meningkatkan interaksi sosial anak. Dalam kelompok anak akan saling menghargai, saling membantu dan berdiskusi satu sama lain. Jika anak bermain puzzle di rumah orang tua dapat menemani anak untuk berdiskusi menyelesaikan puzzlenya, tetapi sebaiknya orang tua hanya memberikan arahan kepada anak dan tidak terlibat secara aktif membantu anak menyusun puzzle.
d.             Melatih Logika.
Membantu melatih logika anak. Misalnya puzzle bergambar burung. Anak dilatih menyimpulkan di letak sayap, kaki, dan paruh burung sesuai logika.
e.              Melatih koordinasi mata dan tangan.
Puzzle dapat melatih koordinasi tangan dan mata anak untuk mencocokkan keping-keping puzzle dan menyusunnya menjadi satu gambar. Puzzle juga membantu anak mengenal dan menghapal bentuk.
f.               Melatih kesabaran.
Bermain puzzle membutuhkan ketekunan, kesabaran dan memerlukan waktu untuk berfikir dalam menyelesaikan tantangan.
g.              Memperluas pengetahuan.
Anak akan belajar banyak hal, warna, bentuk, angka, huruf. Pengetahuan yang diperoleh dari cara ini biasanya mengesankan bagi anak dibandingkan yang dihafalkan. Anak dapat belajar konsep dasar, binatang, alam sekitar, buah-buahan, alfabet dan lain-lain. Tentu saja dengan bantuan ibu dan ayah. Saat anak bermain, hendaknya orang tua mendampingi mereka dan memberikan kesempatan pada anak anda untuk berusaha sendiri menyelesaikan puzzle tersebut. Bila si kecil mengalami kesulitan, anda bisa memberikan arahan kepada anak anda. Namun apabila si kecil sudah mulai terlihat frustasi dan tidak bisa melanjtukan permainannya, anda bisa menawarkan untuk menghentikan permainannya dan ajak ia beristirahat atau melakukan aktivitas yang lain. Hal ini menunjukkan bahwa kemampuan anak anda belum sampai ke tingkat kesulitan seperti itu, lain waktu anda bisa memberi puzzle yang tingkat kesulitannya lebih mudah. Jika anak anda berhasil menyelesaikan puzzle tersebut, berikanlah ia pujian. Kemudian tanyakanlah seputar gambar yang telah berhasil mereka selesaikan, untuk mengetahui sejauh apa dia memahami gambar tersebut. (http://pondokibu.com/manfaat-bermain-puzzle-untuk-anak/).

1)             Pengertian Media
Menurut Arief Sardiman (2009: …) mengatakan bahwa media adalah segala sesuatu yang dapat menyalurkan informasi dari sumber informasi kepada penerima informasi.
Media pembelajaran adalah segala sesuatu yang dapat menyalurkan pesan, dapat merangsang pikiran, perasaan dan kemauan peserta didik sehingga dapat mendorong terciptanya proses belajar pada diri peserta didik. Media pembelajaran mempunyai beberapa fungsi di antaranya adalah :
a)             mengatasi keterbatasan pengalaman yang dimiliki oleh peserta didik,
b)             menyajikan semua objek kepada peserta didik karena media pembelajaran dapat  batasan ruang kelas,
c)             memungkinkan adanya interaksi langsung antara peserta didik dan lingkungannya,
d)             menghasilkan keseragaman pengamatan,
e)             menanamkan konsep dasar yang benar, konkrit dan realistis,
f)               membangkitkan keinginan dan minat baru,
g)             membangkitkan motivasi dan merangsang anak untuk belajar,
h)             memberikan pengalaman yang integral/menyeluruh dari yang konkrit sampai dengan yang abstrak.
  Ada beberapa ktiteria untuk menilai keefektifan sebuah media. Menurut ahli ada 9 kriteria untuk menilainya (Hubbard, 1993) yaitu : biaya, keterbatasan fasilitas pendukung, kecocokan dengan ukuran kelas, keringkasan, kemampuan untuk dirubah, waktu dan tenaga penyiapan, pengaruh yang ditimbulkan, kerumitan, kegunaan. Terdapat beberapa jenis media belajar diantaranya :
1)             media visual: grafik, diagram, chart, bagan, poster, kartun, gambar, komik,
2)             media audial : radio,tape recorder dan sejenisnya,
3)             media still media : slide, over head projector, in focus dan sejenisnya,
4)             projected motion media: film, tv, video, computer dan sejenisnya,
Menurut Azhar Arsyad (2007: …) media terdiri atas :
a)             media auditif adalah media yang hanya mengandalkan kemampuan suara saja seperti kaset, pringan hitam. Media ini tidak cocok untuk orang tuli atau orang yang mempunyai kelainan dalam pendengaran,
b)             media visual adalah media yang mengandalkan indera penglihatan yang menampilkan gambar atau symbol seprti film bisu atau film kartun,
c)             media auditori adalah media yang mempunyai unsur suara dan gambar.
2)             Teori yang Pendukung Media Puzzle
Menurut Piaget, skema berkembang sejalan dengan perkembangan intelektual, khususnya dalam taraf operasional formal. Piaget membedakan empat taraf perkembangan kognitif seseorang, yaitu:
a)             taraf sensori-motor (0 – 2tahun)
b)             pra-operasional (2 – 7 tahun)
c)             taraf operasional konkret (7 – 11 tahun) dan
d)             taraf operasional formal (11 – 15 tahun).
Selama taraf sensori-motor, seorang anak belum berpikir dan menggambarkan suatu kejadian atau objek secara kon­septual meskipun perkembangan kognitif sudah mulai ada, yaitu mulai di­bentuknya skemata. Pada taraf pra-operasional, mulailah berkembang kemampuan berbahasa dan beberapa bentuk pengungkapan. Penalaran pra-logika juga mulai berkembang. Pada taraf operasional konkret, anak mengembangkan kemampuan menggunakan permikiran logis dalam berhadapan dengan persoalan-persoalan yang konkret. Pada taraf operasional formal, anak sudah mengembangkan pemikiran abstrak, dan penalaran logis untuk macam-macarn persoalan. Dalam ketiga taraf kognitif diatas skema seseorang berkembang.
Menurut Kurniawan N. (2007:1–2) ada beberapa karakteristik anak di usia Sekolah Dasar yang perlu diketahui para guru, agar lebih mengetahui keadaan peserta didik khususnya ditingkat Sekolah Dasar.  Sebagai guru harus dapat menerapkan metode pengajaran yang sesuai dengan keadaan siswanya maka sangatlah penting bagi seorang pendidik mengetahui karakteristik siswanya. Selain karakteristik yang perlu diperhatikan kebutuhan peserta didik. Adapun karakeristik dan kebutuhan peserta didik dibahas sebagai berikut:
(1) karakteristik pertama anak SD adalah senang bermain. Karakteristik ini  menuntut guru SD untuk melaksanakan kegiatan pendidikan yang bermuatan permainan lebih - lebih untuk kelas rendah. Guru SD seyogyanya merancang model pembelajaran yang memungkinkan adanya unsur permainan di dalamnya. Guru hendaknya mengembangkan model pengajaran yang serius tapi santai,
(2) karakteristik yang kedua adalah senang bergerak, orang dewasa dapat duduk berjam-jam, sedangkan anak SD dapat duduk dengan tenang paling lama sekitar 30 menit. Oleh karena itu, guru hendaknya merancang model pembelajaran yang memungkinkan anak berpindah atau bergerak. Menyuruh anak untuk duduk rapi untuk jangka waktu yang lama, dirasakan anak sebagai siksaan,
(3) karakteristik yang ketiga dari anak usia SD adalah anak senang bekerja dalam kelompok. Dari pergaulannya dengan kelompok sebaya, anak belajar aspek-aspek yang penting dalam proses sosialisasi, seperti: belajar memenuhi aturan-aturan kelompok, belajar setia kawan, belajar tidak tergantung pada diterimanya di lingkungan, belajar menerimanya tanggung jawab, belajar bersaing dengan orang lain secara sehat (sportif), mempelajarai olah raga dan membawa implikasi bahwa guru harus merancang model pembelajaran yang memungkinkan anak untuk bekerja atau belajar dalam kelompok, serta belajar keadilan dan demokrasi. Karakteristik ini membawa implikasi bahwa guru harus merancang model pembelajaran yang memungkinkan anak untuk bekerja atau belajar dalam kelompok.  Guru dapat meminta siswa untuk membentuk kelompok kecil dengan anggota 3-4 orang untuk mempelajari atau menyelesaikan suatu tugas secara kelompok,
(4) karakteristik yang keempat anak SD adalah senang merasakan atau melakukan/memperagakan sesuatu secara langsung. Ditinjau dari teori perkembangan kognitif, anak SD memasuki tahap operasional konkret. Dari apa yang dipelajari di sekolah, ia belajar menghubungkan konsep-konsep baru dengan konsep-konsep lama. Berdasar pengalaman ini, siswa membentuk konsep-konsep tentang angka, ruang, waktu, fungsi-fungsi badan, pera jenis kelamin, moral, dan sebagainya. Bagi anak SD, penjelasan guru tentang materi pelajaran akan lebih dipahami jika anak melaksanakan sendiri, sama halnya dengan memberi contoh bagi orang dewasa. Dengan demikian guru hendaknya merancang model pembelajaran yang memungkinkan anak terlibat langsung dalam proses pembelajaran. 
3)             Langkah-langkah penggunaan media puzzle yang didasari dari model Kooperatif  tipe  TAI  (Team  Assisted Individualization) adalah:
a)             guru  memberikan  tugas  kepada  siswa  untuk  mempelajari  materi pembelajaran secara individual yang sudah dipersiapkan oleh guru,
b)             guru  memberikan  kuis  (pretest)  secara  individual  kepada  siswa  untuk mendapatkan skor dasar atau skor awal,
c)             guru membentuk beberapa kelompok. Setiap kelompok terdiri dari 4–5 siswa secara heterogen,
d)             guru memberikan potongan puzzle untuk dimainkan bersama kelompok,
e)             hasil  belajar  siswa  secara  individual  didiskusikan  dalam  kelompok.  Dalam diskusi kelompok, setiap anggota kelompok saling memeriksa jawaban teman satu kelompok,
f)               guru  memfasilitasi  siswa  dalam  membuat  rangkuman,  mengarahkan, dan memberikan penegasan pada materi pembelajaran yang telah dipelajari,
g)             guru memberikan kuis (posttest) kepada siswa secara individual,
h)             guru  memberi  penghargaan  pada  kelompok  berdasarkan  perolehan  nilai peningkatan hasil belajar individual dari skor dasar ke skor kuis berikutnya.
4)             Kelebihan Media Puzzle
Menurut Hamalik (1980: 57), gambar adalah sesuatu yang diwujudkan secara visual dalam bentuk dua dimensi sebagai curahan perasaan dan pikiran. Oleh karena itu, media puzzle merupakan media gambar yang termasuk ke dalam media visual karena hanya dapat dicerna melalui indera penglihatan  saja.  Diantara  berbagai  jenis  media  pembelajaran  yang digunakan, puzzle adalah media yang paling umum dipakai dan termasuk media pembelajaran yang sederhana yang dapat digunakan di sekolah. Sebab puzzle itu disukai oleh siswa, harganya relatif terjangkau dan tidak sulit mencarinya.
Menurut Azhar Arsyad dalam buku Media Pembelajaran, media dilihat dari bahan pembuatannya dibagi dalam ;
a)             media sederhana yang bahan dasarnya mudah diperoleh dan harganya murah, cara pembutananya mudah dan menggunaannya tidak sulit.
b)             Media kompleks merupakan media yang bahan dan alatnya sulit diperoleh serta mahal harganya, sulit membuatnya dan penggunaannya memerlukan keterampilan yang memadai .
5)             Kelemahan dari media puzzle
Menurut Piping Sugiharti (2005: 4041) kelemahan dari puzzle adalah:
a)             sedikitnya waktu pembelajaran yang tersedia sedangkan materi yang harus diajarkan sangat banyak. Dalam Kurikulum Berbasis Kompetensi (KTSP) dikatakan bahwa guru memiliki kewenangan untuk memilih materi esensial yang akan diajarkan kepada siswanya, sedangkan kenyataannya adalah masih adanya tes bagi siswa,
b)             memungkinkan terjadinya diskusi hangat dalam kelas. Adakalanya siswa berteriak atau bertepuk tangan untuk mengungkapkan kegembiraannya ketika mereka mampu memecahkan suatu masalah. Hal ini juga dapat menggangu konsentrasi guru dan siswa yang berada di kelas lain.
c)             Banyak mengandung unsur spekulasi, peserta yang lebih dahulu selesai (berhasil) dalam permainan  puzzle belum dapat dijadikan ukuran bahwa dia seorang siswa lebih pandai dari lainnya.
d)             Tidak semua materi pelajaran dapat dikomunikasikan melalui permainan puzzle dan Jumlah peserta didik yang relative besar sulit melibatkan seluruhnya.
4)             Aktivitas Siswa
Aktivitas merupakan prinsip atau asas yang sangat penting didalam interaksi belajar-mengajar. Dalam aktivitas belajar ada beberapa prinsip yang berorientasi pada  pandangan  ilmu  jiwa,  yakni  menurut  pandangan  ilmu  jiwa  lama  dan  ilmu jiwa modern. Menurut pandangan ilmu jiwa lama aktivitas didominasi oleh guru sedang menurut padangan ilmu jiwa modern, aktivitas didominasi oleh siswa.
Aktivitas  belajar  merupakan  hal  yang  sangat  penting  bagi  siswa,  karena memberikan  kesempatan  kepada  siswa  untuk  bersentuhan  dengan  obyek  yang sedang  dipelajari  seluas  mungkin,  karena  dengan  demikian  proses  konstruksi pengetahuan yang terjadi akan  lebih baik. Aktivitas Belajar diperlukan aktivitas, sebab  pada  prinsipnya  belajar  adalah  berbuat  mengubah  tingkah  laku,  jadi melakukan kegiatan. Tidak ada belajar kalau tidak ada aktivitas.
Berdasarkan uraian  diatas  dapat  diambil  pengertian  aktivitas  belajar  adalah keterlibatan siswa dalam bentuk sikap, pikiran, perhatian dalam  kegiatan belajar guna  menunjang  keberhasilan  proses  belajar  mengajar  dan  memperoleh  manfaat dari kegiatan tersebut.
Jenis-jenis  aktivitas  dalam  belajar  yang  digolongkan  oleh  Paul  B. Diedric (Sardiman, 2011: 101) adalah sebagai berikut:
a)             Visual  activities,  yang  termasuk  di  dalamnya  misalnya  membaca, memperhatikan gambar demonstrasi, percobaan, pekerjaan orang lain.
b)             Oral  Activities,  seperti  menyatakan  merumuskan,  bertanya,  memberi  saran, berpendapat, diskusi, interupsi.
c)             Listening  Activities,  sebagai  contoh  mendengarkan:  uraian,  percakapan, diskusi, musik, pidato.
d)             Writing  Activities,  seperti  misalnya  menulis  cerita,  karangan,  laporan, menyalin.
e)             Drawing Activities, menggambar, membuat grafik, peta, diagram.
f)               Motor  Activities,  yang  termasuk  di  dalamnya  antara  lain:  melakukan percobaan, membuat konstruksi, model, mereparasi, berkebun, beternak.
g)             Mental  Activities,  sebagai  contoh  misalnya:  menanggapi,  mengingat, memecahkan soal, menganalisis, mengambil keputusan.
h)             Emotional  Activities,  seperti  misalnya,  merasa  bosan,  gugup,  melamun, berani, tenang.
Berdasarkan pendapat para ahli tersebut aktivitas siswa dalam menggunakan media puzzle ini dapat memberikan motivasi bagi siswa dalam proses pembelajaran dalam penyelesaian soal/quiz yang ada pada potongan gambar yang nantinya akan berdampak pada hasil belajar yang meningkat.
5)             Deskripsi Materi
Dalam materi penelitian ini kompetensi siswa yang ingin ditingkatkan adalah:
a)    mengubah pecahan ke dalam bentuk persen
Cara mengubah pecahan biasa ke dalam bentuk persen, yaitu dengan cara mengubah penyebut pecahan tersebut menjadi 100, karena persen merupakan per seratus
b)   mengubah persen ke bentuk pecahan biasa
Mengubah persen ke dalam bentuk pecahan biasa dilakukan dengan cara sebagai berikut.
(1)     Dari bentuk persen diubah dulu menjadi pecahan biasa (perseratus).
(2)     Taksir atau cari pembagi terbesar dari bilangan pembilang dan penyebut.
(3)     Bagi pembilang maupun penyebut dengan bilangan pembagi tersebut.
c)    mengubah pecahan ke dalam bentuk decimal
Mengubah pecahan biasa ke dalam bilangan desimal dapat dilakukan dengan dua cara berikut.
(1)   Dengan cara dibagi (bagi kurung). Ingat, bahwa ( per = bagi). Jadi, untuk mengubah pecahan menjadi desimal dengan jalan pembilang dibagi penyebut.
(2)   dengan cara mengubah penyebut menjadi 10, 100, atau 1000. Ingat, bahwa bilangan desimal merupakan bilangan per sepuluh, per seratus, atau per seribu.
d)   mengubah bilangan desimal menjadi pecahan biasa
Mengubah bilangan desimal menjadi pecahan biasa caranya hampir sama dengan cara yang kedua dalam mengubah pecahan biasa menjadi decimal (diubah menjadi persepuluh, perseratus, perseribu) kemudian pembilang dan penyebut dibagi dengan angka yang sama.
e)    mengubah desimal ke dalam bentuk persen
Cara 1
(1)   Bilangan desimal diubah dulu menjadi pecahan per sepuluh atau per seratus. Ingatlah perseratus sama dengan persen.
Cara 2
(2)   Bilangan desimal diubah menjadi pecahan per sepuluh atau per seratus, kemudian dikalikan dengan 100 %.
f)     mengubah persen ke dalam bilangan decimal
Bilangan persen diubah menjadi perseratus dan untuk menjadikan bilangan desimal hanya tinggal menentukan angka di belakang koma.



BAB III
METODE PENELITIAN
Metode penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas (Classroom Action Research). Penelitian Tindakan kelas (PTK) yang dikenal dengan nama Classroom Action Reserch merupakan suatu model penelitian yang dikembangkan di kelas. Menurut Kasihani (Sukayati, 2008:8) menyatakan bahwa yang dimaksud PTK adalah penelitian praktis, bertujuan untuk memperbaiki kekurangan-kekurangan dalam pembelajaran di kelas dengan cara melakukan tindakan-tindakan.
A.            Setting Penelitian
1.             Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan pada awal bulan Januari sampai Maret atau memasuki semester 2 tahun pelajaran 2015/2016, dengan alasan kegiatan belajar mengajar baru dimulai dan tidak mengganggu kesibukan sekolah.
2.             Tempat Penelitian
Lokasi penelitian adalah kelas V A semester 2 tahun pelajaran 2015/2016 di  SDN Mantimin 1 yang beralamat Jalan Mantimin RT. 1 Kecamatan BatuMandi Kabupaten Balangan, dengan alasan tempat tugas peneliti.
B.            Subjek Penelitian
Subyek penelitian tindakkan ini adalah siswa kelas Va  pada SDN Mantimin 
1 Kecamatan Mantimin yang berjumlah 10 orang, masing-masing terdiri 10 orang siswa laki-laki, dan 5 orang siswa perempuan.
C.            Rancangan Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan kaji tindak latar kelas atau classroom action research yang dikembangkan oleh Kemmis dan Mc. Taggart (1993) yaitu melalui siklus (Plan, Act, Observe, dan Reflect).

                                                                              Plan
Reflective
                  Action/Observation
                                                                              Revised Plan
Reflective
Action/Observation
                                                                              Revised Plan
Reflective
                  Action/Observation
Spiral Penelitian Tindakkan Kelas
(Adaptasi Hopkin, 1993 dalam Widya Tama, 2005)
Merujuk pada metode di atas maka Penelitian Tindakkan Kelas (PTK) ini telah dilaksanakan dalam 2 siklus dan dilakukan mulai minggu ke- 1 bulan Januari dilanjutkan pada minggu ke-4 bulan Maret tahun 2016. Peneliti bertindak sebagai pelaku tindakan. Pada Siklus 1 dan II dengan materi pembelajaran “Mengubah pecahan biasa ke persen, decimal dan sebaliknya”.
Pada setiap langkah dalam siklus terdiri dari tahapan persiapan, pelaksanaan tindakan, observasi, dan refleksi. Data diolah dan dibahas secara kuantitatif dan kualitatif untuk mendeskripsikan dengan menggunakan media puzzle.
Pada saat melaksanakan tindakan, peneliti dibantu oleh satu orang yaitu salah satu guru kelas VI di SDN Mantimin 1 Kecamatan Mantimin Kabupaten Balangan. Tahap-tahap Penelitian Tindakan Kelas:
1.             Tahap Persiapan
a.              Menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran dengan berpedoman pada kurikulum dan kegiatan inti yang penyampaian materinya melalui media puzzle. Aktivitas yang akan terlaksana meliputi; aktivitas guru dalam memfasilitasi pembelajaran, aktivitas siswa dalam proses pembelajaran.
b.             Menyusun instrumen observasi aktivitas siswa.
c.              Menyusun instrumen observasi aktivitas guru
d.             Menyusun instrumen tugas mandiri setiap akhir satuan pembelajaran.
2.             Tahap Pelaksanaan Tindakan
Pelaksanaan tindakan yang telah dilakukan meliputi :
a.              Pembukaan.
b.             Kegiatan Inti.
c.              Penutup.
Bagian pembukaan mencakup: Pra KBM, menyiapkan alat peraga/media, mengucapkan salam, mengabsen siswa, menyampaikan appersepsi untuk menggali pengetahuan awal siswa melalui pertanyaan-pertanyaan seputar materi yang disampaikan dimana siswa diajak untuk mengingat tentang pecahan. Bagian inti mencakup: Guru menjelaskan bagaimana mengubah pecahan ke persen dan decimal serta sebaliknya dengan langkah sebagai berikut :
Pada tahap pelaksanaan, peneliti melaksanakan langkah-langkah sesuai perencanaan serta menerapkan pembelajaran mempergunakan media puzzle. Kegiatan yang dilakukan pada siklus 1 yaitu saat kegiatan awal siswa diberikan apersepsi mengenai bilangan pecahan dengan kehidupan sehari-hari.
Langkah-langkah penggunaan media puzzle yang dilaksanakan pada tahap pelaksanaan yang didasari dari model Kooperatif  tipe  TAI  (Team  Assisted Individualization) adalah:
1)             guru memberikan materi mengubah pecahan biasa ke persen, decimal dan sebaliknya,
2)             guru  memberikan  tugas  kepada  siswa  untuk  mempelajari  materi pembelajaran secara individual yang sudah dipersiapkan oleh guru,
3)             guru  memberikan  kuis  (pretest)  secara  individual  kepada  siswa  untuk mendapatkan skor dasar atau skor awal,
4)             guru membentuk beberapa kelompok. Setiap kelompok terdiri dari 4–5 siswa secara heterogen,
5)             guru memberikan potongan puzzle untuk dimainkan bersama kelompok,
6)             hasil  belajar  siswa  secara  individual  didiskusikan  dalam  kelompok.  Dalam diskusi kelompok, setiap anggota kelompok saling memeriksa jawaban teman satu kelompok,
7)             guru  memfasilitasi  siswa  dalam  membuat  rangkuman,  mengarahkan, dan memberikan penegasan pada materi pembelajaran yang telah dipelajari,
8)             guru memberikan kuis (posttest) kepada siswa secara individual,
9)             guru  memberi  penghargaan  pada  kelompok  berdasarkan  perolehan  nilai peningkatan hasil belajar individual dari skor dasar ke skor kuis berikutnya.
3.             Tahap Observasi
Pada tahap ini dilakukan pengamatan terhadap penggunaan media puzzle pada proses pembelajaran, proses pembelajaran itu sendiri berupa aktivitas guru dan aktivitas siswa serta keterlaksanaan langkah-langkah pembelajaran sesuai RPP. Selain itu juga mencatat serta merekam setiap kegiatan dan perubahan yang terjadi saat penggunaan media puzzle dalam pembelajaran tersebut.
4.             Tahap Refleksi:
Pelaksanaan refleksi dilakukan oleh pelaku tindakan, observer dan siswa secara bersama-sama. Hasil refleksi dibuat sebagai bahan atau pedoman untuk persiapan pelaksanaan pembelajaran berikutnya.
Peneliti melakukan refleksi dengan cara berdiskusi bersama observer diakhir pembelajaran membahas pelaksanaan pembelajaran dengan penggunaan media puzzle serta menganalisis kelemahan dan kekurangannya berdasarkan temuan saat melakukan pembelajaran dari hasil observasi. Selain itu peneliti melakukan evaluasi hasil belajar siswa dalam pembelajaran sehingga terlihat hasil pencapaiannya. Setelah dilakukan analisis tersebut, peneliti mempertimbangkan rencana dengan segala perbaikannya sebagai tindak lanjut untuk langkah selanjutnya.
D.            Teknik Pengumpulan Data
1.             Teknik pengumpulan data
Jenis data pada penelitian ini berupa data kuantitatif dan kualitatif yang terdiri atas :
a.              Data Kualitatif yaitu lembar pengamatan (observasi) proses belajar mengajar yang dilakukan guru dan aktivitas siswa.
b.             Data kuantitatif yaitu nilai tes siswa diakhir pertemuan dalam pembelajaran.
Alat pengambilan data dalam Penelitian Tindakan Kelas (PTK) ini adalah :
1)             Tes berupa data atau hasil kegiatan siswa berupa tes hasil belajar yang diambil dari kegiatan siswa menyelesaikan soal evaluasi secara individu.
2)             Observasi merupakan lembar observasi guru yang diambil dengan mengamati tahapan pengajaran sesuai rencana yang disusun dalam pembelajaran dan lembar observasi siswa dengan mengamati aktivitas siswa selama pembelajaran berlangsung.
2.             Validasi Data
a.              Aktivitas  Siswa
Aktivitas  siswa ditentukan dengan instrument lembar observasi aktivitas siswa secara individu pada proses pembelajaran mencatat serta merekam setiap kegiatan dan perubahan yang terjadi saat penggunaan media puzzle dalam pembelajaran tersebut, kemudian dikonversikan pada skor interpretasi dan dapat menggunakan rumus presentasi sebagai berikut.
LEMBAR OBSERVASI KEGIATAN SISWA
Nama siswa                    : ...............
Kelas/semester                : V/ 1
Siklus/pertemuan : ......
NO
Aspek yang diamati
A
B
C
D
D
E


x
x
x
x
x
x

Kegiatan awal












1
Siswa berdoa bersama-sama












2
Siswa menyiapakn diri












3
Siswa menjawab  panggilan guru












4
Siswa menyimak tujuan pembelajaran












5
Siswa mendengarkan appersepsi



























Kegiatan Inti












6
Siswa Menyimak penjelasan guru












7
Siswa Mengerjakan tugas individu












8
Siswa Mengerjakan kuis (pretest)












9
Siswa Berkelompok secara heterogen












10
Siswa menerima potongan puzzle












11
Siswa Berdiskusi dalam kelompok












12
Siswa Membuat rangkuman












13
Siswa Mengerjakan kuis (posttest)



























Kegiatan Akhir












14
Siswa merefleksi












15
Siswa menyimpulkan pelajaran bersama-sama












16
Siswa mengerjakan soal evaluasi secara individu












17
Siswa mendengar saran dan nasehat












Jumlah skor












Rata-rata












Persentasi (%)












 





Keterangan skor :

Persentasi (%) =  x 100

Skor 1 = tidak melaksana
Skor 2 = melaksana
Interpretasi
0  % - 25%  = Kurang
26% - 50%  = Cukup
51% - 75%  = Baik
76% - 100%= Amat baik

b.             Aktivitas  Guru
Aktivitas  guru ditentukan dengan instrument lembar observasi aktivitas guru dalam proses pembelajaran mencatat serta merekam setiap kegiatan dan perubahan yang terjadi saat penggunaan media puzzle dalam pembelajaran tersebut yang akan diamati oleh observer, kemudian dikonversikan pada skor interpretasi dan dapat menggunakan rumus presentasi sebagai berikut.
LEMBAR OBSERVASI KEGIATAN GURU
Nama guru                      :
Mata pelajaran                :
Siklus/pertemuan :
NO
Aspek yang diamati
Skor
1
2
3
4

Kegiatan awal




1
Guru mengajak semua siswa berdoa bersama-sama




2
Menyiapkan kesiapan siswa




3
Mengecek kehadiran siswa




4
Menuliskan tujuan pelajaran




5
Melakukan appersepsi yang berkaitan materi











Kegiatan Inti




6
Guru Menjelaskan Materi




7
Guru Memberikan tugas individu




8
Guru Memberikan kuis(pretest)




9
Guru membentuk kelompok




10
Guru memeberikan potongan puzzle




11
Guru Membimbing dan mengawasi




12
Guru Mengarahkan,menegaskan materi




13
Guru Memberikan kuis(posttest)











Kegiatan Akhir




14
Guru melakukan kegiatan refleksi




15
Guru menyimpulkan pelajaran bersama-sama




16
Guru memberikan soal evaluasi




17
Guru memberikan nasehat




Jumlah skor




Rata-rata




Persentasi (%)




  Keterangan skor :
Skor 1 = tidak melaksanakan
Skor 2 = melaksanakan,sikap tidak tapi tidak sistematis
Skor 3 = melaksanakan,sikap tepat tapi tidak sistematis
Skor 4 = melaksanakan,sikap tepat dan sistematis

Persentasi (%) =  x 100

 




E.      Analisis Data
Analisis hasil penelitian dilakukan dengan pengamatan data hasil observasi. Kriteria yang ditetapkan pada kurikulum 1994 menurut Alhamidi (Novianti, 2010 : 31) adalah siswa dikatakan telah belajar tuntas jika sekurang-kurangnya dapat mengerjakan soal dengan benar sebesar 65% dari skor total. Sedangkan belajar secara klasikal dikatakan baik apabila sekurang-kurangnya 85% siswa telah mencapai ketuntasan belajar, apabila hanya mencapai 75%, maka secara klasikal dinyatakan cukup. Penentuan presentase ketuntasan belajar (TB) siswa dicari dengan menggunakan rumus :

TB  =   x 100 %

 



Tabel nilai hasil belajar siswa
NO
NAMA
NILAI
KET
1.



2.



dll




Untuk menghitung hasil belajar siswa menggunakan rumus menururt (Depdiknas,2007:34)   yaitu :
         
         N = Nilai Akhir

Selanjutnya data tersebut dikonversikan ke tabel tingkat penguasaan sebagai berikut :
Tabel 1. Tingkat Penguasaan Materi
NO
RENTANG NILAI
TINGKAT PENGUASAAN
1
100
Pujian
2
90-99
Memuaskan
3
80-89
Sangat Baik
4
70-79
Baik
5
60-69
Cukup
6
50 – 59
Kurang
7
≤ 49
Sangat Kurang
      
F.      Indikator Kinerja
Sebagai indicator kinerja dalam penelitian ini adalah nilai ketuntasan minimal (KKM) yang telah ditetapkan oleh peneliti di kelas V SDN Mantimin 1  Kecamatan Batumandi  Kabupaten Balangan pada mata pelajaran matematika tahun pelajran 2015/2016 yaitu dengan skor 65, menurut (BSNP,2006:12) jika ketuntasan dinyatakan tuntas secara klasikal siswa telah memenuhi ketuntasan belajar sebesar 80 % ,  maka penelitian tindakan kelas ini dikatakan berhasil dengan baik secara hipotesis dapat diterima.
Tabel indicator aktivitas guru dan siswa
NO
Indikator Aktivitas Guru
Indikator Aktivitas Siswa

Kegiatan awal
Kegiatan awal
1
Guru mengajak semua siswa berdoa bersama-sama
Siswa berdoa bersama-sama
2
Menyiapkan kesiapan siswa
Siswa menyiapakn diri
3
Mengecek kehadiran siswa
Siswa menjawab  panggilan guru
4
Menuliskan tujuan pelajaran
Siswa menyimak tujuan pembelajaran
5
Melakukan appersepsi yang berkaitan materi
Siswa mendengarkan appersepsi




Kegiatan Inti
Kegiatan Inti
6
Guru Menjelaskan Materi
Siswa Menyimak penjelasan guru
7
Guru Memberikan tugas individu
Siswa Mengerjakan tugas individu
8
Guru Memberikan kuis(pretest)
Siswa Mengerjakan kuis (pretest)
9
Guru membentuk kelompok
Siswa Berkelompok secara heterogen
10
Guru memeberikan potongan puzzle
Siswa menerima potongan puzzle
11
Guru Membimbing dan mengawasi
Siswa Berdiskusi dalam kelompok
12
Guru Mengarahkan,menegaskan materi
Siswa Membuat rangkuman
13
Guru Memberikan kuis(posttest)
Siswa Mengerjakan kuis (posttest)




Kegiatan Akhir
Kegiatan Akhir
14
Guru melakukan kegiatan refleksi
Siswa merefleksi
15
Guru menyimpulkan pelajaran bersama-sama
Siswa menyimpulkan pelajaran bersama-sama
16
Guru memberikan soal evaluasi
Siswa mengerjakan soal evaluasi secara individu
17
Guru memberikan nasehat
Siswa mendengar saran dan nasehat
Jumlah skor
Jumlah skor
Rata-rata
Rata-rata
Persentasi (%)
Persentasi (%)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar